Jakarta, NU.Online
Tingginya angka kerusakan hutan di Indonesia, mencapai 3,8 juta hektare/tahun, memiliki korelasi positif terhadap maraknya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di Tanah Air, kata pemerhati masalah sosial politik dan hukum di Kalimantan Timur.
Menurut Prof Sarosa Hamongpranoto, SH, M.Hum, di Samarinda, Selasa, seperti dikutip Antara menyatakan, kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia tidak lepas dari praktek KKN yang kini tetap marak terjadi di tengah masyarakat Indonesia.
<>Mantan Dekan FISIP Universitas Mulawarman Samarinda itu setuju dengan pernyataan direktur Forest Watch Indonesia (FWI) Togu Manurung yang menyatakan bahwa tingginya kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan besarnya penyimpangan berbagai aturan dan maraknya KKN di Tanah Air.
"Akar persoalan yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan yang luar biasa di Indonesia karena maraknya praktek KKN di Indonesia," kata Togu Manurung.
Prof Sarosa Hamongpranoto menambahkan, tidak salah apabila laju kerusakan hutan tertinggi di dunia itu dikaitkan dengan besarnya kasus KKN di Indonesia, sehingga banyak pihak asing menilai negeri ini sebagai salah satu negara korup di dunia, no-6 negra terkorup di dunia.
"Saya kira penilaian itu tidak salah, kalau saja hukum ditegakkan, KKN dalam pengelolaan hutan dihilangkan, dan pengawasan benar-benar dilaksanakan, tidak akan mungkin terjadi penyimpangan dalam pengelolaan hutan yang menyebabkan hancurnya hutan Indonesia," kata Sarosa.
Secara hukum, menurutnya, semua aturan pengelolaan hutan di Indonesia sudah banyak dan baik, hanya saja kelemahannya adalah pada pelaksanaan dan pengawasannya. Ia kemudian mencontohkan adanya undang-undang yang mengatur tentang lingkungan hidup, kemudian UU tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam, yang terbaru ada UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, namun kenyataannya kasus penyimpangan tetap terjadi.
"Bahkan kita menduga kuat aparat penegakan hukum mencari celah-celah dari pasal-pasal yang ada untuk melegalkan kegiatan pembabatan hutan," kata Sarosa. Menurutnya juga, persoalan KKN sebenarnya sudah membudaya dan cermin dari perilaku para elit pemimpin negara, sehingga banyak terjadi kasus penyimpangan dibiarkan mengambang.
Tegakan hukum
Hal senada dikatakan pemerhati kehutanan Kaltim yang juga Ketua Dewan Pendiri Pioner Kalimantan Timur, Iman Suramanggala, yang menilai bahwa aturan hukum pengelolaan kehutanan sudah sangat banyak dan memadai, sayangnya tidak pernah dilaksanakan.
"Sangat banyak pasal yang dapat menjerat pelaku perusakan hutan, termasuk perusahaan HPH, persoalannya, aparat penegakam hukum mengambil keuntungan dari kasus ini. Sudah menjadi rahasia umum aparat penegakam hukum juga bermain kayu," katanya.
Ia juga menyinggung maraknya kasus penyimpangan dana reboisasi (DR) di Kaltim, yang tingkat keberhasilannya hanya kurang dari 40 persen.Provinsi Kaltim melalui dana alokasi khusus (DAK) pada tahun 2002 dan 2003 mendapat kucuran dana untuk rehabilitasi hutan mencapai Rp190 miliar.
Menurutnya, bagaimana hutan Kaltim tidak rusak apabila dana untuk merehabilitasi hutan yang rusak dan porak-poranda akibat kebakaran hutan 1997-1998, yang mencapai luasan 5,2 juta Ha, ternyata juga disalahgunakan.
Dikemukakan Iman Suramanggala, modus penyalahgunakaan DR antara lain, mengklaim hutan yang masih bagus sebagai lahan kegiatan reboisasi, membayar bibit masyarakat dengan harga sangat murah dan memanfaatkan dana untuk membangun jalan dan jembatan, seperti yang terungkap di Kabupaten Kutai Timur.
"Tidak hanya sektor kehutanan, penyimpangan juga terjadi pada sektor lain, sehingga kita yakin, selama KKN merajalela, sulit bagi Indonesia untuk menjaga kelestarian dan keselamatan
hutan.
Sebelumnya FWI melansir bahwa kerusakan hutan di Indonesia sangat besar sumbangannya (lebih dari 20 persen) terhadap laju deforestasi hutan dunia yang saat ini diperkirakan mencapai 14 juta hektare per tahun. Pada periode 1950-2000 atau selama 50 tahun, tutupan hutan di Indonesia berkurang dari 162 juta hektare menjadi 98 juta hektare. Setengah dari luas tutupan hutan yang tersisa sudah mengalami degradasi, dan telah terfragmentasi oleh jaringan jalan, jalur dan akses lain. (Cih)***
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
3
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
4
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
5
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
6
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
Terkini
Lihat Semua