Warta

Baihaki Hakim: RI Sebaiknya Keluar dari OPEC

NU Online  ·  Senin, 8 November 2004 | 10:03 WIB

Jakarta, NU Online
Indonesia sebaiknya keluar saja dari keanggotaan organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) karena secara nyata sudah tidak menguntungkan lagi dan iurannya juga besar sekitar dua juta dolar AS per tahun.

"Tidak ada keuntungan nyata saat ini bagi Indonesia menjadi anggota OPEC," kata Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Baihaki Hakim dalam seminar sehari Prospek Investasi Migas Pasca PP Hulu dan Hilir di Jakarta, Senin.

<>

Menurut dia, dalam kondisi seperti sekarang ini, produksi minyak kita cenderung turun sementara konsumsi terus meningkat, bahkan sewaktu-waktu pernah di atas produksi maka sudah sebaiknya keluar saja dari OPEC. Di samping bisa menghemat dua juta dolar AS dari iuran yang harus dibayar sebagai keanggotaan OPEC, juga bisa memberikan penjelasan lebih konkrit kepada bangsa Indonesia bahwa produksi minyak di negara ini sudah tidak melimpah lagi.

"Dengan keluar dari OPEC maka bangsa ini semakin bisa mengerti bahwa minyak yang dihasilkan di negeri ini sudah tidak melimpah lagi sehingga pada akhirnya mereka bisa lebih mengerti untuk melakukan hemat energi," katanya.

Pada saat ini, tingkat produksi minyak Indonesia mengalami penurunan sebesar 16 persen, sementara permintaan konsumen terhadap BBM cenderung meningkat sekitar enam persen.Sementara itu, terbitnya PP Hulu dan Hilir tidak serta merta meningkatkan jumlah investasi di sektor migas, namun paling tidak bisa menekan penurunan produksi agar tidak terlalu tajam sehingga mencapai level yang wajar.

"Saya pesimis, kebijakan tersebut bisa langsung mendongrak produksi, tapi setidaknya bisa menekan agar penurunan tidak terlalu tajam," katanya.

Menurut di, tiga hal yang menjadi perhatian investor yaitu faktor geologi, stabilitas makro dan situasi polkam. Namun soal geologi, menjadi perhatiannya serius terutama dalam mendapatkan cadangan migas. Di Indonesia, yang pertambangan minyaknya sudah berumur 100 tahun maka akan geologinya akan beralih ke wilayah laut dalam dan Indonesia Bagian Timur. "Berdasarkan kajian Indonesia Petroleum Association (IPA), yang terpenting bagi investor adalah faktor geologi," katanya. (Atr/cih)