Syariah

Ancaman bagi Orang yang Meninggalkan Shalat

Kam, 2 November 2017 | 03:30 WIB

Ancaman bagi Orang yang Meninggalkan Shalat

Ilustrasi (via 8share.com)

Pembaca yang budiman, sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa shalat merupakan ibadah yang sangat penting dalam agama Islam. Selain sebagai penunjuk ketakwaan, shalat yang kita lakukan juga berfungsi sebagai tiang dari agama kita. Berulang kali Allah mengingatkan kepada kita tentang besarnya pahala dan janji kenikmatan surga yang akan diberikan kepada umat Islam yang konsisten melaksanakan shalat. Di sisi lain, Allah juga memberikan ancaman yang sangat tegas bagi mereka yang meninggalkan shalat.
 
Menurut tinjauan hukum Islam (baca: fiqih), ada konsekuensi hukum yang sangat tegas terkait orang yang meninggalkan shalat sebagaimana dijelaskan oleh Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz I, hal. 102:
 
مَنْ أَخْرَجَ " من المكلفين " مكتوبة كَسَلًا وَلَوْ جُمُعَةً " وَإِنْ قَالَ أُصَلِّيهَا ظُهْرًا " عَنْ أَوْقَاتِهَا " كُلِّهَا " قُتِلَ حَدًّا" لَا كُفْرًا
 
“Seorang mukallaf yang tidak mengerjakan shalat tepat waktu karena alasan malas, termasuk shalat Jumat meski ia beralasan akan melaksanakan shalat dhuhur, maka ia layak menerima hukuman mati sebagai hadd, bukan karena alasan kekufuran.”
 
Pernyataan Syekh Zakaria tentang hukuman mati bagi orang yang meninggalkan shalat tersebut berdasarkan pada hadits nomor 25 riwayat Imam Bukhari bahwasanya Nabi bersabda:
 
أُمِرْت أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ...
 
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, dan mendirikan shalat,…”
 
Mengenai status bahwa orang yang meninggalkan shalat tersebut belum bisa dihukumi kafir, berdasarkan pada hadits nomor 1420 riwayat Abu Dawud:
 
خمس صلوات كتبهن الله على العباد، فمن جاء بهن، لم يضع منهن، شئ استخفافاً بحقهن، كان له عند الله عهد أن يدخله الجنة، ومن لم يأتي بهن فليس له عند الله عهد، إن شاء عذبه، وإن شاء أدخله الجنة
 
“Shalat lima waktu telah difardhukan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang mengerjakannya, dengan tidak menyia-nyiakan hak-hak shalat sedikitpun, maka Allah berjanji akan memasukkannya ke dalam surga, dan barangsiapa yang tidak mengerjakannya maka tidak ada janji Allah baginya. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya, dan jika Allah berkehendak maka Dia akan memasukkannya ke surga”.
 
Secara terperinci, Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz I, hal. 103 memerinci kategori orang yang meninggalkan shalat sebagai berikut:
 
تارك الصلاة إما أن يكون قد تركها كسلاً وتهاوناً، أو تركها جحوداً لها، أو استخفاً بها: فأما من تركها جاحداً لوجوبها، أو مستهزئاً بها، فإنه يكفر بذلك ويرتد عن الإسلام، فيجب على الحاكم أن يأمره بالتوبة، فإن تاب وأقام الصلاة فذاك، وإلا قبل على أنه مرتد، ولا يجوز غسله ولا تكفينه ولا الصلاة عليه، كما لا يجوز دفنه في مقابر المسلمين، لأنه ليس منهم.
وأما إن تركها كسلاً، وهو يعتقد وجوبها، فإنه يكلف من قبل الحاكم بقضائها والتوبة عن معصية الترك. فإن لم ينهض إلى قضائها وجب قتله حداً، … يعتبر مسلماً.
 
“Orang yang meninggalkan shalat, ada kalanya karena ia malas dan berleha-leha, ada kalanya karena ia membangkang dan menyepelekan. Orang yang meninggalkan shalat karena membangkang tentang kewajiban shalat atau menyepelekannya, maka ia dihukumi kafir dan keluar dari Islam, dalam hal ini, Hakim wajib memerintahkannya untuk tobat, jika ia tobat dan mendirikan shalat, maka masalah selesai, jika tidak maka ia dihukum mati dengan alasan murtad, dan tidak boleh dimandikan, dikafani, dishalati, dan tidak boleh juga dikuburkan di pekuburan Muslim karena ia tidaklah Muslim lagi.
 
Sementara orang yang meninggalkan shalat karena malas, namun ia tetap meyakini akan kewajiban shalat, maka hakim wajib menyuruhnya untuk mengqadla shalat dan bertobat. Jika ia tetap enggan, maka ia dihukum mati sebagai bentuk hadd …namun statusnya masih tetap Muslim”.
 
Dengan demikian dapat dipahami bahwa jika seseorang yang meninggalkan shalat karena malas, ia tetap dihukumi Muslim meskipun ia layak mendapatkan hukuman seberat apa pun. Namun sebagai warga negara, kita haram gegabah membunuhi mereka yang tidak shalat. Hukuman mati bagi orang yang meninggalkan shalat tidak boleh dilakukan sembarangan karena itu merupakan wewenang hakim, bukan wewenang perseorangan warga negara, juga dilakukan dalam konteks negara Islam yang mengakui konstitusi semacam itu berlaku. 
 
Dari beban sanksi yang demikian berat setidaknya kita bisa mengambil pelajaran bahwa betapa tingginya nilai shalat. Kewajibannya tak bisa ditawar-tawar selama akal masih sehat. Islam memberikan keringanan (rukhsah) atas sejumlah kendala dalam pelaksanaan shalat, tapi tidak dengan cara meninggalkannya sama sekali. Demikian pemaparan kali ini, semoga bermanfaat dan menjadi peringatan bagi kita untuk tidak sembarangan meninggalkan shalat. Wallahu a’lam bi shawab. (Muhammad Ibnu Sahroji)
 

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua