Warta

Hak Angket Mengemuka Dalam Sidang Paripurna Hari Ini

NU Online  ·  Kamis, 24 Maret 2005 | 05:24 WIB

Jakarta, NU Online
Masa Persidangan III DPR-RI yang dimulai sejak 10 Januari 2005 resmi  ditutup dalam Sidang Paripurna, Kamis, pukul 09.00 pagi ini (24/03). Mulai besok anggota DPR-RI memasuki masa reses hingga 1 Mei 2005. Menurut sumber-sumber NU Online di DPR-RI, selain masalah program legislasi nasional, penggunaan Hak Angket DPR-RI untuk menyoal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kasus Lelang Gula Ilegal mendapat perhatian serius dari pimpinan Dewan.

Menurut sumber NU Online, subtansi usulan Hak Angket (penyelidikan) tersebut adalah perlunya dilakukan penyelidikan terhadap apa yang terjadi dengan adanya keputusan Pemerintah tersebut. Penggunaan Hak Angket oleh Dewan dipandang merupakan wujud kepedulian Dewan dalam rangka menyuarakan aspirasi masyarakat sekaligus dalam rangkan melaksanakan fungsi pengawasan seperti telah diatur oleh UUD 1945.

<>

Apa pentingnya masalah Lelang Gula Impor Ilegal tersebut? Berdasarkan hasil riset NU Online atas surat usulan Penyampaian 2 Hak Angket yang ditujukan kepada para anggota Dewan, Nomor: RU.02/1865/DPR RI/2005 tanggal 15 Maret 2005, di sana disebutkan, bahwa penyimpangan dalam kasus Lelang Gula Ilegal telah menjadi perhatian luas masyarakat Indonesia karena tiga hal: pertama adanya rekomendasi Jampidsus Kejaksaan Agung yang mengutip "petunjuk Wapres RI" untuk melelang  gula sehingga berubah menjadi kasus hukum dan konstitusi di tingkat elit politik yang didukung sejumlah pernyataan kontroversial Jakgung RI menyangkut langsung kebijakan penting pemerintah yang bersifat strategis; kedua, keterlibatan PT Angel Product sebagai pemenang lelang yang mendapatkan modal dari PT Artha Graha pimpinan Tommy Winata; ketiga, adanya protes dari Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, HKTI, APTI, Dewan Gula Indonesia, Balai Lelang, Bulog, Standard Chartered Bank, Phoenix Commodities, Sucofindo, sejumlah LSM, dan rekomendasi Komisi VI DPR-RI yang dinafikan Kejaksaan Agung RI, dan Keempat adanya sejumlah kejanggalan, kecurangan, dan dugaan tindakan kriminal yang melatar belakangi dan mendukung kasus tersebut.

Dalam proses menuju lelang, misalnya, dikatakan oleh Anggota DPR RI dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Imam Anshori Saleh akhir Januari lalu (NU Online, 25/01), bahwa terdapat sejumlah  indikasi penyimpangan dalam proses lelang gula ilegal hasil sitaan Kejaksaan Agung. Di antaranya, menurut mantan wartawan yang akrab dipanggil Mas Imam ini, pengumuman lelang yang disebut-sebut dilakukan di Harian Jakarta, pada 29 Desember 2004 hingga 3 Januari 2005 ternyata tidak pernah ada. Selain itu, kalaupun pengumuman itu benar-benar ada, waktunya terlalu pendek, hanya 6 hari, itu pun dipotong dua hari libur kerja, yaitu tanggal 1-2 Januari 2005 yang jatuh pada hari Sabtu dan Minggu. Jadi dengan pengumuman yang terlalu pendek waktunya, proses lelang dipastikan hanya akan melibatkan perusahaan yang sangat terbatas. Termasuk tidak dilibatkannya Bulog dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dalam proses lelang tersebut.

Dikeluarkannya disposisi Jaksa Agung yang berarti  lelang gula ilegal dengan harga Rp 2.100 per kilogram itu menjadi sah. Meskipun harga tersebut jelas-jelas merugikan petani, karena harga gula petani lokal saat itu sudah berada pada posisi Rp 3.410 per kilogram.

Dari lelang  gula ilegal sebesar 56.343 ton yang menghasilkan uang lebih dari 118 miliar itu, petani menderita  kerugian paling parah, apalagi bila dibandingkan dengan harga gula saat pelelangan yang sudah bertengger di atas Rp 4000 per kilogram, negara menderita kerugian yang sama parahnya dengan yang diderita petani, sebesar 118 miliar rupiah lebih. 

Besarnya dampak buruk yang diakibatkan Lelang Gula Ilegal jauh di bawah harga gula petani itu telah mendorong 16 anggota DPR-RI mengajukan Hak Angket untuk menyelidiki berbagai penyimpangan terkait dengan Lelang Gula tersebut. Mereka terdiri dari 8 anggota FKB, 3 anggota FPDIP, 3 FPAN, dan masing-masing 1 anggota dari FBR dan FBPD. Hal itu berarti telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan Tata Tertib DPR-RI Pasal 174 tentang Hak Angket yang menyatakan, bahwa Hak Angket DPR RI sekurang-kurangnya diajukan oleh 10 anggota dan terdiri dari sekurang-kurangnya 2 fraksi.

Hak Angket juga diajukan untuk menyoal  kebijakan kenaikan harga BBM yang saat ini betul-betul membuat rakyat menjadi semakin miskin, apalagi kebijakan tersebut diambil tanpa mengindahkan seruan dari Dewan. Karena itu, pemerintah dianggap telah melanggar UU No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005, dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Keuangan Negara.

Menurut surat tersebut, sasaran yang ingin dicapai dalam penyelidikan berkaitan dengan kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM antara lain; keabsahan yuridis dikeluarkannya kebijakan menaikkan harga BBM, aspek good governance dalam pelaksanaan