Warta

Disebut Murtad oleh NU Karena Hina Nabi, Bupati Jember Tak Tahu

Kam, 6 Mei 2010 | 05:21 WIB

Jember, NU Online
Bupati Muhammad Zainal Abidin Djalal tak berkomentar soal hasil bahsul masail Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Jember, yang menyatakan dirinya murtad. Ia tetap akan memperlakukan semua warga Jember sama.

"Tidak tahu saya. Tidak tahu, bukan sekadar tidak menerima," kata Djalal, menjawab pertanyaan wartawan, di kantor Pemerintah Kabupaten Jember, Rabu (5/5).<>

Djalal menambahkan, apapun bentuknya dan siapapun orangnya, ia tetap akan menganggap sebagai rakyat. "Rakyat saya 2,2 juta lebih, akan saya perlakukan sama. Tentunya tetap di dalam koridor yang ada. Koridor etika, koridor moral, koridor hukum, saya tidak membeda-bedakan," katanya.

Pengurus Cabang NU Jember memang sempat menggelar bahsul masail terkait dugaan penghinaan itu, Jumat (30/4/2010). Hasilnya, menurut Wakil Ketua NU Jember Misbahussalam, pernyataan Djalal adalah sebuah kecerobohan dan kesalahan.

"Mengingat bahwa kata "Nabi Muhammad itu sombong" termasuk menisbatkan sifat yang tidak terpuji dalam pandangan Al Qur’an, sunnah, dan konteks tradisi apapun, maka perkataan tersebut termasuk pelecehan dan menghujat pribadi yang agung Rasulullah SAW. pelakunya dihukumi sebagai orang yang telah murtad secara qauli (murtad akibat perkataan)," kata Misbahussalam seperti dilansir beritajatim.com.

Kiai Farid Mujib, pengasuh Pondok Pesantren Mambaul ulum, melaporkan Bupati Muhammad Zainal Abidin Djalal ke Kepolisian Resor Jember, Selasa (4/5). Laporan itu terkait tuduhan dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad oleh Djalal.

"Sebagai umat Islam, kami tersinggung dengan apa yang diucapkan beliau saat acara bedah potensi desa di Desa Garahan Kecamatan Silo (pekan lalu). Beliau mengatakan Rasulullah sombong. Bahasa somong ini jorok sekali. Saya sebagai umat Islam, khususnya di Silo, sangat tersinggung," kata Farid.

Djalal tak mau menanggapi pelaporan atas dirinya ke kepolisian oleh seorang ulama, terkait dugaan tuduhan penghinaan terhadap Nabi Muhammad, Djalal juga tak berkomentar banyak.

"Saya sudah sampaikan klarifikasi berbagai macam, dan sudah dimuat di mass media. Saya tetap taat pada peraturan perundang-undangan," kata Djalal.

Kepada media massa, dalam forum klarifikasi di rumah Ketua Majelis Ulama Indonesia Sahilun Nasir, Senin (3/5), Djalal meminta maaf kepada pihak-pihak yang menuduhnya salah.

"Saya tidak ada keinginan dan tidak akan pernah menghina mendiskreditkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kanjeng Nabi Muhammad panutan saya, panutan orang Islam," kata Djalal.

"Tapi apabila dirasakan dalam kalimat saya ada pihak-pihak tertentu yang merasakan, ada sesuatu yang tidak benar menurut mereka, ada kekhilafan saya dalam memilih kata-kata, walau sejatinya saya adalah umat Nabi Muhammad, walau sejatinya tidak akan menghina Kanjeng Nabi Muhammad SAW, saya mohon maaf," kata Djalal.

Menurut Djalal, pernyataannya di Silo seharusnya tidak dipangkas, tapi harus dilihat secara keseluruhan. Djalal lantas menjelaskan konteks pernyataannya tersebut. Pernyataan itu tak lepas dari keinginan untuk memotivasi masyarakat agar keluar dari kegelapan, kemelaratan, dan kebodohan. Ia ingin masyarakat Jember tak hanya senang diberi, tapi juga memberi.

"Waktu saya di Silo, saya berikan kosakata yang mungkin agak ekstrim dan berlebihan. Karena mungkin saya tak bisa mencari kata yang ingin saya ekstrimkan, begitu besarnya Nabi Muhammad, sehingga saya memilih kata yang terlintas dalam pikiran saya nabi Muhammad sombong. Tapi sombong yang bagus, tolong tidak diputus. Walaupun tidak punya, karena orang lain memerlukan, diberikan. Inilah hakekat daripada pidato saya. saya ingin masyarakat mensuritauldani. Jangan hanya sekadar mengeluh, jangan hanya sekadar meminta," kata Djalal. (mad)