Setelah beberapa lama menjadi bahan diskursus, Majelis Tahkim PKB akhirnya mengeluarkan keputusan untuk melakukan pergantian antarwaktu (PAW/recall) kepada dua fungsionaris partai tersebut, Lili Wahid dan Effendy Choirie.
Tidak sekadar itu, keduanya juga dipecat dari partai berbasis massa Nahdlatul Ulama tersebut. Sebagaimana telah mulai muncul dalam dirkursus, tatkala belum menjadi keputusan aktual, kedua fungsionaris yang bergabung sejak awal dan ikut membangun partai berlambang bola dunia itu pun melawan.
/>
Selain mempermasalahkan keabsahan keputusan Majelis Tahkim yang mengetuk keputusan tanpa meminta klarifikasi, keduanya juga menggugat PKB dan menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya menyurati presiden agar Kepala Negara tidak buru-buru mengeluarkan Keppres terkait pemberhentian Lili dan Effendy.
Meski mungkin menarik, bukan perlawanan kedua fungsionaris yang dikecewakan partainya itu yang lebih layak kita cermati. Yang justru mengundang tanda tanya adalah proses yang terjadi di DPR seiring proses PAW tersebut, serta masa depan partai yang memiliki basis kuat di massa akar rumput (grassroot) tersebut.
Sebagaimana diketahui, dan itu kemudian dipersoalkan, Ketua DPR RI, Marzuki Alie, ternyata baru menggelar rapat pimpinan setelah surat permohonan penarikan kedua fungsionaris PKB itu ditandatangani dan dikeluarkan. Kabar mengejutkan itu meluas ke publik setelah Wakil Ketua DPR RI, Pramono Anung, membuka fakta tersebut.
"Baru dibahas tadi, setelah surat itu dikeluarkan,” kata Pramono seperti dilaporkan Inilah.com. Itulah yang menurut Pramono kemudian membuatnya meminta agar persoalan itu dibahas dalam rapat pimpinan (Rapim) DPR.
“Ini tentu punya aspek politis. Itu yang membuat persoalannya perlu dibahas dalam Rapim,” kata Pramono, Senin lalu. Tak hanya itu, Pramono menyayangkan langkah individual Ketua DPR. Bagaimanapun, kata dia, keputusan pimpinan DPR RI seharusnya bersifat kolegial.
Inilah yang menarik. Ketua DPR Marzuki Alie yang berasal dari Partai Demokrat, dengan gampang mengambil keputusan sepihak atas kasus krusial itu. Cara itu bisa dengan telanjang ditafsirkan publik bahwa ada komunikasi antara pimpinan PKB dengan dirinya atau dengan Partai Demokrat, partai yang memerintah saat ini. Lili maupun Effendy adalah figur-figur vokal yang kerap berseberangan dengan pemerintah saat ini.
Lebih jauh, publik bahkan bisa mereka-reka bahwa ide awal pemberhentian kedua tokoh itu, tak hanya dari DPR tetapi juga dari partai, juga datang dari Partai Demokrat, atau pemerintah. PD yang sejalan dengan pemerintah saat ini, sangat boleh jadi terganggu dengan kevokalan keduanya.
Terakhir, kedua fungsionaris PKB itu melawan garis partainya dalam kasus hak angket mafia pajak. Sementara PKB menggariskan kader mereka di DPR untuk menolak hak angket, keduanya memberikan suara persetujuan.
Yang mengiriskan hati, publik akan gampang menilai bahwa PKB, partai yang sempat berada di garda depan penegakan demokrasi itu kini hanya sekadar underbouw partai yang tengah memerintah. Apa pun yang dikehendaki Partai Demokrat, cq pemerintah, tanpa reserve akan dilakukan PKB.
Tentu hal yang ironis. Masih bisa dimengerti dan patut mendapatkan hormat saat PKB menyatakan ‘pejah gesang nderek Gus Dur’, di masa-masa lalu. Bagaimanapun wajar karena Gus Dur adalah pendiri dan warga partai itu. Tetapi saat ini, katakanlah ‘pejah gesang nderek sinuhun PD’, rasanya tak lagi mengandung heroisme. Ada kalkulasi, tawar-menawar ala bandar pasar.
Persoalannya, ke depan bukan tak mungkin massa NU yang selama ini menjadi pemilih setia PKB akan bosan menjadi penonton yang baik. Sikap Muhaimin memimpin PKB yang cenderung menguatkan pemerintah yang tak selalu menguntungkan NU, bisa jadi akan mengundang reaksi negatif nahdliyin. Bukan tak mungkin mereka menolak menjadi pemilih setia partai itu ke depan.
Kerugian lain adalah citra PKB. Sayang sekali jika partai yang dulu selalu dilekatkan sebagai partai pendukung utama penegakan demokrasi itu kini justru dianggap partai konservatif, pendukung buta status quo.
Dan itu gampang dilekatkan bila merujuk fakta bahwa PKB menjadi partai pertama di era reformasi yang memberhentikan dua anggotanya di DPR karena alasan perbedaan pendapat. (ic)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyiapkan Bekal Akhirat Sebelum Datang Kematian
2
Khutbah Jumat: Tetap Tenang dan Berpikir jernih di Tengah Arus Teknologi Informasi
3
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
4
Ramai Bendera One Piece, Begini Peran Bendera Hitam dalam Revolusi Abbasiyah
5
Innalillahi, Menag 2009-2014 Suryadharma Ali Meninggal Dunia
6
Pemerintah Umumkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur Nasional
Terkini
Lihat Semua