Syariah

Penjudi Online Mati Tinggalkan Utang, Apakah Ahli Waris Wajib Melunasinya?

NU Online  ·  Rabu, 3 Juli 2024 | 17:00 WIB

Penjudi Online Mati Tinggalkan Utang, Apakah Ahli Waris Wajib Melunasinya?

Hukum penjudi online mati tinggalkan utang (freepik).

Kecanduan judi online berdampak nyata merusak berbagai aspek kehidupan seseorang. Paling utama adalah kerugian finansial. Individu yang kecanduan judi online acap kali mengalami kerugian finansial yang tidak sedikit. Bahkan sampai menghabiskan tabungan, kehilangan aset seperti rumah atau kendaraan dan berutang.
 

Bagi orang yang sudah terlanjur kecanduan judi online, keadaan carut-marut seperti ini sangat sulit untuk kembali seperti sedia kala, bahkan sampai ia meninggal sekalipun. Walhasil, sampai meninggal ia belum dapat menyelesaikan urusannya termasuk utang-piutangnya untuk judi online.
 

Dalam kondisi demikian, apakah ahli warisnya wajib membayarkan utang-utangnya? 
 

Urusan hutang piutang secara khusus dan hal-hal yang berkaitan dengan manusia (haqqul adami) tidak secara otomatis selesai dengan kematian seseorang. Karena itu dalam ajaran Islam disunahkan untuk segera menyelesaikan semua tanggungan mayit, yaitu dengan melunasi utang-utangnya, dan memintakan maaf berbagai kesalahan yang pernah dilakukan oleh mayit semasa hidupnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menyegerakan kebaikan, dan pembebasan ruh mayit yang tertahan menuju tempatnya yang mulia hingga hak adami tersebut dilunasi atau diselesaikan. 
 

Dalam urusan utang-piutang, jika tidak memungkinkan untuk membayarkan utangnya, maka wali atau ahli waris meminta kepada orang yang punya piutang untuk memindahkan piutangnya (hiwalah) kepadanya, atau wali memindahkan utang mayit ke dalam tanggungannya. (Said ibnu Muhammad Ba'ali Baisan, Busyrol Karim, [Jeddah, Darul Minhaj: 2004 M], halaman 448).
 

Senada dengan penjelasan di atas, dalam Bugyatul Mustarsidin diterangkan: 
 

يندب أن يبادر بقضاء دين الميت مسارعة فك نفسه من حبسها عن مقامها الكريم كما ورد فإن لم يكن بالتركة جنس الدين أو لم يسهل قضاؤه سأل الولي وكذا الأجنبي الغرماء أن يحتالوا به عليه وحينئذ فتبرأ ذمة الميت بمجرد رضاهم بمصيره في ذمة نحو الولي
 

Artinya, "Disunahkan untuk segera melunasi utang mayit. Karena untuk menyegerakan pembebasan ruh mayit menuju tempatnya yang mulia sebagaimana dinyatakan dalam hadits.
 

Apabila harta waris (tirkah) bukan termasuk jenis yang dapat digunakan untuk membayar utang, atau termasuk jenis yang dapat digunakan membayar utang tapi tidak mudah untuk melunasi utangnya, maka walinya seperti itu juga orang lain sunah meminta kepada yang memberi utang untuk memindahkan utangnya (hiwalah). Dengan demikian mayit menjadi terbebas dari tanggungannya dengan persetujuan mereka bahwa utangnya mayit menjadi tanggungan wali." (Abdurrahman Ba'alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut, Darul Fikr], halaman 171).
 

Kemudian, apakah ahli waris wajib membayarkan utangnya, mengingat jumlah utangnya fantastis dan semua aset telah habis untuk judi online?
 

Berkaitan hal ini Ibnu Qudamah (w 620 H), ulama mazhab Hanbali dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan:
 

فَإِنْ لَمْ يَخْلُفْ تَرِكَةً، لَمْ يُلْزَمْ الْوَارِثُ بِشَيْءٍ؛ لِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُهُ أَدَاءُ دَيْنِهِ إذَا كَانَ حَيًّا مُفْلِسًا، فَكَذَلِكَ إذَا كَانَ مَيِّتًا
 

Artinya, "Apabila mayit tidak meninggalkan harta waris (tirkah), maka ahli waris tidak berkewajiban apapun. Karena mereka tidak wajib melunasi utangnya andai ia bangkrut ketika masih hidup, maka demikian juga mereka tidak wajib melunasinya ketika ia sudah meninggal." (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, [Riyad, Maktabah 'Alimil Kutub: 1997], juz VII, halaman 328). 
 

Sementara Imam Al-Qurthubi mengatakan bahwa ketidakwajiban wali atau ahli waris membayarkan utang mayit merupakan sebuah kesepakatan ulama (ijma').  
 

وبالإجماع لو مات ميت وعليه دين لم يجب على وليه قضاؤه من ماله، فإن تطوع بذلك تأدى الدين عنه
 

Artinya: "Berdasarkan ijma', jika seseorang meninggal dan memiliki tanggungan utang, maka walinya tidak wajib melunasinya dengan hartanya sendiri. Namun jika secara suka rela ia melunasinya maka utangnya dianggap lunas." (Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi, Al-Jâmi' li Ahkâmil Quran, [Beirut, Maktabah Ar-Risalah: 2006 M], juz V, halaman 230). 
 

Walhasil, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang meninggal dunia dan masih memiliki utang, sementara ia tidak meninggalkan harta atau aset apapun untuk dijual, maka ahli waris tidak memiliki kewajiban untuk membayarkan utang-utangnya. Namun, demikian, jika ada ahli waris atau orang lain yang berinisiatif untuk melunasi atau menanggung utang-utangnya, maka hal itu sudah mencukupi sebagai pelunasan atas utang-utangnya. 
 

Sungguh dampak judi online begitu mengerikan, bahkan kesengsaraannya tidak berakhir dengan kematian. Selain ruh pelaku judi online tertahan menuju tempatnya yang mulia sebelum utang-utangnya dilunasi, siksa yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat juga sangat berat. Selain itu, derita dan rasa malu yang ditanggung ahli warisnya di dunia juga besar. Na'udzubillah min dzalik. Wallahu a'lam.
 


Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo