Warta PIDATO KEBUDAYAAN

Kenapa Agama dan Seni Dipertentangkan?

Sab, 24 November 2007 | 22:13 WIB

Jakarta, NU Online
Taman Ismail Marzuki (TIM) menggelar kembali mimbar "Pidato Kebudayaan" tahunan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Pusat Kesenian Jakarta itu pada Rabu, 28 November 2007 mendatang. Tema yang diusung kali ini adalah "Spiritualisme dan Kebebasan Berkesenian" yang akan dibawakan oleh Zawawi Imron.

Sosok Zawawi Imron di mata para pengelola TIM adalah seorang yang sedang mendalami spiritualitas sekaligus sebagai pelaku kesenian. Pidato Kebudayaan itu bertempat di gedung Teater Kecil TIM, Cikini Raya, pada pukul 19.30 WIB.

<>

Pertanyaan penting yang diajukan kepada Zawawi adalah soal hubungan agama dengan kesenian. Kenapa seolah-olah agama dan seni dipertentangkan? Sepertinya ini diajukan oleh para seniman yang merasa sering terkekang kebebasannya oleh agama. Dengan agak sengit diajukan pertanyaan, apakah ajaran agama membuat manusia jadi anti-seni?

Ketua Pengurus Harian Dewan Kesenian Jakarta, Marco Kusumawijaya, dalam rilis pers yang dikirimkan ke NU Online, Jum'at (23/11) menyatakan, salah satu hal perlu direnungkan lagi saat ini adalah soal hubungan antara kesenian dan spiritualitas. Mungkin spiritualitas di sini dimaksudkan sebagai poin terpenting yang juga ada dalam ajaran agama. Sementara, katanya, salah satu aspek dari hubungan itu adalah soal kebebasan.

Menurut Marco, kesenian justru hanya dapat diminta bertanggung jawab dalam melakukan peran kritisnya ketika ia memiliki kekebasan. Lalu, peran kritis itu diperlukan bagi renungan terus menerus untuk kemanusiaan senantiasa bergerak, sehingga tidak ada akhir sejarah.

Namun, di lain pihak, tambahnya, peran peran kritis itu akan mengguncang sendi-sendi tertentu yang bagi sebagian orang tidak menyenangkan. "Kiranya di sinilah letak pertentangan potensial antara seni dan agama sebagai dua bentuk spiritualitas," katanya. Dan, Zawawi Imran bertugas menjelaskan persoalan rumit semacam itu dengan bahasa pidato yang berapi-api. (nam)