Syariah

Keseimbangan antara Menaati Pemerintah dan Menyampaikan Kritik

NU Online  Ā·  Selasa, 17 September 2024 | 08:00 WIB

Keseimbangan antara Menaati Pemerintah dan Menyampaikan Kritik

Antara taat dan mengkritik (freepik).

Pemimpin memegang peran penting dalam suatu pemerintahan. Ia memiliki posisi mulia karena memiliki tanggung jawab yang besar sebagai lembaga eksekutif untuk membawa kemaslahatan dan kedaulatan rakyatnya.
Ā 

Karena itu, setiap warga negara memiliki kewajiban menaati pemimpin yang sah. Kepatuhan kepada pemimpin mutlak menjadi keharusan sebagai jaminan kewibawaan dan stabilitas pemerintahan.
Ā 

Tidak bisa dibayangkan, bila setiap kebijakan pemimpin selalu ditentang oleh warga negara. Jika hal ini terjadi, maka sangat mungkin terjadi instabilitas politik yang pada kesempatannya menyebabkan krisis di berbagai tatanan sosial.
Ā 

Islam sendiri menjunjung tinggi seorang pemimpin. Ketaatan kepada pemimpin menjadi bagian dari taat kepada Allah saw dan Rasul-Nya. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat An Nisa’ ayat 59, Allah saw berfirman:
Ā 

ŁŠŁŽŲ§ Ų£ŁŽŁŠŁŁ‘Ł‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„ŁŽŁ‘Ų°ŁŁŠŁ†ŁŽ Ų¢ŁŽŁ…ŁŽŁ†ŁŁˆŲ§ Ų£ŁŽŲ·ŁŁŠŲ¹ŁŁˆŲ§ Ų§Ł„Ł„ŁŽŁ‘Ł‡ŁŽ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ·ŁŁŠŲ¹ŁŁˆŲ§ Ų§Ł„Ų±ŁŽŁ‘Ų³ŁŁˆŁ„ŁŽ ŁˆŁŽŲ£ŁŁˆŁ„ŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŁ…Ł’Ų±Ł Ł…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŁ…Ł’
Ā 

Artinya, ā€œHai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.ā€ (QS An-Nisa': 59).
Ā 

Abu Ja’far At-ThabariĀ mengatakan, maksud ulil amri dalam ayat ialah kepala negara atau pemimpin dalam suatu pemerintahan. Ia menyampaikan:
Ā 

Ų­ŲÆŲ«Ł†ŁŠ أبو السائب سلم بن جنادة Ł‚Ų§Ł„ŲŒ حدثنا أبو Ł…Ų¹Ų§ŁˆŁŠŲ©ŲŒ عن Ų§Ł„Ų£Ų¹Ł…Ų“ŲŒ عن أبي ŲµŲ§Ł„Ų­ŲŒ عن أبي Ł‡Ų±ŁŠŲ±Ų© في Ł‚ŁˆŁ„Ł‡:"أطيعوا الله وأطيعوا Ų§Ł„Ų±Ų³ŁˆŁ„ ŁˆŲ£ŁˆŁ„ŁŠ الأمر Ł…Ł†ŁƒŁ…"، قال: هم الأمراؔ
Ā 

Artinya: ā€œMenceritakan Abu Saib Salam bin Junadah kepadaku, ia berkata, Abu Muawiyah menceritakan kepada kami, dari ā€˜Amasy, dari Abi Shalih, dari Abu Hurairah dalam firman Allah: ā€˜taatilah Allah dan taatilah Rasul serta ulil amri’, ia berkata: mereka adalah pemimpin.ā€ (Jami’ulĀ Bayan, [Mekkah, Dar Tarbiyah wat Turats: tt], juz VIII, halaman 495).
Ā 

Patuh dan taat kepada pemimpin menjadi pilar paling penting dalam kehidupan bernegara. Sepanjang aturan dan kebijakan pemimpin tidak bertentangan dengan syariat, maka ia wajib dipatuhi. Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan:
Ā 

