Warta

Kebangkitan Islam Diharapkan Lahir dari Indonesia

NU Online  ·  Senin, 9 Februari 2009 | 12:19 WIB

Surabaya, NU Online
Ketua PBNU Masdar Farid Mas’udi meyakini bahwa kebangkitan Islam itu bisa dan harus dimulai dari Indonesia. Untuk itu, NU mulai saat ini harus mempersiapkan diri untuk menyongsong kepemimpinan Islam Indonesia dimata dunia.

“Kebangkitan Islam harus dimulai dari Indonesia, dan sekarang ini kita sedang ditunggu dunia”, katanya dalam acara Kajian Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Kiswah) yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim di Ruang Salsabila kantor PWNU Jatim, Sabtu (7/2).<>

Sejauh ini, dari berbagai negara Islam di dunia, belum ada yang secara lengkap memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin dunia Islam, kecuali Indonesia.

“Iran tidak mungkin menjadi pemimpin dunia, karena Syiah, sementara dunia Islam Sunni, Mesir juga tidak, karena tidak punya sumber daya, Turki, punya
beban sejarah, Arab Saudi juga tidak, sebagaimana kita tahu,” katanya.
 
Ditambahkannya, “Indonesia walaupun hasil minyaknya kalah dari Timur Tengah, kekayaan alamnya luar biasa, penduduk Islamnya terbanyak, letak geografis yang strategis, dan corak pemikiran Islamnya yang moderat.”
 
NU sebagai ormas terbesar moderat untuk menyongsong kebangkitan Islam itu harus lebih tertib, dan  modern dan dipersyaratkan harus diisi oleh kelengakapan tiga unsur yaitu lapisan terpelajar, dan peran mutlak kiai.
 
“NU Harus ada tiga  unsur penyanggga utama, pertama kalangan professional agar menjamin oraganisasi  tegap, kemudian ulama dan kiai berwawasan yang  punya kredibilitas moral, dan peran  spiritual mutlak wali, yang selalu berdo’a dan menangis untuk ummatnya,” ujarnya.
 
Hemat Masdar lima tahun ke depan ini adalah semacam pertaruhan bagi NU, yang harus membenahi diri secara mendasar. “Kalau tidak ada pembenahan mendasar, maka saya pesimis, karena lima tahun ke depan, akan menjadi pertaruhan, tapi masih ada waktu untuk memperbaiki,” imbuhnya.

Dalam kaitan dengan penguatan peran ke NU an, NU harus dipelajari dan diajarkan di semua kalangan termasuk pesantren. “Harus ada pengenalan, NU-isasi, bukan hanya doktrin  keaswajaan, tapi ada pelajaran ke-NU-an, dan di pesantren juga harus ada IPNU IPPNU.
 
“Kita tempatkan pesantren sebagai sumber kultural juga  sebagai pabrik sumberdaya dan masjid sebagai pusat gerakan,” tandasnya. (yus)