Prinsip tegas dan lugas yang dimiliki Nabi Ibrahim bisa dijadikan landasan pemimpin kita untuk memberantas budaya korupsi. Dalam sosoknya, Nabi Ibrahim tidak pernah ragu untuk memberangus kemungkaran, kalau itu perintah Allah SWT .
“Prinsipnya yang tegas dan lugas serta tidak mengenal kompromi dengan setan, sangat relevan tuk diteladani,” ujar Guru Besar Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Cirebon Prof Dr Muhaemin MA saat menyampaikan Khutbah Idhul Adha di Masjid Agung Brebes Jumat (27/11).<>
Pasalnya, dalam memberantas koruptor diperlukan sosok pemimpin yang penuh keyakinan, keberanian, dan pengorbanan. “Sangat relevan perjuangan Ibrahim kalau diterapkan pada masa kini untuk memberantas korupsi,” katanya.
Fragmen kehidupan Ibrahim yang dimasukan dalam syarat dan rukunnya haji, seharusnya menjadi pedoman kita dalam menegakan kebenaran. Awalnya, dengan ber ihram alias niat yang suci dengan pakaian putih. “Apapun yang akan kita lakukan harusnya diniati dengan tanpa pamrih,” lanjutnya.
Thowaf, sebagai gerakan mengelilingi kabah yang menandakan untuk terus bergerak demikian juga dengan Sai yang menggambarkan dinamisasi program dan problem. Sementara wukuf sebagai pengejawantahannya kita untuk evaluasi dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan. Di padang arafah tidak mengenal status tanpa perbedaan, yang ada kesamaan derajat. Bahwa yang paling mulia disisi Allah SWT hanyalah orang yang paling takwa diantara kamu.
Nabi Ibrahim sebagai sosok pemimpin keluarga yang ideal, orang tua yang sukses. Hal tersebut dikarenakan dia mau bermusyawarah dengan keluarganya. Tanpa menggubris bisikan setan. Dan yang paling utama pada diri Nabi Ibrahim sebagai sosok pejuang Tauhid. Meskipun dengan ancaman pembakaran.
Dia juga sebagai pioner pembangunan. Terbukti dibangunnya Kabah sebagai arah kiblat. Yang maksudnya, pembangunan untuk kepentingan bersama, bukan
untuk kepentingan kelompok atau kroni tertentu sehingga hanya dimanfaatkan untuk segelintir manusia saja.
Karakter Nabi Ibrahim, tidak terbangun secara langsung. Tapi melalui tahapan yang sangat dinamis. Berbagai hambatan yang melintang dihadapannya, silih berganti datang. Tapi dia bermental baja dengan berpegang teguh pada tauhid. “Adu domba yang kerap di bisikan iblis, tak menggoyahkan kepribadiannya karena dia tetap kompak membina keluarganya,” tandasnya.
Antara Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail bersatu memegang teguh pendiriannya karena lillahi taala. Sehingga bisikan syetan tak mampu menggoyahkannya. (was)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
3
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
4
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
5
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
6
Sejumlah SD Negeri Sepi Pendaftar, Ini Respons Mendikdasmen
Terkini
Lihat Semua