Warta

Muktamar NU ke-32 Sebaiknya di Pesantren atau Asrama Haji?

NU Online  ·  Senin, 10 November 2008 | 12:13 WIB

Jakarta, NU Online
Kepengurusan PBNU saat ini sudah berjalan selama 4 tahun dan kini sudah ada persiapan untuk penyelenggaraan muktamar NU ke-32. Belakangan ini ada kecenderungan penyelenggaraan acara besar NU seperti muktamar dan munas di asrama haji daripada di pesantren.

Kondisi ini mendapat perhatian dari sejumlah kalangan NU. Wakil Khatib PBNU KH Malik Madani dalam rapat persiapan muktamar di gedung PBNU, Senin (10/11) mengaku mendapat masukan dari para kiai dari daerah agar pelaksanaan muktamar diselenggarakan di pesantren seperti muktamar yang dulu-dulu karena komunitas NU yang berakar di pesantren.<>

Mensikapi hak ini, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menjelaskan terdapat aspek positif, tetapi ada juga tantangan yang harus dihadapi jika muktamar digelar di pesantren.

Jika muktamar digelar di pesantren, maka secara kultural lebih menyatu dengan komunitas NU yang memang berasal dari pesantren. Silaturrahmi juga terasa lebih kental diantara para muktamirin yang memang sehari-harinya hidup di lingkungan pesantren.

Meskipun bagus, secara teknis banyak kendala yang harus dihadapi. Hanya sedikit di pesantren yang infrastrukturnya memenuhi standar agar bisa menampung ribuan peserta dan penggembira muktamar.

Hasyim yang mantan ketua PWNU Jatim ini menjelaskan, banyak pesantren yang mau bersedia menjadi lokasi muktamar setelah dibangunkan fasilitas penunjang. Ia mencontohkan muktamar NU ke-30 yang diselenggarakan di Pesantren Lirboyo Kediri, panitia harus membangun gedung baru yang bernilai sekitar 1 milyar pada tahun 1999. Untuk saat ini biaya yang dibutuhkan pasti lebih besar lagi. Masalah  lain adalah susahnya membedakan antara santri dan muktamirin

Namun, Hasyim menjelaskan, peluang ini tetap terbuka jika ada pesantren yang siap menjadi penyelenggara, tetapi tidak menuntut penyediaan fasilitas baru yang berlebihan dari PBNU.

Di Luar Jawa

Jika dalam beberapa kali muktamar hanya berputar-putar di pulau Jawa, usulan untuk penyelenggaraan di luar pulau Jawa mulai mengemuka. Bahkan, alternatif di Jawa sudah dihilangkan.

Dua usulan yang masuk adalah Batam di propinsi Kepulauan Riau dan Makassar di Sulawesi Selatan. Sebelumnya Batam sudah pernah menjadi tuan rumah kongres Muslimat NU dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Sayangnya kota ini posisinya di ujung barat wilayah Indonesia sehingga nantinya akan menambah biaya bagi para peserta yang berasal dari Indonesia Timur

Makassar menjadi kandidat kuat karena posisinya berada di tengah-tengah dan sudah terdapat penerbangan langsung dari berbagai kota di Indonesia.

Khatib Aam Prof Nasaruddin Umar mendukung penyelenggaraan di kota para daeng ini dengan alasan strategis jangka panjang bahwa NU perlu memperkuat jaringannya di Indonesia Timur yang kini mulai dimasuki Islam konservatif. (mkf)