Warta

Banyak Pihak Inginkan NU Terbelah

NU Online  ·  Rabu, 18 Mei 2005 | 05:26 WIB

Jakarta, NU Online
Semua kekuatan menyadari bahwa NU merupakan kekuatan Islam terbesar di Asia yang memiliki akar dan basis sangat kuat. Oleh karenanya, bila kekuatan ini dibiarkan terus berkembang, banyak pihak akan terganggu dengan kebesaran organisasi ini. Demikian, dikemukakan Drs H Israil, Ketua MUI Nusa Tenggara Barat, kepada NU Online (18/05). Mantan Ketua NU NTB memberi peringatan bahayanya konflik ditubuh elit NU yang tak termediasikan, “saya ingin mengingatkan , cermati dengan baik, dihampir sejarah perjalannya NU tidak pernah lepas dari konflik, selalu ada pertikain kepentingan elit dan tokoh NU, sehingga mengganggu konsolidasi organisasi ini”.

Pihak-pihak yang merasa terancam dengan kekuatan NU, pasti akan selalu mengganggu, agar jangan sampai NU kuat, utuh, dan melakukan manuver-manuver. Target dari gangguan ini adalah jangan sampai NU menjadi aktor pengendali di republik ini, yang menguasai agenda struktural dan kultural. Mereka menyadari, bahwa komunitas NU terdiri, dari komunitas yang beragam, kaya dengan sumberdaya ulama, dan memiliki basis konstituensi yang jelas, bahkan massa yang cukup ideologis. Kekuatan ini sekaligus kelemahan, NU mudah dibelah melalui posisi kyainya. Simak konflik yang terjadi semuanya partai berbasis NU,  PKB, PPP, PBR, yang ribut juga sesama kader NU.

<>

Ditengah kuatnya arus fundamentalisme sekelompok penganut agama, NU menjadi kekuatan penyeimbang, yang mampu menetralisasi kekuatan itu dengan paham keislaman yang moderat, NU sadar bila dibiarkan, mereka bisa menjadi kekuatan dominan dan menjadi mainstream beragama umat Islam. Ditengah kuatnya Kapitalisme dan penetrasi modal yang meluluh lantakkan hubungan sosial menuju kearah individualisme, NU tampil menjadi kekuatan yang mempertahankan ideologi komunalis. Di tengah gempuran beberapa kekuatan separatis yang menginginkan NKRI terpecah dan berkeping-keping, NU tampil dengan tegas, melakukan pembelaannya pada keutuhan NKRI.

Seringnya NU tampil dimasa kritis, memposisikan NU seperti pemadam kebakaran, NU dihadirkan hanya saat dibutuhkan. Namun saat kondisi normal NU ditinggalkan, itulah nasib NU, tambah aktivis PMII Malang tahun 1960-an ini. Saatnya tokoh-tokoh NU harus menyadari situasi ini, bila tidak organisasi ulama ini terancam eksistensinya. Keberadannya hanya akan dijadikan ornamen bangsa, pemanis pandangan, yang saat kita bosan akan kita buang. Mereka mestinya harus menyadari, keberlangsungan negeri ini sebenarnya sangat bergantung pada  NU. Kekuatan NU symbol perekat bangsa,  jika NU pro-federalisme, selesai sudah cerita negara kebangsaan ini, tamat riwayat nusantara ini.

Generasi muda kita kedepan, 10-20 tahun sudah mulai luntur ke-NU-annya, sebagaian besar mereka tidak tahu apa itu NU. Bahkan sekarang saja, banyak yang kebingungangan membedakan NU dengan PKB. Gejala ini menunjukkan tanda-tanda bahwa sebagai organisasi massa terbesar, NU mulai mengalami declining, titik terendah dalam perjalanan organisasi,  kiprah dan perannya mulai memudar. Mensikapi hal itu, kita tidak bisa tinggal diam, harus ada upaya gebrakan subtansial yang programatis dan sistematis, PBNU harus memulai langkah-langkah itu. Di beberapa daerah diluar jawa, NU mulai menjadi artefak saja, eksistensinya hilang ditelan angin.

Banyak pihak yang menyatakan konflik elit NU berkepenjangan ini, buah tangan Soeharto dan antek Orde Baru. Semua tahu itu, kita tidak boleh berlarut menyesali itu, saatnya semua kekuatan NU bangkit. Saya masih melihat dari jauh, generasi muda NU tampil elegan, dengan gerakan intelektualismenya, ini harus dipertahankan, jangan sampai kekuatan ini berujung hanya pada politik. Pada akhirnya kekuatan muda ini harus diakomodir oleh PBNU, mereka harus didukung, diberi ruang, sehingga apa yang mereka lakukan itu bisa bermanfaat bagi organisasi NU.

Kalau selama ini ada ketidakcocokan antara anak muda dengan beberapa elit NU, itu wajar saja, biasa dalam organisasi selalu mengalami dinamika, persoalannya bagaimana dinamika itu dapat dikelola dengan baik. Sekarang ini eranya anak muda, orang-orang tua, secara perlahan-lahan harus undur diri, berikan mereka memimpin negeri ini, agar tidak terkontaminasi dengan persoalan masa lalu, demikian wejangan akhir Dosen STAIN Mataram ini dengan NU Online. (AA)