Warta

Hilang Rp31 Trilyun Akibat gangguan Jiwa

NU Online  ·  Ahad, 12 Oktober 2003 | 06:13 WIB

Jakarta, NU.Online
Penduduk Indonesia kehilangan pendapatan Rp31,9 triliun setahun akibat mengalami gangguan jiwa yang menjadikan waktu kerja hilang dan  tidak bisa bekerja.

"Data hasil penelitian Balitbang Depkes pada 1997 bahwa 600 ribu jiwa penduduk RI mengalami gangguan jiwa sehingga dalam setahun kehilangan enam juta hari kerja atau Rp31,9 triliun," kata guru besar FKM-UI Prof Dr Ascobat Gani di Jakarta, Sabtu sore.

<>

Seusai penutupan  Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa (KNKJ) II, Ascobat mengatakan, data Depkes hanya berdasar jumlah penderita ganguan jiwa yang berobat ke rumah sakit (RS) atau dokter ahli jiwa. "Jika diambil dari estimasi WHO bahwa satu dari empat orang menderita gangguan jiwa, maka di Indonesia terdapat sekitar 50 juta jiwa penduduk yang mengalami gangguan jiwa sehingga banyak kehilangan pendapatan  dan biaya berobat," katanya.

Dia mengharapkan, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota untuk menyediakan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat yang melibatkan berbgai profesi, mulai psikiater, psikolog dan ahli sosial, sehingga masyarakat  terpenuhi pelayanan kesehatan jiwa.

Sementara itu, Ketua KNKJ II dr G Pandu Setiawan, SpKJ menyatakan, KNKJ II di Jakarta, 9-11 Oktober 2003 berhasilmenyepakati "Deklarasi Borubudur" yang ditandatangani wakil sejumlah LSM dan organisasi profesi peserta KNKJ II.

"Deklarasi antara lain berisikan segenap LSM dan organisasi profesi bertekad dan bekerjasama  untuk mewujudkan masyarakat sehat jiwa bangsa sebagai modal sosial pembanguan bangsa yang kuat dan
bermartabat," katanya. 

Segenap LSM dan organisasi profesi menyepakati untuk
meningkatkan sosialisasi kesehatan jiwa kepada masyarakat sesuai bahasa lokal sehingga masyarakat memahami dan membutuhkannya.

Penandatanganan deklarasi, antara lain dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Himpunan Psikologi
Indonesia (HIMPSI), Ikatan Rumah Sakit Jiwa Indonesia (IRJI), Jejak Jiwa dan Yayasan Kirti Mahayana.

Menurut Pandu, hasil simposisum pada KNKJ II, mendapat kesimpulan bahwa kesehatan jiwa masyarakat perlu dimasyarakatkan ke seluruh Indonesia karena tidak hanya menyangkut masalah biomedis, tetapi sudah meluas menjadi masalah psikososial budaya.

Dia menegaskan, anak-anak saat ini yang melihat perilaku tercela sebagian masyarakat, seperti penggunaan narkoba, tindak kekerasan dan korupsi,  harus mendapat perlindungan kesehatan
jiwanya agar tumbuh menjadi generasi berkualitas.

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1998, prevalensi gangguan jiwa di Indonesia 264 orang per 1.000 penduduk terbagi atas psikosis (3/1000), demensia (4/1000),  mental (5/1000), emosional usia 15 tahun ke atas (140/1000) dan emosional usia 5-14
tahun (114/1000).(Cih)