Warta

Masdar: Fikih Alami Penyempitan

NU Online  ·  Sabtu, 24 Mei 2008 | 11:16 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU KH Masdar F Mas’udi berpendapat Ilmu Fikih dalam Islam yang merupakan panduan dalam berperilaku yang dulunya sangat komprehensif kini mengalami penyempitan hanya sekedar fikih ibadah.

“Ini telah menyebabkan keterbatasan, sempit dan kaku sehingga perbedaan dalam tata cara peribadatan saja dipersoalkan,” katanya dalam acara Halaqah Penyusunan Buku Landasan Konsepsional Penganganan Bencana Berbasis Komunitas dalam Perspektif Islam di Jakarta, Sabtu (24/5).<>

Akibatnya, ibadah yang dulunya dianggap sebagai simbol akan ketundukan dan pengabdian manusia kepada Allah telah kehilangan maknanya karena sudah menjadi tujuan. Penyempitan makna ini juga terjadi dalam dunia tasawwuf yang lebih memperhatikan persoalan-persoalan tata cara ibadah, tetapi tasawwuf sebagai sebuah mentalitas dan penataan hati kurang diperhatikan.

Saat ini, menurut Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat sangat sulit mencari orang yang mau mengorbankan diri, memiliki etos kerja yang baik dan penuh amanah.

“Negara kita hancur bukan karena kekurangan orang yang beribadah, tetapi masalah mentalitas,” tandasnya.

Empat Dimensi Agama

Ajaran agama menurutnya dapat dibagi dalam empat dimensi yang meliputi keyakinan, peribadatan, hubungan kemanusiaan, dan peradaban.

Pada aspek keyakinan, manusia dan akal kurang memiliki peranan karena sifatnya akidah seperti keyakinan bahwa tuhan itu satu. Dalam Islam, ini direpresentasikan dengan rukun iman. “Masuk akal atau tidak, ini harus diterima,” katanya.

Aspek peribadatan juga bersifat doktriner, kreatifitas manusia juga dibatasi karena sudah ada aturan baku yang harus dilaksanakan dalam menyembah kepada tuhan. Selanjutnya, pada aspek hubungan antar manusia, ini merupakan cara mengekpresikan keimanan melalui hubungan sesama manusia.

“Peradaban terkait pada upaya memakmurkan bumi. Pada aspek inilah upaya penanganan bencana dilakukan,” tandasnya.

Islam Menghargai Tradisi

Masdar juga menyatakan bahwa Islam sangat menghargai tradisi, baik tradisi umat terdahulu maupun tradisi lokal. Ia merujuk pada sebuah hadist yang mengatakan bahwa Islam yang dibawa Rasulullah merupakan satu buah bata yang menyempurnakan bangunan yang sudah ada sebelumnya. “Karena itu, Islam juga menghargai tradisi sebelumnya dan tradisi lokal seperti yang dilakukan oleh NU,” paparnya. (mkf)