Warta

Gus Mus : Istilah Kyai Sudah Salah Kaprah

Sen, 4 April 2005 | 02:23 WIB

Cirebon, NU Online
Rais Syuriah PBNU KH Mustofa Bisri atau yang dikenal dengan Gus Mus mengungkapkan, istilah "kyai" telah digunakan salah kaprah karena sebenarnya kyai adalah sebuah istilah khas budaya Jawa yang mempunyai makna orang terhormat di tengah masyarakat yang selalu melihat umat dengan mata kasih sayang.

"Itu pendapat pribadi saya setelah saya pelajari dari mulai Imam Nawawi di Banten sampai Kyai Sepuh kita, dan saya tidak perlu pusing-pusing melarang pemakaian kyai kepada orang lain, wong sudah salah kaprah kok," katanya saat memberikan sambutan "segar" pada  Haul Pondok Buntet Pesantren di Kabupaten Cirebon, Sabtu (2/4) malam.

<>

Ia menjelaskan, dalam budaya Jawa sebutan kyai pada zaman dahulu tidak hanya menyangkut orang, tetapi juga benda yang dianggap terhormat seperti Kyai Nogososro, sebutan untuk sebuah keris, Kyai Plered  sebutan sebuah tombak, dan Kyai Slamet, seekor kerbau yang dikeramatkan. "Jadi sebutan itu memang khas dalam budaya Jawa," katanya.

Tetapi hal terpenting, menurut Gus Mus, adalah sifat kasih sayang yang telah ditunjukkan para kyai zaman dalulu yang tanpa pamrih selalu membantu orang lain seperti memberikan tempat tinggal gratis bagi para santri, memberi modal bagi si miskin, dan mengobati orang sakit. "Kyai zaman dulu itu betul memanfatkan dirinya untuk masyarakat karena yang diikuti adalah Rasulullah (Muhammad SAW) yang oleh Allah SWT disebutkan mempunyai ciri yang paling menonjol adalah tidak tahan melihat penderitaan umatnya sehingga rela menolong dengan kasih sayang," katanya.

Karena itu, Gus Mus sendiri merasa heran melihat segelintir Kyai dengan pakaian seperti layaknya Rasulullah tetapi sikap dan perilakunya justru bertolak belakang dengan rasa kasih sayang terhadap orang lain. "Siapa yang dianggap kafir ya disikat.  Ya... untung Rasulllah tidak demikian, kalau iya... berarti yang Islam hanya Rasullullah karena saat itu semuanya memang kafir," katanya yang disambut gelak tawa hadirin.

Ia mengatakan, kegigihan Rasullullah melakukan "amar makruf nahi munkar" adalah dilandasi dengan rasa kasih sayang karena tidak tahan jika nanti umatnya di akhirat menjalani siksa akibat perbuatan dosa di dunia. "Jadi kalau ada orang melakukan amar maruf nahi munkar dengan landasan kebencian itu sama saja bohong dan bodoh," katanya.

Hal senada juga dipaparkan Ketua Tanfidziyah PB NU KH Hasyim Muzadi bahwa para wali dahulu juga berhasil menyebarkan ajaran Islam  dengan rasa kasih sayang dan benar-benar membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga tidak sampai terjadi pertumpahan darah atau peperangan. "Dengan haul ini, kita bisa mengambil ruh ulama sepuh dan merenungkan kembali bagaimana mereka bisa meng-Islam-kan Indonesia tanpa perang yang akhirnya diakui Raja Thailand," kata Hasyim yang beberapa hari sebelumnya bertemu Raja Thailand.

Kunci dari keberhasilan mereka, menurut Hasyim Muzadi, adalah mengetahui apa yang ada di hati rakyatnya dan kemudian bergerak bersama-sama mewujudkan keinginan rakyatnya itu. Hadir pada acara yang berakhir pukul 23:30 WIB itu Bakorwil Cirebon Ir H Tubagus Hisni MSc mewakili Gubernur Jawa Barat, Sekda Cirebon Drs Nunung Sanuhri, Kapolres Cirebon AKPB Drs Bambang Sukamto dan sekitar 2.000 jamaah dari berbagai kota di Jawa, Sumatera dan Madura. Seperti tahun-tahun sebelumnya, jalan sepanjang 500 meter menuju Pondok Pesantren  Buntet dijejali ribuan pedagang dan tidak kurang dari 10.000 orang berduyun-duyun menjejali pasar dadakan itu sehingga sepanjang jalan itu menjadi lautan manusia.  (atr/cih)