Syariah

Apakah Wajib Bangunkan Orang Tidur Saat Shalat Tiba?

Sen, 24 April 2017 | 03:04 WIB

Dalam pergaulan sehari-hari bersama keluarga atau teman kos misalnya, mungkin saja seseorang menemukan sebagian dari mereka (keluarga atau teman tersebut) yang sulit bangun di pagi hari. Mereka baru bangun setelah matahari menyingsing sehingga waktu subuh pun berakhir sementara mereka belum melaksanakan ibadah shalat sama sekali.

Bagi orang yang kebetulan tinggal bersama anggota keluarga atau teman seperti ini tentunya akan bimbang antara pilihan membangunkan mereka saat itu juga atau membiarkan saja sampai mereka bangun dengan sendirinya.

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan sebagai berikut.

يستحب إيقاظ النائم للصلاة لاسيما إن ضاق وقتها لقوله تعالى : (وتعاونوا علي البر والتقوى) ولحديث عائشة رضى الله عنها قالت : "كان رسول الله صلي الله عليه سلم يصلى صلاته من الليل وأنا معترضة بين يديه فإذا بقى الوتر أيقظني فأوترت"

Artinya, “(Kita) dianjurkan membangunkan orang yang sedang tidur untuk melaksanakan shalat, terlebih lagi kalau waktunya sudah sempit (hampir habis) berdasarkan firman Allah Al-Maidah ayat 2, “Saling tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan” dan juga berdasarkan sebuah hadits yang bersumber dari Sayyidah Aisyah RA, “Suatu malam, Rasulullah SAW tengah melakukan shalat malam, sementara aku tidur terlentang di hadapan beliau. Ketika akan menutup shalatnya dengan witir, beliau pun membangunkanku, lalu aku shalat witir (bersama beliau).”

Sementara itu, Sulaiman Al-Jamal dalam karyanya Hasyiyatul Jamal merinci hukum membangunkan tersebut berdasarkan kondisi orang yang tidur. Jika seseorang tersebut tidur karena kesemberonoan (sebut muta’addin dalam istilah fikih) seperti sengaja tidur setelah waktu shalat masuk misalnya, sementara dia tidak yakin kalau akan bangun sebelum waktu shalat habis, maka membangunkan orang seperti ini hukumnya adalah wajib bagi mereka yang mengetahui kondisinya. Tapi kalau tidak mengetahui, maka tidak wajib. Kemudian jika ia tidur bukan karena kesemberonoan, seperti orang yang tidur sebelum waktu shalat masuk, maka membangunkannya hanya dihukumi sunah saja, dalam artian meskipun shalatnya luput karena ketiduran, orang yang berada di sekitarnya tidak dikenai dosa karena tidak membangunkannya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Imam As-Suyuthi dalam karyanya Al-Asybah wan Nazhair. Ia menyimpulkan sebagai berikut.

وَأَمَّا إيقَاظُ النَّائِمِ الَّذِي لَمْ يُصَلِّ، فَالْأَوَّلُ وَهُوَ الَّذِي نَامَ بَعْدَ الْوُجُوبِ يَجِبُ إيقَاظُهُ مِنْ بَابِ النَّهْي عَنْ الْمُنْكَرِ. وَأَمَّا الَّذِي نَامَ قَبْلَ الْوَقْتِ فَلَا، لِأَنَّ التَّكْلِيفَ لَمْ يَتَعَلَّقْ بِهِ، لَكِنْ إذَا لَمْ يُخْشَ عَلَيْهِ ضَرَرٌ فَالْأَوْلَى إيقَاظُهُ لِيَنَالَ الصَّلَاةَ فِي الْوَقْتِ انْتَهَى مُلَخَّصًا.

Membangunkan orang yang tertidur hukumnya ada dua, adakalanya wajib dan adakalanya sunah. Wajib ketika yang bersangkutan tidur setelah masuk waktu. Kewajiban itu, menurut As-Suyuthi, muncul dari keumuman ayat yang memerintahkan umat Islam untuk beramar makruf dan bernahi munkar kepada sesamanya, karena orang yang sengaja tidur setelah ia ditaklifi untuk melakukan shalat adalah orang yang sedang bermaksiat dan mengingatkan orang yang tengah berbuat maksiat adalah sebuah kewajiban. Namun jika yang bersangkutan tidur sebelum masuk waktu, maka hukum membangunkannya hanya sunat saja, karena dia tidur sebelum terkena hukum taklif.

Sedangkan Ibnu Hajar Al-Haitami dalam karyanya Tuhfatul Muhtaj memperluas cakupan sunah membangunkan orang yang sedang tidur untuk hal-hal lain selain shalat seperti sunah membangunkan orang yang tertidur di hadapan orang yang sedang shalat, begitu juga dengan orang yang tidur di saf pertama ataupun mihrab masjid (agar tidak menganggu orang yang akan melaksanakan salat jamaah), orang yang tidur di atas atap rumah yang tidak punya pembatas (agar nyawanya tidak terancam), orang yang tidur setelah terbit fajar sekalipun dia telah melaksanakan shalat Subuh dan orang yang tidur setelah Ashar sekalipun dia telah menunaikan shalat Ashar.

Begitu juga dengan orang yang tidur sendirian di sebuah rumah yang tidak ada penghuni lain selain dia, kemudian seorang perempuan yang tidur sambil terlentang (karena tidur seperti itu bagi perempuan dianggap tidak sopan jika dilakukan di tempat yang terbuka), perempuan atau laki-laki yang tidur dalam posisi telungkup (karena tidur dengan posisi seperti itu dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya). Selain itu, Ibnu Hajar juga menghukumi sunah membangunkan orang lain untuk shalat malam, atau untuk sahur (bagi mereka yang akan berpuasa), atau orang yang tertidur di Arafah pada saat pelaksanaan ibadah wukuf tengah berlangsung, karena waktu itu adalah saat-saat yang penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Allahu a’lam. (Yunal Isra)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua