Warta

Ahmad Tohari: Sejarah Kemanusiaan Kita Banyak Aib

NU Online  Ā·  Rabu, 16 Februari 2011 | 03:00 WIB

Banyumas, NU Online
ā€œAduh Mas, jangan tanya deh, sejarah bangsa ini belang-belang, blepotan, banyak aibnya. Untuk memperbaikinya, kita harus mengakui itu semua. Jadi pernyataan bangsa ini ramah, adiluhung harus dipelajari dulu. Baru kita bisa memperbaiki.ā€

Demikian dikatakan Ahmad Tohari pada NU Online tadi pagi (16/2). Ahmad Tohari mengatakan, kekerasan kita ada sumbernya, tapi bukan agama, melainkan watak kekuasaan dan keserakahan manusia. <<>br />
ā€œBagi yang meresapi agama dengan sesungguhnya, agama mampu mengeliminir watak kekerasan pada penganutnya,ā€ jelas Tohari yang lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948.

Tohari memberi contoh, dalam cerita pewayangan, ketika Kumbakarna dimutilasi, para penonton menikmatinya, bersorak-sorai, bertepuk tangan. Begitu juga ketika Abimayu yang juga mati dimutilasi.

ā€œPenonton mendukung pembunuhan keji itu. Pulang ke rumah, kita biasa saja, sembayang subuh, berbuat baik. Tanpa beban, tanpa penyesalan,ā€ ujar Tohari, penulis novel terkenal, Ronggeng Dukuh Paruk.

ā€œAda contoh keji lagi. Amangkurat I membunuh 5000 santri dari Pantura di alun-alun Kartasura, dengan cara dipanahi satu-satu. Setengah bulan baru selesai. Ini datanya ada di Belanda. Pembantaian di Madiun 1948. Pembantaian tahun 1965 di mana-mana, yang tidak selesai-selesai efeknya sampai sekarang, dan lain-lain. Sejarah pembantaian ini mau dibaca bagaimana? Balas dendamkah? Diratapikah? Disembunyikankah?ā€

Tradisi kekerasan kita, kata Tohari, ada bersamaan dengan tradisi perilaku welas asih. ā€œSeyognyanya dipelajari dengan baik, untuk modal hidup damai,ā€ ujarnya.

ā€œKekerasan dalam agama adalah anomali. Mari kita pelajari lagi dengan sungguh-sungguh dan menyeluruh. Insya allah kesimpulannya akan benar untuk perkembangan peradaban ke depan,ā€ kata Tohari yang ahli kebudayaan Jawa. (nn)