Warta

Gus Dur Ingatkan MA Tidak Menjadi "Banci"

Ahad, 19 November 2006 | 14:41 WIB

Bandarlampung, NU Online
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam Dialog Kebangsaan dengan kalangan akademisi, tokoh agama, aktivis LSM, parpol dan wartawan di Bandarlampung, Minggu, kembali mengingatkan perlu keberanian dan ketegasan (tidak banci) jajaran penegak hukum terutama Mahkamah Agung (MA) untuk cepat mengambil keputusan.

Gus Dur saat dialog di Harian Umum Lampung Post, menjawab pertanyaan aktivis perempuan SN Laila yang mencemaskan peraturan bernuansa agama kemudian berdampak buruk bagi kaum perempuan itu, menyebutkan sebulan sebelum dirinya lengser dari kursi Presiden RI sebenarnya telah mengambil kebijakan tegas soal-soal seperti itu.

<>

Menurut Gus Dur, hasil sidang kabinet saat itu, memutuskan agar peraturan termasuk peraturan daerah (Perda) yang dibuat oleh DPRD tingkat satu (provinsi) dan DPRD tingkat dua (kabupaten/kota), tidak ada masalah kalau di dalamnya mengandung ajaran agama tertentu (syariat Islam) asalkan tidak bertentangan dengan UUD 45.

Tapi kalau ada Perda maupun peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945, menurut Gus Dur, akan batal dengan sendirinya, diantaranya dikuatkan melalui putusan MA.   "Tapi itu akan terjadi kalau MA-nya tidak ’banci’, karena seharusnya MA yang memutuskannya dengan tegas," cetus Gus Dur pula.

Kalau kemudian peraturan yang lebih tinggi sudah ada, tapi nggak jalan, Gus Dur mengajak semua pihak yang masih peduli untuk mendorong bersama-sama agar peraturan tersebut bisa berjalan.

Ia sendiri mengaku, sekarang ini, dengan kondisi bangsa Indonesia dan pemerintahan sekarang yang masih menuai banyak persoalan, lebih banyak berjuang dengan berbicara saja. "Saya sekarang berjuang degan mulut saja, kalau tidak dilihat dan diperhatikan, ya tidak apa-apa," kata Gus Dur lagi.

Dia pun mencontohkan adanya Perda di Kabupaten Tangerang (Banten) yang dinilai bertentangan dengan UUD 45. "Bagaimana lagi, mau diapakan kalau ternyata MA-nya malah diam saja," ujar Gus Dur. Seharusnya masyarakat yang bersama-sama menentang dan menjalankan aturan yang lebih tinggi dan dapat menaungi semuanya.

Menurut Gus Dur, jangan sampai di Indonesia terjadi diktator mayoritas kepada kelompok minoritas atau sebaliknya, diktator minoritas kepada kelompok yang mayoritas, mengingat ketentuan dasarnya telah tercantum dalam UUD 45 dan Pancasila serta prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Gus Dur pun melihat kecenderungan kelompok-kelompok Islam sekarang ini yang merasa sedang dalam kondisi paling gawat, merasa Islam sedang terancam peradaban lain khususnya Barat.
"Pokoknya mereka menganggap nilai-nilai Islam yang paling baik di dunia dan nilai-nilai Barat yang justru cenderung menjadi global sekarang ini, harus ditolak mereka," kata Gus Dur.

Namun Gus Dur melihat pula, kebanyakan umat Islam di Indonesia lebih memilih diam meskipun sebagian diantaranya, terutama dimotori tokoh-tokoh Islam garis keras, terus saja menyuarakan kekhawatiran tersebut. (ant/mad)