Warta

GNKL-NU Dukung Revitalisasi Desa Berbasis Konservasi

NU Online  ·  Jumat, 12 Juni 2009 | 12:53 WIB

Jakarta, NU Online
Meskipun sudah merdeka lebih dari 60 tahun, ketimpangan pembangunan di kota dan desa masih sangat terasa, terutama di desa yang lokasinya dekat dengan hutan dengan akes yang sulit.

Mensikapi RUU Inisiatif Pembangunan Pedesaan, Gerakan Nasional Kehutanan dan Lingkungan (GNKL-NU) merasa perlunya sinkronisasi konseptual pola pembangunan yang akan dituangkan dalam UU tersebut dengan kondisi hutan dan tata guna lahan.<>

Upaya ini dilakukan melalui pertemuan nasional GNKL-NU cabang bersama dengan LSM Lingkungan Hidup serta departemen pemerintah yang terkait dengan pengelolaan daerah aliran sungai, kehutanan dan Perum Perhutani melalui workshop Rekalkulasi Hutan, Redesain Tata Guna Lahan dan Revitalisasi Pedesaan Berbasis Konservasi Menuju Terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan di Jakarta, 12-14 Juni.

Program Manager GNKL-NU Anas Taher mengungkapkan diperkirakan setiap tahunnya 2.8 juta hutan di Indonesia mengalami deforestasi akibat peningkatan kebutuhan akan sumberdaya lahan untuk menunjang pembangunan. Situasi ini menimbulkan risiko perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi dasar ekosistem.

“Pada akhirnya, ini akan menjadi beban ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia. Masyarakat internasional secara tidak langusng akan terkena dampaknya,” katanya, Jum’at (12/6).

Selama ini, pedesaan sebagai kawasan yang berdekatan dengan hutan dan memiliki lahan yang relative luas, masih termarginalkan, meskipun pembangunan sektor kehutanan ditingkatkan. Alih fungsi lahan di kawasan pedesaan juta telah mendorong laju kemiskinan dan peningkatan emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global.

“Kunci untuk menyelesaikan konflik pengelolaan huan dan lahan serta solusi dari problematika degradasi sumberdaya hutan dan lahan terletak pada kebijakan kelembagaan dan pendidikan masyarakat pedesaan yang didukung oleh sistem manajemen tata kelola dan tata guna yang aplikatif dan adaptif dengan sisi ekologi, ekolomi dan sosial,” tandasnya.

Anas berharap pertemuan ini mampu menghitung kembali besaran neraca sumberdaya hutan dan lahan terkait status, fungsi dan penggunaannya untuk mendorong keberpihakan pada pembangunan pedesaan serta membangun komitmen tata kelola hutan dan lahan, dan pedesaan bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Hadir dalam pertemuan ini Menteri Kehutanan MS Kaban, Dirut Perhutani Upik Rosalina Warsyin Syafii, Anida Haryatmo dari Kehati, Ida Fauziyah, anggota Pansus RUU Pedesaan, Dody Sukardi, Dewan Nasional Perubahan Iklim, dan perwakilan dari World Bank, USAID, Hanss Seidell Foundationn dan Uni Eropa. (mkf)