Warta

Egalitarianisme Perlu Dikedepankan Dalam Benahi Pendidikan

NU Online  ·  Rabu, 1 Juni 2005 | 07:22 WIB

Yogyakarta, NU Online
Egalitarianisme perlu dikedepankan dalam membenahi pendidikan nasional dan perekayasaan sosial untuk peningkatan mutu perlu secara simultan dirintis tanpa menimbulkan kesan pendidikan yang elitis.

"Sehubungan dengan hal itu, yang perlu diupayakan dalam bidang pendidikan adalah bagi anak yang memang potensial dengan talenta yang kuat difasilitasi dan dibebaskan dari kendala struktual," kata pakar pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Drs Sumarno PhD, di Yogyakarta, Selasa.

<>

Dengan demikian, katanya pada seminar Dilema Orientasi Kebijakan Pendidikan Nasional Antara Elitis dan Populis: Implikasinya Pada Peningkatan Mutu Pendidikan, anak tersebut mampu mengakses sumber dan kesempatan sehingga mencapai prestasi yang optimal.

Ia menambahkan, salah satu bentuk tuntutan demokratisasi pendidikan adalah desentralisasi dalam manajemen pendidikan nasional. Namun, desentralisasi dapat dikatakan akuntabel jika disertai dengan peningkatan mutu pendidikan, selain perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan.

"Berbagai kebijakan dibuat dan digulirkan dengan maksud manajemen pendidikan di semua tataran memenuhi prinsip akuntabilitas. Transparansi dan kejujuran hanyalah instrumen agar tidak terjadi penyalahgunaan sumberdaya," kata dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY itu.

Menurut dia, dengan transparansi dan kejujuran saja belum cukup. Kreativitas, penguasaan substansi kependidikan, kepemimpinan, dan keterampilan manajerial menjadi prasyarat lain agar sumberdaya dapat dimanfaatkan secara optimal.

"Suatu aktivitas dikatakan akuntabel jika tepat sasaran dan menghasilkan perubahan optimal senilai atau lebih baik dengan besaran sumberdaya yang dipakai," katanya.

Dalam hal ini, menurut dia, dana peningkatan mutu seharusnya menghasilkan peningkatan mutu, unsur mutu (input, proses, hasil), dan bermuara pada berubahnya nilai ujian akhir secara substansial. Begitu pula dengan dana penuntasan wajib belajar.

Ia mengatakan, dana penuntasan wajib belajar itu seharusnya menghasilkan perubahan substansial indikator ketuntasan wajib belajar atau indikator proksi yang pada saatnya akan menghasilkan peningkatan angka partisipasi, seperti menurunnya anak putus sekolah.

"Dalam konteks itu, anak putus sekolah dapat ditarik kembali ke sekolah atau dapat menyelesaikan sekolahnya melalui layanan pendidikan alternatif," katanya.(ant/mkf)