Garin Nugroho: Strategi Kebudayaan Lindungi Modal Sosial Dan Ekonomi
NU Online · Rabu, 10 November 2004 | 15:02 WIB
Jakarta, NU Online
Dalam kondisi apapun, negara membutuhkan strategi kebudayaan. Karena itu, pendapat orang yang mengatakan strategi kebudayaan hanya dibutuhkan saat negara makmur secara ekonomi adalah salah.
Demikian dikatakan pakar kebudayaan sekaligus sutradara untuk film-film diplomasi kebudayaan Garin Nugroho dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR-RI, Rabu (10/11).
<>“Dalam sejarah dunia ditunjukkan, bahwa strategi kebudayaan dipilih sebagai program pertama yang dilakukan negara-negara di Eropa, seperti Jerman dan Perancis saat negara-negara Eropa menderita kehancuran akibat Perang Dunia II,”kata pakar kebudayaan ini.
"Sebagaimana Jerman, dan Perancis, Jepang pun mampu bangkit dari kehancuran akibat Perang Dunia II dengan strategi yang sama,"tambahnya.
Karena itu, Garin mengatakan, pendapat yang menempatkan strategi kebudayaan hanya cocok dilaksanakan saat negara sudah makmur adalah pendapat yang salah kaprah. “Salah kaprah karena yang dipikirkan ekonomi dululah, kenyang dululah, padahal itu hanya bersifat jangka pendek, sementara kuatnya ancaman yang muncul dari seluruh penjuru dunia hanya bisa dihadapi dengan pendekatan strategi kebudayaan yang tepat,”ujarnya.
Garin Nugroho diundang dalam rapat tersebut sebagai pakar kebudayaan untuk memberikan pendapatnya mengenai berbagai masalah kebudayaan yang harus diselesaikan departemen kebudayaan dan pariwisata saat ini. Selain Garin, sedianya yang akan bersama-sama memberikan analisis persoalan budaya nasional adalah Ignas Kleden dan Prof Dr Syafrin Sairin. Namun sampai dengan penundaan RDPU selama kurang lebih 5 menit lebih lambat dari jadual, hanya Garin Nugroho yang menghadiri rapat tersebut.
Menurut sutradara yang juga ketua Science Esthetica Technology (SET) sebuah yayasan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memproduksi iklan layanan masyarakat seperti Iklan Seruan Pemilu dengan kata “Inga-Inga” sebagai kata kuncinya ini, bahwa salah satu penyebab banyak orang di Indonesia terjebak dalam pandangan-pandangan pragmatis dan jangka pendek adalah karena banyak orang melihat kebudayaan sebagai kesenian semata-mata. Padahal strategi kebudayaan itu menyangkut seluruh produk kebudayaan, baik itu karakter, intelektual, produk-produk yang industri, produk penemuan baru. Selain itu, lanjutnya, kebudayaan juga menyangkut nilai-nilai keutamaan yang menyangkut cara berpikir, bereaksi dan menanggapi suatu bangsa, yaitu nilai-nilai utama, misalkan disiplin, toleransi, karakter, atau lebih pada character building. “Inilah sesungguhnya strategi kebudayaan itu,”tandasnya.
Bila strategi kebudayaan menyangkut seluruh produk kebudayaan dan nilai-nilai keutamaan, bagaimana membangun strategi kebudayaan? Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari anggota Dewan, Garin menjawab, biasanya suatu bangsa membangun dua aspek dalam strategi kebudayaan, yaitu menyangkut produk kebudayaan langsung, yang bersifat intelektual intinya, dan produk yang menyangkut nilai-nilai keutamaan berbangsa, seperti disiplin, toleransi, respek (nilai – nilai penghargaan atau penghormatan: Red.).
Garin pun menjelaskan tentang cara Amerika membangun strategi kebudayaan pada tahun 1970, saat di mana Amerika mengalami krisis intelektual dan ketidaksopanan generasi usia sekolah kepada guru. Garin mengatakan, pada waktu itu pada produk intelektual, ternyata nilai matematikanya lemah. Tapi matematika tanpa nilai respek juga tidak mungkin, kalau murid-muridnya tidak mempunyai penghormatan sama sekali kepada gurunya. Maka pada tahun 1970 Amerika pada produk kebudayaan intelektual mendorong matematika dan membaca untuk wilayah-wilayah kulit hitam dan Hispanik, kemudian pada keutamaan bangsa ada strategi jangka panjang dan jangka pendek untuk menanamkan nilai-nilai respek dalam kehidupan berbangsa dijalankan di seluruh aspek kehidupan. “Nah, ini adalah suatu contoh, di mana ada suatu program yang disebut strategi kebudayaan di dalam mengelola produk-produk kebudayaan,”paparnya.
Masih terkait dengan strategi kebudayaan itu, kata Garin, kalau dilihat dalam film-film buatan televisi publik Amerika, itu kan berprogram betul. Lima tahun pertama untuk masyarakat Afro Afrika yang kulit hitam, yang membacanya kurang, lima tahun kedua untuk masyarakat Hispanik yang membacanya kurang.
“Apakah kita memilik strategi kebudayaan dalam keutamaan bangsa dan nilai-nilai perke
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
3
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
4
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
5
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
6
Sejumlah SD Negeri Sepi Pendaftar, Ini Respons Mendikdasmen
Terkini
Lihat Semua