Ekspor Beras Harus Dihentikan agar Tidak Merusak Pasar Domestik.
NU Online · Sabtu, 7 Februari 2009 | 11:40 WIB
Hari-hari ini muncul lagi pro-kontra mengenai gairah ekspor beras, memang pantas sekali kalau hal itu menyulut kontroversi. Pada tingkat publik jelas masih muncul tanda tanya besar terkait dengan syahwat eksportasi beras.
Ketua Pengurus Wilayah NU Daerah Istimewa Yogyakarta Prof Dr Muhammad Maksum meminta rencana ekspor beras ini sebaiknya dibatalkan karena dikhawatirkan akan merusak pasar domestik.<>
“Ekspor beras harus dibatalkan, lebih baik beras lokal itu digunakan untuk mengganti raskin yang selama ini kualitasnya jelek dan hanya untuk habiskan stok yang basi. Ini tidak lebih merupakan balada ekspor beras nasioanal yang akan merusak pasar domestik,” katanya kepada NU Online, Sabtu (7/2).
Guru Besar Pertanian Universitas Gajah Mada ini menjelaskan ekspor-impor beras selama ini kelewat sarat dengan tujuan rente ekonomis dibalik dalih-dalih amat populistik.
“Banyak pertanyaan panjang dan tanpa jawaban tentang kebenaran swasembada dan implikasi kesejahteraan bagi rakyat, tani dan kaum miskin akibat tidak jelasnya kebijakan perberasan nasional yang pro elite bangsa,” terangnya.
Kebijakan pemerintah dalam masalah perberan nasional memang selalu berganti-ganti. Pada tanggal 29 Desember 2007 perberasan nasional diwarnai dengan keputusan yang menurunkan bea masuk impor beras sebesar 18,2% dari Rp 550/kg menjadi Rp 450/kg.
Semangat penurunan itu adalah pro impor, karena itu menimbulkan kontroversi. Februari 2008, paket kebijakan pangan masih menegaskan ulang angka cukai ini: demi memudahkan impor. Hanya sebulan berselang Indonesia telah kebanjiran beras impor. Tentu hal ini sangat merugikan petani.
“Persoalannya kenapa pemerintah saat itu tega melakukan impor beras yang berakibat menghancurkan pertanian nasional,” paparnya.
Selanjutnya, kini muncul wacana mengekspor beras dengan alasan Indonesia sudah mengalami swasembada pengan. Kebijakan itu memunculkan banyak pertanyaan antara lain
“Benarkah surplus beras cukup aman bagi eksportasi, sehingga tidak mengganggu sistem distribusi. Padahal tanpa ekspor saja perdagangan beras sudah selalu amburadul,” ujarnya.
Pertanyaan lain juga muncul terkait dengan apakah semangat eksportasi ini sebagai pemantapan terhadap sistem pangan domestik, rente ekonomi atau sekadar politis. Iktikad yang sebenarnya dari tujuan ekspor ini sungguh sangat sulit dipahami.
Implikasi kesejahteraan bagi rakyat, tani dan kaum miskin, ketika ekspor beras dilakukan juga masih belum diketahui dengan pasti, apakah ini sekedar untuk mendongkrak daya hidup dan kesejahteraan aparat dan otoritas pangan?
“Asumsi yang dibesar-besarkan bahwa ekspor tidak akan mengganggu pasar domestik, sama sekali tidak terbukti,” tegasnya. (mkf)
Terpopuler
1
Aliansi Masyarakat Pati Bersatu Tetap Gelar Aksi, Tuntut Mundur Bupati Sudewo
2
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
3
Harlah Ke-81 Gus Mus, Ketua PBNU: Sosok Guru Bangsa yang Meneladankan
4
Obat bagi Jiwa yang Kesepian
5
Innalillahi, A'wan Syuriyah PWNU Jabar KH Awan Sanusi Wafat
6
RMINU Jakarta Komitmen Bentuk Kader Antitawuran dengan Penguatan Karakter
Terkini
Lihat Semua