Warta

Kongres GP Ansor Berjalan Ricuh

NU Online  ·  Ahad, 3 April 2005 | 12:25 WIB

Jakarta, NU Online
Suasana kongres GP Ansor ke XIII yang sebelumnya terkesan monoton mengalami kericuhan pada hari terakhir ketika membahas tata tertib pemilihan ketua umum dan ketika terjadi proses pemilihan ketua umum (03/04).

Kericuhan terjadi dalam sidang yang dipimpin oleh Umar Syah yang menjadi ketua panitia kongres ketika membahas tata tertib pemilihan khususnya pada Pasal 4 yang menyebutkan bahwa pemilihan ketua umum akan dilakukan dengan voting apabila tidak ada calon ketua umum yang didukung 99 suara sedangkan pasal 4 b menyebutkan bahwa bila calon ketua umum hanya satu, maka akan ditetapkan ketua umum secara aklamasi.

<>

Dalam pembahasan pasal tersebut, salah satu pengurus Ansor dari Gorontalo meminta pemilihan ketua umum secara aklamasi saja karena dalam pandangan umum LPJ yang disampaikan oleh para ketua wilayah semuanya menerima dan mendukung kepemimpinan kembali Saifullah Yusuf.

Usulan ini membuat kubu Arvin Hakim Thoha memprotes dengan cara maju ke pimpinan sidang karena dinilai condong ke kubu Saifullah Yusuf. Aksi ini membuat kubu Saifullah Yusuf terpancing emosinya. Akhirnya dengan bacaan shalawat Badar dan peran para Banser dalam mengendalikan situasi, sidang kembali dapat dilanjutkan.

Pasal 4 a akhirnya dirubah menjadi pemilihan ketua umum dilakukan secara aklamasi sedangkan pasal 4 b dirubah menjadi apabila ketua umum tidak bisa terpilih secara aklamasi, maka pemilihan ketua umum akan dilakukan secara voting.

Kericuhan kedua terjadi ketika terjadi proses pemilihan umum. Sidang yang dipimpin oleh Dewan Penasehat Ansor Endin J. Soefihara menetapkan bahwa pemilihan ketua umum dilaksanakan secara aklamasi dengan penunjukan calon oleh para ketua wilayah yang akhirnya menunjuk Saifullah Yusuf sebagai ketua umum GP Ansor masa khidmat 2005 - 2010.

Kubu Arvin yang merasa didukung oleh cabang merasa bahwa mekanisme ini tidak fair karena cabang tidak memiliki hak suara. Beberapa sekretaris wilayah dan cabang juga mengungkapkan kekesalannya karena mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan,. Mereka berusaha untuk memasuki ruang sidang dan terjadi dorong-dorongan dengan Banser yang menjaga pintu masuk, akhirnya Arvin Hakim Thoha diizinkan masuk dengan ditemani oleh Banser.

Arvin memprotes bahwa pemilihan ketua umum PBNU saja dilakukan secara voting, mengapa Ansor sebagai badan otonom NU malah tidak. Setelah selesai persidangan tersebut, kedua kubu saling melakukan demo didepan ruang siding.

Sastrow Al Ngatawi yang memimpin unjuk rasa tersebut mengatakan bahwa kongres tersebut cacat hukum karena berjalan secara tidak demokratis. Sementara itu kubu Saifullah Yusuf mengatakan bahwa kongres ini telah berjalan secara konstitusional dan siap melaksanakan hasil kongres.

Untung saja, tidak ada kekerasan fisik yang terjadi. Ketika suasana mulai memanas, sholawat badar mulai berkumandang dimana-mana dan diikuti oleh para peserta maupun pendemo sehingga bisa mengurangi ketegangan yang terjadi.

Dalam kongres kali ini, banyak acara yang tidak sesuai dengan jadual yang ditentukan dan para peserta sendiri tidak tahu karena semuanya diumumkan secara tiba-tiba. Ceramah dari ketua umum PBNU sendiri jadualnya berubah sampai tiga kali yang seharusnya dijadualkan pada Jum’at 1 April pukul 20.45, akhirnya diumumkan perubahan jadual pada Sabtu pukul 09.00. selanjutnya masih ada perubahan lagi menjadi pukul 11.00 dan akhirnya baru terlaksana pukul 13.30.

Beberapa menteri yang dijadualkan hadir seperti Menteri Agama Maftuh Basuni, Menakertrans Fahmi Idris, dan Menko Kesra Alwi Syihab juga tidak datang.(mkf)