ŲŖŲ¬ŲØ Ų·Ų§Ų¹Ų© ال؄مام فى أمره ŁˆŁ†Ł‡ŁŠŁ‡ Ł…Ų§ لم ŁŠŲ®Ų§Ł„Ł الؓرع أى بأن لم ŁŠŲ£Ł…Ų± بحرم
Ā 

Artinya, ā€œWajib menaati pemimpin dalam perintah dan larangannya selama tidak bertentangan dengan syariat, artinya dia tidak memerintah parkara haramā€ (Tuhfatul Muhtaj, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: t.t.], jilid III, halaman 71).
Ā 

Kendati terdapat kewajiban menaati pemimpin, Islam juga menyediakan ruang kepada warga negara untuk menyampaikan kritik. Dalam hukum Islam memberi nasehat dan kritik kepada pemerintah sah-sah saja dilakukan, bahkan termasuk bagian dari amar ma’ruf nahi munkar, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an:
Ā 

Ā ŁˆŁŽŁ„Ł’ŲŖŁŽŁƒŁŁ†Ł’ Ł…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŁ…Ł’ Ų£ŁŁ…Ł‘ŁŽŲ©ŁŒ ŁŠŁŽŲÆŁ’Ų¹ŁŁˆŁ†ŁŽ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł’Ų®ŁŽŁŠŁ’Ų±Ł ŁˆŁŽŁŠŁŽŲ£Ł’Ł…ŁŲ±ŁŁˆŁ†ŁŽ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ¹Ł’Ų±ŁŁˆŁŁ ŁˆŁŽŁŠŁŽŁ†Ł’Ł‡ŁŽŁˆŁ’Ł†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŽŲ±Ł ŁˆŁŽŲ£ŁŁˆŁ„ŁŽŲ¦ŁŁƒŁŽ Ł‡ŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŁŁ’Ł„ŁŲ­ŁŁˆŁ†ŁŽ
Ā 

Artinya: ā€œDan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.ā€ (QS Ali ā€˜Imran: 104).
Ā 

Dalam konteks negara demokrasi seperti Indonesia, mengkritik merupakan bagian kebebasan berekspresi sebagai hak asasi manusia yang legal dan konstitusional. Mengkritik pemerintah penting dilakukan sebagai salah satu mekanisme checks and balances dalam menjaga kestabilan pemerintahan, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan mencegah tindakan yang melanggar undang-undang dan konstitusi.
Ā 

Kritik yang konstruktif dapat membantu mengontrol para pengelola negara agar bisa menjalankan amanahnya dengan baik. Selain itu, kritik kepada pemerintah mencerminkan kesadaran warga negara dalam mengawal jalannya dinamika pemerintahan.
Ā 

Namun demikian, warga negara tidak boleh mengabaikan etika dan kepatutan dalam menyampaikan kritik dan masukan agar kritik sebagai sarana mengontrol dan menjaga kestabilan pemerintahan dapat terwujud tanpa merusak tatanan sosial dan politik.
Ā 

Islam telah mengajarkan umatnya agar menyampaikan kritik dengan cara yang baik dan penuh etika sopan santun. Kritik dan nasehat tidak boleh dilakukan dengan cara anarkis, mengeluarkan ujaran kebencian, dan lain semacamnya. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an:
Ā 

Ų§ŁŲÆŁ’Ų¹Ł اِلٰى Ų³ŁŽŲØŁŁŠŁ’Ł„Ł Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŁƒŁŽ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŁƒŁ’Ł…ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁˆŁ’Ų¹ŁŲøŁŽŲ©Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ¬ŁŽŲ§ŲÆŁŁ„Ł’Ł‡ŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ§Ł„Ł‘ŁŽŲŖŁŁŠŁ’ Ł‡ŁŁŠŁŽ Ų§ŁŽŲ­Ł’Ų³ŁŽŁ†ŁŪ—Ā 
Ā 

