Warta

Dalam Bencana Tsunami Aceh, BMG Sasaran Rujukan dan Kritikan

NU Online  ·  Rabu, 29 Desember 2004 | 00:26 WIB

Jakarta, NU Online
Meski tidak semua orang tahu persis cara kerja Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), namun lembaga nasional yang bertugas memantau keadaan cuaca, hujan, maupun gempa bumi dan segala dampaknya ini selalu ramai disebut-sebut namanya dalam setiap kali terjadi bencana banjir, badai, tanah longsor maupun gempa bumi. Karena pekerjaannya itu, dalam bencana nasional yang terjadi di Aceh dan Sumatra Utara, Minggu (26/12) kemarin, BMG kembali menjadi pusat perhatian masyarakat, terutama rujukan bagi para wartawan yang ingin mengetahui lebih jauh penyebab gelombang tsunami dan dampaknya yang meluas hingga ke berbagai negara. Terkait dengan bidang kerjanya dalam   mendeteksi gejala-gejala alam itu, peran BMG juga sangat strategis untuk mengantisipasi datangnya bencana. Karena itulah, banyak pihak yang menyesalkan kenapa BMG tidak memberikan peringatan dini akan adanya bencana besar saat ini. Kritik itu menjadi perbincangan serius para pengguna internet, khususnya mereka yang tergabung di dalam group-group E-mail.

"Di TV, kita saksikan mayat-mayat  berjejer, anak-anak, orang tua, laki-perempuan. Jika sudah begini, apa daya kita, apa daya (pengetahuan) manusia? Padahal, para filsuf dan saintis menyebut zaman ini, zaman modern sebagai era berkuasanya manusia atas alam (antrophosentrisme), menggantikan dewa-dewa alam (kosmosentrisme) yang bertahta di era-era sebelumnya. Dengan pengetahuan/sains, manusia merasa telah mampu mengendalikan dan menaklukkan alam. "Knowledge is Power," teriak Francis Bacon saat itu," tulis Safik Alielha anggota group E-mail [email protected], sebuah group E-mail yang mewadahi komunikasi anggota Front Perjuangan Pemuda Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia.

<>

Gugatan Safik mengingatkan kita akan dongeng kehebatan teknologi hasil pengembangan ilmu pengetahuan yang konon bisa menghindarkan manusia dari bencana alam. Nyatanya, semua itu hanya ada dalam angan-angan atau dongeng dalam film Armageddon yang dibintangi Bruce Willis dan Liv Tyler. Dalam film itu, Bruce Willis diutus untuk menghancurkan asteroid yang sedang bergerak untuk menghancurkan bumi. Bruce Willis (Harry Stamper) dalam film itu pun berupaya keras mengebor asteroid untuk ditanami bom nuclear. Dan dalam film itu, Bruce Willis yang berperan sebagai Harry Stamper berhasil meski dirinya harus turut meledak sebagai hero bersama-sama dengan asteroid itu. Selamat lah Amerika Serikat dan seluruh bumi dari hunjaman bintang besar itu.

Dongeng yang hampir sama juga ditampilkan dalam film Deep Impact yang dibintangi Elijah Wood (Leo Beiderman) dan Leelee Sobieski (Sarah Hotchner Beiderman) yang berhasil menghancurkan sebagian besar asteroid, namun bagian kecilnya tetap menghantam bumi sehingga Pecahan Asteroid yang menghunjam lautan itu mengakibatkan  tsunami. Toh, pemerintah telah berhasil mengurangi kehancuran massal menjadi lebih ringan. Dalam kerja setengah gagal itu, pemerintah sempat mengungsikan sebagian penduduk ke daerah yang relatif aman. Tapi itu semua hanya ada dalam film.

Karena itu, dalam Bencana Gempa dan Tsunami yang mengguncang Aceh dan Sumatra Utara yang diperkirakan telah mengakibatkan korban tewas lebih dari 25 ribu jiwa dan belum termasuk Srilanka, Maladewa, India, Andaman, Thailand, Malaysia, Somalia,  dan Vietnam, menurut Safik, seharusnya manusia modern mampu bercermin dan mengurangi kesombongannya. 

"Sebab  klaim mereka (ilmuwan atau manusia modern: Red.) berlebihan. Karena makin banyak bukti bahwa manusia masih tidak berdaya menghadapi alam. Seperti kali ini. Tak satupun ilmuwan/pengetahuan yang meramalkan sebelumnya akan bencana besar ini, tak juga para ahli nujum yang biasa ramai membuat ramalan dan omong kosong awal tahun. Makin terang bahwa alam belum tertaklukkan, dan justru manusialah yang kian dipaksa mengakui bahwa ia masih di bawah kuasa alam, pun manusia modern, " tandasnya.

"Lalu, relevankah pengetauan kita selama ini, juga para politisi, partai, presiden dan para menteri, pendeta dan para kyai? Tampaknya  tidak lagi. Saya juga tidak punya jawaban, karena di tempat lain, seperti bisa kita saksikan di channel TV, orang-orang masih asyik berdansa-dansi, pamer harga diri, menghibur diri dengan segenap kesenangan seakan kematian tidak akan pernah datang..." tulisnya.

Bila gugatan Safik berujung kepada  keraguannya atas kemampuan manusia modern dengan pengetahuan canggihnya.  Wisnu Agung, seorang pengusaha di bidang teknologi informasi yang berkantor di sekitar Melawai itu sebaliknya, masih meyakini fungsi teknologi dalam menghindarkan manusia dari bencana alam. Karena itu, gugatan yang dilontarkan Agung masih dalam batas hubungan pengetahuan dengan pengendalian alam.  Dia pun menyoal rendahnya kualitas dari kinerja BMG.  "Yang saya sayangkan adalah, kenapa pemerintah Indonesia tidak memberikan warning kepada keluarga dan saudara kita yang di Aceh dan Sumatera Utara," tanya anggota group E-mail FPPI-Net ini.

Seperti kita ketahui, kata Agung, di Filipina dan Thailand, pemerintahnya 2 hari sebelumnya telah memberikan sinyal tentang kemungkinan datangnya gempa tsunami. Di salah satu stasiun asing diperlihatkan badai tsunami di Thailand dapat direkam dan diminimalisir, setidaknya ada usaha pencegahan.

"Saya heran dengan pekerjaan Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia, warning yang dikeluarkan selalu terlambat dan selalu dikeluarkan pasca gempa dan badai terjadi, dengan istilah susulan," ungkap Agung. Kritikan Agung tampaknya tepat sasaran, bila BMG selalu terlambat alias tertidur, apa bedanya dengan konsultan?(dul)