Warta

Bencana Tsunami Ujian Allah

NU Online  ·  Rabu, 12 Januari 2005 | 08:55 WIB

Banda Aceh, NU Online
Seorang ulama Nanggroe Aceh, Tengku Drs. H. Nuruz Zahri, menyebutkan peristiwa demi peristiwa yang menimpa masyarakat di daerah yang tersohor julukan "Serambi Mekah" itu merupakan suatu ujian Allah SWT kepada ummatnya di daerahnya.

"Allah SWT kini menguji ummatnya, apakah mereka mampu menghadapi cobaan ini karena dibalik peristiwa tersebut akan ada hikmahnya yang tidak diketahui manusia. "Kita semua tidak tahu apa hikmah dibalik semua ini, Tapi saya yakin bencana tsunami yang melanda wilayah ini mempunyai kaitan dengan perubahan cara hidup dan sikap penduduk yang semakin lupa dengan perintah Allah, " katanya.

<>

Cobaan itu diberikan kepada hambanya, apakah kita selama ini mungkin sudah lupa terhadap amar makruf dan nahi mungkar (perintah dan larangannya), sehingga semua ummat manusia di daerah ini harus menginstrospeksi diri. "Kita jangan marah kepada Allah SWT dan tidak perlu menyalahkan siapa-siapa atas bencana yang menimpa daerah ini," kata Nuruz Zahri yang sehari-hari dikenal sebagai Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Namun, lanjut mantan Pengurus Syuriah ini, Banda Aceh memang seperti kehilangan ruhnya sebagai daerah para ulama yang memberlakukan syariat Islam. "Namun perilaku masyarakatnya tidak mencerminkan itu, di Meulboh misalnya sering di jadikan tempat maksiat, wajarlah bila di tempat itu sekarang luluh lantah," katanya. Karena itu, ia berharap musibah ini dapat di jadikan pelajaran bagi warga Aceh untuk kembali kepada jati dirinya.

Ungkapan ini bukan hanya semata dari ulama. Rata-rata penduduk Aceh yang ditemui asyik menceritakan soal ini kepada wartawan yang membuat liputan mengenai bencana itu sejak dua minggu lalu, termasuk kepada NU Online. Seorang penduduk yang dikenali sebagai Abdul Manan (45) dari Aceh Barat yang sedang mencari sanak saudaranya yang hilang di Banda Aceh, berkata bencana yang dahsyat itu mungkin balasan Tuhan terhadap umatnya yang ingkar.

Katanya, sikap segelintir penduduk, termasuk yang datang dari luar sering melakukan maksiat. “Saya mendapat kabar sehari sebelum kejadian, ada penduduk yang kebanyakannya bukan penduduk asli menyambut malam 25 Desember lalu dengan mengadakan pesta arak dan pergaulan bebas lelaki dan wanita. “Malah, ada juga mengadakan konser pada malam berkenaan berhampiran Makam Syiah Kuala, Syiah Abdul Rauf Ali, seorang ulama terkemuka di Aceh,” katanya.

Abdul Rauf adalah seorang ulama sekitar 1600-an yang menyebarkan agama Islam kepada penduduk Aceh sebelum meninggal dunia pada 1641 ketika dipenjarakan pemerintah ketika itu. Seorang guru agama dengan panggilan Yusof pula percaya bencana yang berlaku ada puncaknya. “Ulama juga menyatakan cerita yang sama. Penduduk sepatutnya menjadikan bencana itu sebagai satu pengajaran dan berubah agar kembali menghayati ajaran Islam sebenar,” katanya.

Gempa tektonik dan gelombang tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 dinilai sebagai  musibah terburuk sepanjang sejarah Nanggroe Aceh Darussalam dengan korban tewas mencapai puluhan ribu jiwa. Dalam musibah gempa dan tsunami itu dilaporkan puluhan ribu penduduk Nanggroe Aceh hilang serta belasan ribuan unit bangunan, baik milik pemerintah dan swasta juga hancur berantakan diterjang gelombang dahsyat. (cih)