Artinya: ā€œSerulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.ā€ (QS Surat An-Nahl: 125).
Ā 

Ayat di atas mengajarkan cara berdialog dengan baik sesama manusia, dengan mengedepankan hikmah dan cara yang halus, tidak menggunakan kata-kata kasar dan tindak kekerasan. Ayat ini penting dijadikan pegangan dalam menyuarakan aspirasi di muka umum. Kebebasan berekspresi sebagai bagian dari demokrasi harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh etika.
Ā 

Imam Al-GhazaliĀ menjelaskan, amar ma’ruf kepada pemimpin tidak boleh menggunakan cara kekerasan, karena akan memicu terjadinya fitnah dan menimbulkan kerusakan yang lebih besar di tatanan masyarakat. Karena itu, ia menekankan bahwa amar ma’ruf kepada pemimpin sebaiknya dilakukan dengan menyampaikan kebenaran dan nasehat yang baik. Ia menjelaskan:
Ā 

Ł‚ŁŽŲÆŁ’ Ų°ŁŽŁƒŁŽŲ±Ł’Ł†ŁŽŲ§ ŲÆŁŽŲ±ŁŽŲ¬ŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŁ…Ł’Ų±Ł ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ¹Ł’Ų±ŁŁˆŁ’ŁŁ ŁˆŁŽŲ„ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų£ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŁ„ŁŽŁ‡Ł Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ¹Ł’Ų±ŁŁŠŁŁ ŁˆŁŽŲ«ŁŽŲ§Ł†ŁŁŠŁ’Ł‡Ł Ų§Ł„Ł’ŁˆŁŽŲ¹Ł’ŲøŁ ŁˆŁŽŲ«ŁŽŲ§Ł„ŁŲ«ŁŽŁ‡Ł Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ®Ł’Ų“ŁŁŠŁ†Ł فِي Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŽŁˆŁ’Ł„Ł ŁˆŁŽŲ±ŁŽŲ§ŲØŁŲ¹ŁŁ‡Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁ†Ł’Ų¹Ł ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ł‚ŁŽŁ‡Ł’Ų±Ł فِي Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’Ł„Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ų­ŁŽŁ‚Ł‘Ł ŲØŁŲ§Ł„Ų·Ł‘ŁŽŲ±Ł’ŲØŁ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų¹ŁŁ‚ŁŁˆŁ’ŲØŁŽŲ©ŁŲŒ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŲ§Ų¦ŁŲ²Ł مِنْ Ų¬ŁŁ…Ł’Ł„ŁŽŲ©Ł Ų°ŁŽŁ„ŁŁƒŁŽ Ł…ŁŽŲ¹ŁŽ Ų§Ł„Ų³Ł„Ų§Ų·ŁŠŁ† Ų§Ł„Ų±ŲŖŲØŲŖŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł„Ų£ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁŽŲ§Ł†Ł ŁˆŁŽŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ¹Ł’Ų±ŁŁŠŁŁ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’ŁˆŁŽŲ¹Ł’ŲøŁŲŒ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁ†Ł’Ų¹Ł ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ł‚ŁŽŁ‡Ł’Ų±Ł ŁŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ų³ŁŽ Ų°ŁŽŁ„ŁŁƒŁŽ Ł„ŁŲ£ŁŽŲ­ŁŽŲ§ŲÆŁ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ¹ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ł…ŁŽŲ¹ŁŽ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŁ„Ł’Ų·ŁŽŲ§Ł†Ł Ų› ŁŁŽŲ„ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų°ŁŽŁ„ŁŁƒŁŽ ŁŠŁŲ­ŁŽŲ±Ł‘ŁŁƒŁ Ų§Ł„Ł’ŁŁŲŖŁ’Ł†ŁŽŲ©ŁŽ ŁˆŁŽŁŠŁŁ‡ŁŽŁŠŲ¬Ł Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŲ±Ł‘Ł ŁˆŁŽŁŠŁŽŁƒŁŁˆŁ†Ł Ł…ŁŽŲ§ ŁŠŁŽŲŖŁŽŁˆŁŽŁ„Ł‘ŁŽŲÆŁ Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ­Ł’Ų°ŁŁˆŁ’Ų±Ł Ų£ŁŽŁƒŁ’Ų«ŁŽŲ±ŁŽ
Ā 

