Sirah Nabawiyah

Tujuan Nabi Muhammad Mendirikan Negara

Sab, 28 Agustus 2021 | 10:00 WIB

Tujuan Nabi Muhammad Mendirikan Negara

Ilustrasi Nabi Muhammad saw. (Foto: NU Online)

Nabi Muhammad saw dihadapkan pada kondisi masyarakat yang majemuk (plural) saat hijrah ke Yatsrib (Madinah). Kemajemukan tersebut justru dimanfaatkan Rasulullah untuk menyatukan masyarakat Madinah dalam sebuah negara dengan aturan-aturan yang mengikatnya.


Prof Muhammad Quraish Shihab dalam Kumpulan 101 Kultum tentang Islam (2016) menjelaskan Langkah-langkah Nabi Muhammad saat tiba di Madinah. Langkah pertama Nabi sawa begitu tiba di Madinah adalah membangun masjid sebagai markas kegiatan dan tempat ibadah. Dari sana lahir langkah-langkah berikutnya yaitu mempersatukan umat Islam penduduk Madinah/al-Anshar dengan para pendatang dari Makkah, yakni al-Muhajirin.


Setiap muhajir hidup dalam keterbatasan akibat terpaksa meninggalkan keluarga dan harta benda di Makkah. Karena itu Nabi Muhammad “mempersaudarakan” setiap muhajir dengan seorang anshar yang siap mendukung saudaranya yang datang dari Makkah.


Langkah selanjutnya adalah menjalin hubungan persaudaraan antara seluruh penduduk Madinah dengan mengikat mereka semua dalam satu piagam yang kemudian dikenal dengan nama “Piagam Madinah”.


Dalam piagam itu, semua anggota kelompok diakui eksistensinya dan dilindungi hak-haknya. Semua memperoleh hak melaksanakan agama dan kepercayaannya tanpa boleh diganggu gugat oleh siapapun. Lalu semua juga sepakat tampil membela kota Madinah jika datang serangan dari luar. Nabi Muhammad disepakati menjadi pemimpin mereka.


Dalam kesepakatan itu, lahirlah aneka aktivitas yang menyejahterakan masyarakat. Nabi antara lain melakukan sensus penduduk Muslim, membangun pasar serta menggali sekian banyak sumur yang kesemuanya merupakan kebutuhan masyarakat.


Sejumlah alasan ilmiah dan alamiah penyusunan Piagam Madinah ialah pertama faktor universal, yaitu mengokohkan kemuliaan kemanusiaan (karomah insaniyyah). Kedua, faktor-faktor lokal, yaitu kemajemukan, kecenderungan bertanah air, dan semangat toleransi keagamaan dan kemanusiaan.


Piagam Madinah berisi 47 pasal. Ia merupakan supremasi perjanjian negara pertama dalam sejarah Islam yang didirikan oleh Nabi Muhammad. Dengan kata lain, Nabi saw mendirikan Darul Mistaq, negara kesepakatan antarkelompok-kelompok masyarakat yang berbeda-beda. 


Jadi jika dihubungkan dengan pembentukan dasar negara di Indonesia, para ulama seperti KH Wahid Hasyim, dan lain-lain sudah tepat dalam meneladani Nabi karena melahirkan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.


Karena sistem pemerintahan yang menempuh jejak kenabian ialah berdasarkan kebersamaan dan keadilan bagi semua bangsa dalam perjanjian dan kesepakatan yang termaktub dalam 47 pasal Piagam Madinah untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. 


Mitsaq al-Madinah (Piagam Madinah) menjadi bukti otentik dalam sejarah peradaban Islam bahwa negara pertama yang didirikan Nabi Muhammad ialah negara Madinah, negara kesepakatan atau perjanjian (Darul Mitsaq), bukan negara Islam, bukan daulah Islamiyah, maupun khilafah.


Selama periode Madinah ini, keadilan diterapkan secara utuh (tanpa kecuali) oleh Nabi, termasuk terhadap Muslim yang melanggar.


Dalam periode Madinah ini juga, turun ayat-ayat yang mengajak umat Islam bekerja sama dengan siapapun selama kerja tersebut dalam kebaikan.

 

Firman Allah, "Tolong-menolonglah dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan" (QS. Al-Maidah ayat 2). Tuntunan Allah ini turun dalam konteks uraian tentang sikap buruk kaum musyrik yang menghalangi Nabi dan kaum Muslim berkunjung ke Masjid al-Haram untuk beribadah.


Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Kendi Setiawan