Warta

Menangnya SBY di Jatim, Bukan Salah Kyai

NU Online  ·  Rabu, 14 Juli 2004 | 21:17 WIB

Jakarta, NU Online
Fenomena kemenangan SBY-Yusuf Kalla dalam Pemilu Presiden putaran pertama di Jawa Timur, yang nota bene basis NU bukanlah bentuk dari ketidaksetiaan warga NU terhadap kyainya, melainkan persoalan pilihan politik warga NU.

"Sebenarnya kyai itu guru agama, akhlak dan moral, kalau umat tidak lagi mengikuiti petunjuk kyai dalam soal moral, akhlak dan keagamaan, bukan tidak lagi setia terhadap kyainya, tapi itu menyangkut persoalan pilihan politik dan soal pilihan politik itu memang bukan wewenang kyai." Demikian ditegaskan pelaksana harian (Plh) Ketua Umum PBNU, Masdar Farid Mas'udi kepada NU Online, Kamis (15/07) menanggapi fenomena kemenangan pasangan capres SBY-Kalla di Jatim.

<>

Bahkan, lanjut mantan Direktur P3M itu, fenomen ini mungkin merupakan bagian dari proses pendewasaan politik warga NU, yang diberikan kebebasan dalam menentukan pilihannya, ditambah sikap netral yang digariskan struktural Nahdlatul Ulama (NU) terkait dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004. "Dari langkah tersebut, warga NU bisa memilih siapa calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) sesuai dengan hati nuraninya," tegas Masdar.

Sebelumnya Rais Syuriah PBNU, KH. Tholhah Hasan di Tulungagung beberapa waktu yang lalu, mengatakan prihatin terhadap para kyai dan pesantren yang menjadi korban, karena dimanfaatkan sebagai mesin politik (modal kekuasaan) dalam pilpres kali ini.  Karena itu, mantan Menag itu meminta kepada para kandidat dan tim suksesnya agar tidak membawa-bawa nama kyai, yang kemudian dijual sangat murah untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya.

“Karena dampaknya kini sangat terasa, di mana suara kyai sudah tidak mandi (manjur) lagi. Umat NU banyak yang tidak mengikuti kata kyainya. Buktinya, di Jawa Timur cukup banyak masyarakat NU yang menyalurkan aspirasi politiknya ke SBY-Jusuf Kalla. Padahal, propinsi ini dikenal sebagai basis NU. Kalau kenyataannya suara ulama’ sudah diabaikan, berarti kita tengah menghadapi adanya kesenjangan antara pimpinan dengan umatnya,” tandas mantan rektor Unisma Malang ini. (cih)