Artinya, "Telah kami jelaskan tingkatan memerintah kebaikan, yaitu: pertama memberi pengertian, kedua memberi nasehat, ketiga berbicara kasar, keempat mencegah dengan kekerasan agar mau melakukan kebaikan dengan memukul dan memberi hukuman.Ā 

 

Adapun cara yang diperbolehkan dari cara-cara itu dalam menghadapi pemimpin adalah dua cara pertama, yaitu memberi pengertian dan memberi nasehat. Sedangkan mencegah dengan kekerasan, maka bukan kewenangan individu dari rakyat, karena dapat memicu terjadinya fitnah, menyebabkan kerusakan yang timbul darinya menjadi lebih besar.ā€ (Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: t.t.], jilid II, halaman 343).
Ā 

Kisah Nabi Musa dan Nabi Harun dalam Al-Qur’an dapat dijadikan teladan dalam mengkritik pemimpin. Dalam surat Thaha ayat 44, Allah saw memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun agar mengkritik Fir’aun dengan lemah lembut, kendati Fir’aun adalah raja yang sangat kejam. Allah saw berfirman:
Ā 

Ų§Ų°Ł’Ł‡ŁŽŲØŁŽŲ§ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰Ł° ŁŁŲ±Ł’Ų¹ŁŽŁˆŁ’Ł†ŁŽ Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų·ŁŽŲŗŁŽŁ‰Ł°ŲŒ ŁŁŽŁ‚ŁŁˆŁ„ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŁ‡Ł Ł‚ŁŽŁˆŁ’Ł„Ł‹Ų§ Ł„ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ†Ł‹Ų§ Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŁŠŁŽŲŖŁŽŲ°ŁŽŁƒŁ‘ŁŽŲ±Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’ ŁŠŁŽŲ®Ł’Ų“ŁŽŁ‰Ł°
Ā 

Artinya, ā€œPergilah kamu berdua kepada Fir'aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takutā€. (QSĀ Thaha: 43-44).
Ā 

Ibnu KatsirĀ mengatakan, ayat di atas mengandung pelajaran yang sangat agung. Fir’aun merupakan pemimpin yang jahat dan sangat angkuh,Ā sementara Nabi Musa adalah manusia pilihan Allah saw. Namun Allah saw tetap menyuruh Nabi Musa berdialog dengan Fir’aun dengan cara yang halus dan lembut.
Ā 

Karena itu, sangat disayangkan bila di era sekarang masih ada oknum yang masih menggunakan cara kekerasan dalam menyampaikan kritik. Padahal kita tahu, tidak ada pemimpin sekejam Fir’aun. Kebebasan dalam menyampaikan pendapat tidak semestinya mengabaikan etika kesopanan terhadap pemimpin.
Ā 

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa mematuhi pemimpin mutlak menjadi kewajiban bagi warga negara selama perintah dan kebijakannya tidak bertentangan dengan syariat. Membangkangan kepada pemerintah yang sah tidak boleh dilakukan dengan alasan apapun.
Ā 

Di sisi lain, warga negara juga berhak ikut andil dalam mengontrol dan mengawasi kinerja pemimpin dengan aktif memberikan nasehat dan kritik yang konstruktif. Namun demikian, kritik dan masukan harus disampaikan dengan etika tanpa mencederai martabat seorang pemimpin. Wallahu a’lam.
Ā 
Ā 

Ustadz Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura