Internasional HAJI 2025

Yang Hilang dari Haji Masa Sekarang: Rihlah Ilmiah

NU Online  ·  Sabtu, 14 Juni 2025 | 22:17 WIB

Yang Hilang dari Haji Masa Sekarang: Rihlah Ilmiah

Sejumlah jamaah haji di puncak Jabal Nur usai ziarah ke Gua Hira, Sabtu (14/6/2025). (Foto: NU Online/Patoni/MCH 2025)

Makkah, NU Online
Jamaah dari seluruh dunia memanfaatkan momen musim ibadah haji untuk melakukan ziarah setelah merampungkan fase Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Salah satu lokasi ziarah penting bagi jamaah haji ialah Gua Hira di Jabal Nur.


Hingga Sabtu (14/6/2025), Jabal Nur dipadati jamaah haji dari Turkey, Bangladesh, India, Pakistan, Uzbekistan, Turkmenistan, China, dan tak terkecuali Indonesia.


Kru Media Center Haji (MCH) 2025 berkesempatan melakukan liputan keramaian di gunung yang menjadi tempat Nabi Muhammad pertama kali menerima wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril di Gua Hira itu.


Dalam kesempatan tersebut, Ketua Mustasyar Diny PPIH Arab Saudi, Prof Oman Fathurahman berkenan mendampingi napak tilas ke gunung dengan tinggi 640 meter tersebut.


Oman menegaskan, ziarah ke Jabal Nur bukan termasuk dalam rangkaian ibadah haji. Jamaah haji melakukan pendakian ke gunung yang disediakan 600 anak tangga hanya bertujuan napak tilas dan ziarah.


"Jadi Gua Hira itu hanya tempat ziarah belaka," kata Oman, Sabtu (14/6/2025) usai melakukan pendakian di Jabal Nur.


Pakar Sejarah Islam itu menjelaskan bahwa ibadah haji memiliki beberapa unsur. Di antaranya, kata dia, unsur ibadah, ziarah, tijarah (dagang), dan raihlah ilmiah.


"Sebetulnya kalau (haji) dulu ada rihlah ilmiah. Haji itu ada selalu berilmu," terangnya.


Masyarakat Indonesia zaman dulu yang naik haji, kata dia, bisa sampai 10 tahun hingga 15 tahun untuk melanjutkan rihlah ilmiah di Tanah Suci.


"Mereka ketika haji tidak langsung pulang. Sekarang memang (rihlah ilmiah) sudah agak hilang. Ibadahnya ada, ziarahnya ada, tijarah-nya, bahkan ada mal begitu, tapi yang hilang itu unsur rihlah ilmiah-nya," ungkap Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Lebih lanjut, Oman menerangkan bahwa Gua Hira di Jabal Nur menjadi salah satu situs penting dalam sejarah Islam dan kenabian.


Karena di gua berukuran sempit dan langsung menghadap Ka'bah itu, Nabi Muhammad menerima wahyu dan risalah Islam.


"Dari gua Hira lahirlah agama baru yaitu Islam, yang mengubah dunia, mengubah peradaban, khususnya peradaban bangsa Quraisy yang jahiliyah waktu itu," jelas Oman.


Selain rihlah ilmiah, ulama-ulama asal Nusantara biasanya juga untuk menyambung sanad keilmuan yang didapat sebelumnya.


Tak sedikit juga ulama-ulama Nusantara yang akhirnya dipercaya menjadi guru besar di Makkah seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Mahfudz Termas, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari, dan ulama lainnya.