Kiai Muchit: Politikus ‘Lompat Pagar’ Bagai Muallaf
NU Online Ā· Senin, 4 Juni 2007 | 03:28 WIB
Jember, NU Online
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) asal Jember, KH A Muchit Muzadi nampaknya cukup gerah dengan perilaku politik kader kader NU yang belakangan gemar ālompat pagarā atau kerap berpindah partai politik. Menurutnya, perilaku politik lompat pagar itu, tidak baik dan secara perlahan akan merusak karirnya sendiri.
āBukan sombong, saya kalau mau pindah organisasi, mungkin dapat mobil baru. Tapi buat apa,ā ujar Kiai Muchitābegitu panggilan akrabnyaāseperti dilaporkan Kontributor NU Online di Jember MN Harisudin.
<>Kiai Muchit mengatakan hal itu saat menjadi narasumber pada Bedah Buku āAswaja An-Nahdliyahā di Aula Kantor Pengurus Cabang NU Jember, Jalan Imam Bonjol, Kaliwates, Jember, Jawa Timur, beberapa waktu lalu,.
Ia menambahkan, politisi yang suka pindah partai bagaikan orang muallaf (orang yang baru masuk Islam). Di manapun, katanya, orang muallaf itu pasti dikasihani dan disambut dengan sanjungan dan pujian oleh ākolegaā barunya.
Bahkan, menurut Kiai Muchit, bisa jadi momentum kepindahan itu dirayakan sedemikian meriahnya. Tapi sambutan itu hanya sekedar sambutan. āDengan kata lain, si muallaf itu tak akan diberi peran apa-apa,ā pungkasnya.
āBuktinya, ada tokoh pindah partai, yang tadinya ngincar Sekretaris Jenderal, akhirnya tidak jadi sekretaris, apalagi jenderal,ā tukasnya seolah menyindir kader Partai Kebangkitan (PKB) yang pindah ke partai lain.
Baginya, persaingan di dalam internal partai itu ketat dan banyak kader yang antre dari awal. Sehingga yang namanya muallaf sekaliber apapun, tetap tidak mudah diterima oleh internal partai itu sendiri. āWong masih ada kader asli, mengapa pilih yang masih muallaf,ā tuturnya.
Ia mengaku prihatin dengan kenyataan tersebut. Sebab, kecenderungan yang terjadi di partai, juga melanda kader-kader NU dalam berorganisasi. Katanya, mereka mau masuk Ikatan Pelajar NU, misalnya, langsung ingin jadi pengurus. Kalau tidak jadi pengurus, lalu membentuk organisasi sendiri.
āSehingga mereka membentuk IPNU Perguruan Tinggi. Mereka bukan tidak mau PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), tapi karena di PMII mereka jadi anggota baisa,ā tukasnya seraya berharap agar dalam berorganisasi para kader NU harus ikhlas, tidak mengejar posisi. (rif)
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua