M. Maksum: Home Industri Bangkrut, Karena Negara Memble
NU Online · Sabtu, 2 April 2005 | 08:59 WIB
Jakarta, NU Online
Tanpa perlindungan negara, industri apapun yang dibangun di tengah-tengah persaingan yang sangat ketat, dan pertumbuhan ekonomi yang rendah, pasti akan runtuh. Kebangkrutan yang dialami ratusan home industry (Industri Rumah Tangga) sepatu di Kota dan Kabupaten Mojokerto menunjukkan besarnya kemunduran industri di dalam negeri saat ini akibat tidak adanya perlindungan negara.
"Bagaimana mungkin Industri Rumah Tangga sepatu mampu bersaing di pasar, wong negara sengaja membiarkannya tanpa proteksi, padahal saingannya dari luar negeri harganya lebih murah," kata Direktur Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK-UGM) Dr. Ir. M. Maksum,M.Sc kepada NU Online via telepon, Sabtu (2/04).
<>Menurut Maksum, permasalahan mendasar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masalah ketenagakerjaan. "Kalau sektor pertanian tidak kompetitif, berarti negara harus mampu menciptakan lapangan kerja di luar sektor pertanian, untuk itu industri-industri lokal harus didukung pengembangannya, supaya mampu menyerap banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap di sektor pertanian," tuturnya.
Apa bentuk dukungan nyata negara untuk itu, menurut Maksum, negara harus memberikan pembinaan, membantu pembiayaan, teknologi dan proteksi, supaya tidak tergilas kehadiran produk-produk dari industri besar. "Itu seharusnya, kenyataannya, jangankan bantuan biaya dan pembinaan, proteksi saja tidak," ujar Maksum terheran-heran.
"Ini aneh, sudah ada menteri urusan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), industri rumah tangga tetap saja bangkrut, ini kan namanya negara hanya memble (tidak berbuat apa-apa: Red.)," tambahnya.
Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota dan Kabupaten Mojokerto, saat ini, dari 376 unit home industry sepatu di Kota Mojokerto hanya 3 home industry yang masih beroperasi, selebihnya telah ditutup oleh pemiliknya. Sedangkan di Kabupaten Mojokerto, dari 196 unit home industry sepatu yang ada, kini hanya 4 unit yang masih beroperasi. Salah satunya, home industry sepatu milik H Jamil di Desa Kedungpring, Kecamatan Sooko dan H Priyo yang berada di Desa Brangkal.
"Kita bisa membayangkan bagaimana besarnya multyplier effect (dampak gandanya) atas bangrutnya ratusan home industry. Bila satu home industry menyerap 100 tenaga kerja, penderitaannya tidak hanya ditanggung oleh pekerja itu sendiri tapi sekian anak, suami, istri, dan orang tua baik untuk biaya hidup atau untuk makan sehari-hari. Padahal yang bangkrut sekitar 565 home industry, itu kan membuat puluhan ribu jiwa," ulas Maksum.
Tudingan Maksum bahwa negara dalam hal ini menjadi biang kehancuran industri-industri lokal, khususnya sepatu memang tidak berlebihan, sebab tanggapan yang hampir sama juga dikemukakan oleh Ketua Koperasi Persepatuan Brawijaya Drs Imam Ghozali. Menurutnya, terpuruknya home industry sepatu di Mojokerto ini selain diakibatkan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia, juga disebabkan masuknya produk-produk sepatu dari China.
“Harga sepatu dari Cina lebih murah, tanpa ada proteksi dari pemerintah,” kata Ghozali.
Sudah jelas, bahwa krisis ekonomi dan masuknya sepatu produk-produk Cina, perannya dalam kehancuran industri sepatu lokal di Mojokerto bukan sebagai faktor penyebab. Justeru negara yang menjadi biangkeroknya karena tidak melindungi industri yang menyerap ribuan tenaga kerja borongan.
Kemunduran home industry sepatu tersebut diungkapkan pula oleh Eni Firdaus. Menurut pengusaha sepatu ini, perusahaannya hanya memproduksi kurang lebih 700 pasang sepatu per hari. Jumlah tersebut tentu jauh lebih kecil dibanding dengan produksi periode 1995- 2000 yang mencapai 4.000 pasang sepatu per hari. “Sampai-sampai kita kuwalahan melayani pesanan, baik pesanan lokal maupun ekspor,” ungkapnya.
Eni menjelaskan, waktu itu usaha sepatunya mampu menyerap sekitar 150 tenaga kerja. Tetapi sekarang, hanya menampung sekitar 40 tenaga kerja yang berasal dari desa setempat. “Karena dulu selain jual ke pasar lokal juga memasarkan ke luar negeri seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Belanda, Jerman, Selandia Baru dan Malaysia,” terangnya.
Tetapi sekarang, industri sepatu di Mojokerto hanya memasarkan produknya ke pasar lokal dan regional seperti Surabaya, Bali, Kupang, Makassar, Manado, Palembang, Bontang dan Jayapura. “Sudah tidak seperti dulu, sekarang dapat bertahan saja sudah bagus. Pengusaha yang kecil-kecil sudah banyak yang gulung tikar,” tandas Eni.
Bagaikan peribahasa, "Sudah Jatuh Tertimpa Tangga", Home industry sepatu yang bangkrut, karena ti
Terpopuler
1
Isi Akhir dan Awal Tahun Baru Hijriah dengan Baca Doa Ini
2
Istikmal, LF PBNU Umumkan Tahun Baru 1447 Hijriah Jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025
3
3 Jenis Puasa Sunnah di Bulan Muharram
4
Data Awal Muharram 1447 H, Hilal Masih di Bawah Ufuk
5
Niat Puasa Muharram Lengkap dengan Terjemahnya
6
Trump Meradang Usai Israel-Iran Tak Gubris Seruan Gencatan Senjata
Terkini
Lihat Semua