Warta

MUI Tolak Kaji Ulang Fatwa Bunga Haram

NU Online  ·  Kamis, 18 Desember 2003 | 01:50 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Dewan Syariah Nasional  Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin menolak permintaan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung agar mengkaji kembali fatwa MUI tentang bunga haram karena akan
menimbulkan mudharat lebih besar.

"Semua sudah sesuai syariah dan telah diperhitungkan mudharatnya terhadap umat, tetapi apa yang dimaksud  mudharat itu menurut mereka? Itu kan salah persepsi saja," kata Ma’ruf Amin yang dihubungi di Jakarta, Rabu.

<>

Sebelumnya di tempat berbeda Syafruddin Temenggung mengatakan, saat ini perbankan konvensional menampung Rp800 triliun dana masyarakat sehingga jika fatwa itu dikeluarkan maka akan menimbulkan kegamangan di masyarakat yang justru akan memicu hal-hal yang mudharat.

Syafruddin mengatakan, saat ini perbankan Indonesia masih dalam kondisi sakit dan sedang dalam penyehatan. Biaya yang sudah ditanggung masyarakat  melalui pajak dalam bentuk obligasi rekap  bagi perbankan sakit itu, ujarnya,  mencapai Rp650 triliun atau Rp60 triliun per tahun dalam APBN, sehingga kalau program penyehatan tak berhasil maka yang rugi juga rakyat yang sudah membayar.

Namun menurut Ma’ruf, soal ketakutan akan adanya "rush" dan bakal goyangnya ekonomi akibat fatwa pengharaman itu tak berdasar, karena fatwa sistem bunga haram hanya terbatas pada kawasan yang sudah terlayani lembaga keuangan syariah, sedangkan yang belum masih disebut sebagai keadaan darurat.

"Jadi jangan khawatir akan menimbulkan kegoncangan ekonomi dan lainnya, karena fatwa itu tidak mutlak dan bersifat gradual. Arus uang hanya akan bersifat perpindahan dari lembaga keuangan konvensional ke bank syariah dan terjadi secara alamiah," katanya.

Ia meminta sikap pengambil kebijakan dan praktisi perbankan tidak berlebihan menanggapi fatwa tersebut karena fatwa itu memang sudah seharusnya dikeluarkan setelah tiga tahun lalu (pada 2000) MUI mengeluarkan fatwa yang hanya menyatakan "bunga bank tidak sesuai syariah" karena saat itu bank syariah masih sangat minim.

Sekarang, ujarnya, bank syariah sudah cukup banyak dan keadaan sudah tidak darurat lagi, khususnya di sejumlah kota. Ijtima ulama Komisi Fatwa  MUI di Jakarta, Selasa, menyepakati bunga adalah haram, bunga yang dimaksud adalah bunga lembaga
keuangan, seperti bank, asuransi, termasuk bunga obligasi di pasar modal.

"Bagi daerah yang sudah terlayani lembaga keuangan syariah dianjurkan memilih lembaga tersebut. Sedangkan, bagi daerah yang belum terlayani lembaga keuangan syariah berarti masih dalam keadaan darurat," katanya.(mkf)