Antara Dinasti Politik di Indonesia dan Fiqih Siyasah Islam
NU Online Ā· Ahad, 1 September 2024 | 16:30 WIB
Muqoffi
Kolomnis
Dinasti Politik di Indonesia menjadi problematika yang tidak kunjung usai. Proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi keluarga tertentu terus terjadi dan berkembang.Ā
Ā
Pola politik seperti ini muncul dan berkembang sejak era kemerdekaan dalam siklus kekuasaan di Indonesia. (Muh Khamdan, Politik Identitas dan Perebutan Hegemoni Kuasa, [Banten, A-Empat: 2022], halaman 27).
Ā
Dalam kajian fiqih siyasah SyekhĀ Abdul Wahab KhalafĀ (wafat 1956), pakar fiqih asal Mesir, menyatakan, pemenuhan hak termasuk hak dalam berpolitik tidak boleh mengistimewakan golongan dan keluarga tertentu.
Ā
ŁŲ§ ŁŁ
ŁŲ² Ų§ŁŲ„Ų³ŁŲ§Ł
ŁŲ§ŲŲÆŲ§ ع٠ŁŲ§ŲŲÆ ŁŁ Ų§ŁŲŖŁ
ŲŖŲ¹ ŲØŲ§ŁŲŁŁŁ ŁŁŁ
ŁŲ¬Ų¹Ł Ł
ŁŲ²ŁŲ© أ٠Ł
ŁŲ²Ų© ŲŁŲ§ ŁŲ£ŁŲ±Ų§ŲÆ Ų£Ų³Ų±Ų© Ł
Ų¹ŁŁŲ©
Ā
Artinya, āIslam tidak membedakan seseorang dengan orang lain dalam menikmati hak. Islam tidak menjadikan status atau hak istimewa bagi anggota keluarga tertentuā. (Abdul Wahab Khalaf, As-Siyasiyah As-Syarāiyah, [Kairo, Darul Anshar: 1977], halaman 41).
Ā
Semua anak bangsa memiliki hak yang sama dalam menyampaikan aspirasi, mengaktualisasikan bakat, dan mengekspresikan potensi, serta berpartisipasi dalam mengambil kebijakan dan keputusan politik sesuai aturan yang berlaku.
Ā
Demikian ini tergambar dalam hadits Nabi saw yang tidak memprioritaskan kelompok Arab daripada Nonarab, begitu juga sebaliknya. Serta tidak mengutamakan berdasarkan warna kulit, baik yang hitam, putih, dan yang lain.
Ā
Ų£ŁŁŁŲ§ ŁŁŲ§ ŁŁŲ¶ŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ±ŁŲØŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ¹ŁŲ¬ŁŁ
ŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲ¹ŁŲ¬ŁŁ
ŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų¹ŁŲ±ŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲ£ŁŲŁŁ
ŁŲ±Ł Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ³ŁŁŁŲÆŁ ŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲ³ŁŁŁŲÆŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŲŁŁ
ŁŲ±Ł Ų„ŁŁŁŁŲ§ ŲØŁŲ§ŁŲŖŁŁŁŁŁŁŁ
Ā
Artinya, "Ketahuilah, tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa Ajam, dan tidak ada kelebihan bangsa Ajam terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah terhadap yang berkulit hitam, juga yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah, kecuali dengan takwaā. (HRĀ Ahmad).
Ā
Nabi Muhammad saw yang dipastikan menjadi orang paling utama, berakhlak, dan bertakwa, tidak menggunakan politik dinasti untuk melanjutkan perjuangan kebangsaan dan kenegaraan.Ā Abdul Wahab KhalafĀ menjelaskan:
Ā
ŁŲ±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
ŁŁ
ŁŲ³ŲŖŲ®ŁŁ Ų¹ŁŁ Ų§ŁŁŲ§Ų³ Ų£ŲŲÆŲ§ ŁŁŁ ŁŲ§Ł Ų§ŁŲ£Ł
Ų± ŁŲ±Ų§Ų«ŁŲ§ ŁŲ¹ŁŲÆ ŲØŁ Ų§ŁŁ ŲµŲ§ŲŲØŁ
Ā
Artinya, āRasulullah saw tidak mengangkat seorangpun sebagai pengganti untuk mengurus umat, dan jika hal itu bersifat turun-temurun maka ia mempercayakannya kepada sahabatnyaā. (Khalaf, 26).
Ā
Bahkan sebagai nabi dan pimpinan negara, ia tidak pernah melegitimasi dirinya lebih istimewa daripada yang lain. Ia mengatakan dirinya sebagai manusia biasa, hanya saja mendapat wahyu. (Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Ar-Razi, [Lebanon, Darul Fikr: 1981], juz XXI, halaman 177).Ā
Ā
Hal ini menjadi cerminan bagi pemimpin negara untuk menyetarakan hak bagi seluruh warga. Tidak mewariskan hak otoritas kepemimpinan kepada keluarga tertentu, meskipun berasal dari garis keturunan yang mapan.
Ā
Karena itu, Abdul Wahab Khalaf lebih tegas menyebutkan bahwa mengarahkan regenerasi kekuasaan untuk keluarga tertentu tidak terdapat landasan syar'inyaĀ dari Al-Qurāan dan hadits:Ā
Ā
ŁŁ
ŁŲ±ŲÆ ŁŁ Ų§ŁŁŲ±Ų§Ł Ų§ŁŁŲ±ŁŁ
ŁŁŲ§ ŁŁ Ų§ŁŲ³ŁŲ© Ų§ŁŲµŲŁŲŲ© Ł
Ų§ ŁŲÆŁ Ų¹ŁŁ أ٠أŁ
Ų± Ų§ŁŁ
Ų³ŁŁ
ŁŁ ŲØŲ¹ŲÆ Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŁŁŁ ŁŁ Ų£Ų³Ų±Ų© Ų®Ų§ŲµŲ© ŁŁŲ£ŁŲ±Ų§ŲÆ Ł
Ų¹ŁŁŁŁ
Ā
Artinya, āTidak terdapat dalam Al-Qurāan dan hadits dalil yang menunjukkan bahwa urusan umat Islam setelah (wafatnya) Rasulullah sawĀ berada pada keluarga dan individu tertentuā. (Khalaf, 26).
Ā
Hal tersebut sangat logis, karena akan berimplikasi negatif terhadap jalannya roda pemerintahan, memutus asa generasi bangsa untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam membangun negeri, dan akan menimbulkan conflict of interest antara kepentingan keluarga dan kepentingan kenegaraan.Ā
Ā
Dari penjelasan di atas dapat diketahuli, dalam fiqih siyasah kepemimpinan bukan milik keluarga tertentu. Semua warga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi.
Ā
Politik yang dibangun atas hubungan keluarga berdampak buruk terhadap roda pemerintahan. Selain memutus kesempatan kader lain untuk berkontribusi, juga akan menimbulkan conflict of interest dalam menjalankan mandat negara.Ā WallahuĀ a'lam.
Ā
UstadzĀ Muqoffi, Guru Pon-Pes Gedangan & Dosen IAI NATA Sampang Madura
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
6
Khutbah Jumat: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong
Terkini
Lihat Semua