Warta

Hasyim Bertemu Presiden Sudan, Bantu Perdamaian di Darfur

NU Online  ·  Rabu, 13 Februari 2008 | 22:19 WIB

Khartoum, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdaltul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi bertemu Presiden Sudan Omar Al-Bashir di Khartoum, Rabu (13/2). Pertemuan orang nomer satu di NU itu dilakukan untuk membantu upaya perdamaian atas konflik berkepanjangan di Darfur, Sudan Selatan.

Dalam pertemuan pada pembukaan Al-Majlisul a'la li Da'watil Islamiyah, Hasyim menyatakan mendukung segala penuh upaya penyelesaian konflik agar korban nyawa tak terus berjatuhan.<>

”PBNU mendukung penyelesaian konflik di Darfur atau Sudan Selatan melalui diplomasi dan politik dalam negeri Sudan,” ungkap Hasyim yang juga Presiden World Conference of Religions for Peace dalam ceramah sekira 15 menit itu.

Namun demikian, Hasyim meminta kepada pemerintah Sudan agar penyelesaian konflik tersebut tak melibatkan pihak asing. Satu-satunya yang relevan hanya (PBB) Perserikatan Bangsa-Bangsa,” pungkasnya.

Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu menambahkan, Sudan merupakan negara Islam yang mayoritas penduduknya beraliran Sunni. Meski menerapkan Islam formal, Sudan juga merupakan negara demokratis dan menghargai kalangan non-muslim.

Situasi di Darfur belakangan ini, menarik perhatian banyak pihak. Bagi sebuah negara di Afrika, perhatian ini tentu saja bukan hal biasa. Apalagi Presiden Amerika Serikat Goerge W Bush dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair berkali-kali memberikan komentar tentang negeri ini.

Hinggga kini, diperkirakan ratusan ribu orang terbunuh dalam konflik tersebut. Diduga ada motif ekonomi dan campur tangan asing dalam konflik tersebut.

Selain membawa agenda penyelesaian konflik Darfur, kunjungan Hasyim ke Sudan juga dalam rangka meningkatkan hubungan kerja sama antara negara tersebut dengan NU.

Menariknya dari kunjungan tersebut, ungkap Hasyim, muncul ketertarikan sebagian warga negara Sudan yang ingin menjadi anggota NU.

”Saya katakan, sampai saat ini, yang masuk NU hanya WNI (Warga Negara Indonesia). Tidak tahu bagaimana Muktamar NU yang akan datang, apakah hal tersebut bisa diterima atau tidak,” ujarnya. (rif)