Warta

Buku “ Dzikrul Islam “ Mengupas Tradisi Budi Pekerti Wali

NU Online  ·  Selasa, 5 April 2011 | 04:15 WIB

Tegal, NU Online
Jika anda belum paham betul tentang tradisi para Walisongo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa dan berhasil mengislamkan masyarakat Jawa, maka Buku yang berjudul “Dzikrul Islam Budi Pekerti Wali“ bisa menjadi gambaran dan menjadikan jawaban terhadap apa yang dilakukan para wali dengan tradisinya yang sampai saat ini masih berlaku di masyarakat dan sampai saat ini juga <>ada pro dan kontra.

Buku tersebut di tulis oleh Rais Syuriah MWC NU Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal, KH Makhfud Kholiq diterbitkan oleh Lkis Yogyakarta, yang sebelumnya buku tersebut berjudul “Pepenget Budi Pekerti Wali, tentang hukum, adat-Istiadat dan ritual agama Islam yang dilakukan oleh Walisongo“, kemudian direvisi dengan harapan semua orang bisa memahami tidak memandang daerah.

“Mengamati pro dan kontra tentang adat istiadat atau ritual agama Islam yang hingga kini masih berjalan di tanah Jawa, dan hal ini apabila diperdebatkan akan mengakibatkan perpecahan antar umat Islam. Padahal umat Islam dianjurkan untuk bersatu mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar, maka kami ingin berpartisipasi menjabarkan adat istiadat yang dulu pernah dilakukan oleh penyebar dan pembawa Islam yaitu para Walisongo. Yang kedua ajaran para Walisongo dalam adat Istiadat dilakukan oleh masyarakat Jawa yang mayoritas NU ini harus dijawab.” Jelas KH Machfud yang juga mantan Kepala Desa tahun 1988–1997, saat NU Online bertandang ke rumahnya di Desa Grobog Kulon Kecamamatan Pangkah Kabupaten Tegal, Ahad (03/4).

Bagi yang yang masih kontra dengan ajaran Walisongo, lanjut Laki-laki dengan 4 putra tersebut, dimohon untuk menghargainya dan jangan langsung mengkebiri dengan perkataan “Itu perbuatan bid’ah dlolalah, karena nabi tidak pernah menjalankanya dan tidak diperintahkan Alqur’an atau hadist” kalau sesuatu yang tidak diperintahkan al Qur’an atau Hadist dan apa saja yang tidak dikenal kaum muslimin semasa hidup nabi, kemudian sekarang dilakukan oleh kaum muslimin disebut bid’ah dlolalah, maka di abad 20 ini, maka tidak ada seorang Muslim pun yang terlibat di dalam bid’ah dlolalah.

“Kalau setiap bi’ah itu dlolalah atau madzmumah, maka kita dapat bertanya pada diri kita masing-masing, manakah antara keduanya yang kita tidak lakukan, tetapi bukan itu persoalanya, tetapi apakah yang baru itu sesuai dengan amar ma’ruf nahi munkar, bermanfaat bagi kaum muslimin atau tidak?, dan kalau sesuatu yang baru dianggap dlolalah maka di Abad 15 Hijriyah ini adalah sebab dlolalah dan serba madzmumah “ terang pria yang memiliki 5 saudara itu saat menjelaskan latar belakang menuliskan buku tersebut. 

KH Macfud pun mengungkapkan tujuan penulisanya “Supaya generasi penerus terutama kalangan Nahdliyin mengetahui adat istiadat yang dilakukan oleh Walisongo yang sebagain besar dilakukan oleh warga Nahdliyin, jadi mudah-mudahan buku ini bisa memberikan jawaban terhadap apa yang sudah kita lakukan,“ paparnya 

Buku setebal 120 halaman tersebut berisi dua bagian, pada bagian pertama terdiri dari beberapa nahsan, Bab I Syukur, Bab II Tahlil, Bab III Talqin, Bab IV Ta’ziyah, Bab V Ziarah Qubur, Bab VI Wasilah, Bab VII Haul, Bab VIII Aqiqoh, Bab IX Qurban, Bab X Tingkeban/ Ngapati atau Mitoni, Bab XI Ruwat, Bab XII Khitbah, Bab XIII Nikah, Bab XIV Khitan, Bab XV Walimah, Bab XVI Halal bi Halal, XVII Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Bab XVIII Peringatan Tahun baru Islam di Tanah Jawa, Bab XIX Waris, Bab XX Hibah, Shodaqoh dan Wakaf, Bab XXI membahas Macam-macam Selamatan dalam Adat Istiadat Jawa.  Sementara pada bagian kedua hanya terdiri dari 2 Bab yaitu membahas tentang Manaqib dan Toriqoh. (miz)