Warta

Khittah NU Perlu Disempurnakan

NU Online  ·  Selasa, 13 Juli 2004 | 01:23 WIB

Tulungagung, NU Online
Rais Syuriah PBNU, KH. Tholhah Hasan dalam acara Forum Silaturrahim Warga NU Jawa Timur, di Ponpes Putra Menara Al-Fattah Mangunsari Tulungagung, Senin (12/7). mengemukakan, bahwa khittah NU sebaiknya disempurnakan lagi dalam forum Muktamar mendatang, sebab, khittah NU 1926 masih multi tafsir, sehingga banyak mengundang perdebatan di kalangan NU sendiri.

“Dalam Muktamar nanti memang diperlukan adanya penyempurnaan khittah. Hal itu harus dijelaskan lewat sebuah aturan yang bisa dipahami oleh semua pihak. Misalnya, ada semacam kontrak sosial, yang menyatakan, bagi pengurus NU yang terlibat dalam politik praktis, harus mengundurkan diri dari jabatannya di NU. Tetapi tidak akan meninggalkan NU,”tutur Tholhah.

<>

Menurut Mantan Menteri Agama era Presiden Gus Dur itu, pengertian politik NU ada tiga hal, pertama, politik kenegaraan, di mana warga NU bisa ikut andil dalam menciptakan bangsa dan negara yang adil, aman dan damai. Kedua, politik kerakyatan. Tekanan utamanya adalah pada pemberdayaan umat (masyarakat), mencerdaskan kehidupan bangsa dan menggalang ukhuwah yang baik. Ketiga, politik kekuasaan, yang orientasinya semata-mata untuk merebut kekuasaan atau jabatan publik.

“Saat ini NU lebih banyak tertarik pada politik kekuasaan, sementara politik kenegaraan dan politik kerakyatan, tidak begitu banyak mendapat perhatian. Padahal dalam kenyataannya telah membawa dampak yang kurang baik bagi NU sendiri. Apalagi para pengurus NU sekarang banyak yang terlibat menjadi tim sukses Capres-Cawapres. Oleh sebab itu, NU harus dikembalikan pada tujuannya semula, yakni khittah 1926,”papar Tholhah.

Ia sekali lagi mengingatkan agar NU tidak dimanfaatkan sebagai mesin politik (modal) kekuasaan dalam Pilpres kali ini. Tholhah juga meminta kepada para kandidat dan tim suksesnya agar tidak membawa-bawa nama kyai, yang kemudian dijual secara murah untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya. Kalau ini yang terjadi, para kyai dan pesantrenlah yang akhirnya jadi korban.

“Dampaknya kini sangat terasa, di mana suara kyai sudah tidak mandi (manjur) lagi. Umat NU banyak yang tidak mengikuti kata kyainya. Buktinya, di Jawa Timur cukup banyak masyarakat NU yang menyalurkan aspirasi politiknya ke SBY-Jusuf Kalla. Padahal, propinsi ini dikenal sebagai basis NU. Kalau kenyataannya suara ulama’ sudah diabaikan, berarti kita tengah menghadapi adanya kesenjangan antara pimpinan dengan umatnya,”tandasnya.

Tholhah mengaku pesimis, bahwa forum Muktamar akan dapat menyelesaikan semua problem yang kini sedang melilit NU tersebut. Ini disebabkan, peseta muktamar yang nota bene pengurus struktural NU, tidak sedikit yang sudah terkontaminasi politik. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan NU, tidak harus melulu dilakukan melalui organisasi formal. Namun, perjuangan-perjuangan lewat NU kultural perlu juga dikembangkan.(kd-whn)