Risalah Redaksi

Selamat Bekerja Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin!

Ahad, 20 Oktober 2019 | 09:30 WIB

Selamat Bekerja Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin!

Mengelola negara bukan semata menuntut profesionalitas kinerja tapi juga kesanggupan mengatasi tantangan politik dari berbagai kepentingan.

Presiden dan wakil presiden hasil pemilu 2019 Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin telah resmi dilantik pada Ahad, 20 Oktober 2109. Dengan demikian kerja secara formal telah dimulai. Ada sekian banyak persoalan yang menunggu untuk diselesaikan, baik yang merupakan kelanjutan dari persoalan lama yang belum terselesaikan atau tantangan baru yang menghadang seiring dengan perrkembangan zaman. 
 
Dengan pengalaman selama lima tahun dalam pemerintahan, tentu Jokowi telah banyak belajar dan memahami bagaimana sebuah persoalan harus diselesaikan. Mengelola negara bukan sekadar soal benar dan salah atau bisa dan tidak bisa, tetapi melibatkan hal yang lebih kompleks seperti suka dan tidak suka. Bagi kelompok yang tidak suka, apa pun yang dilakukan pemerintah dianggapnya tidak baik. Hal yang benar saja dicari-cari kesalahannya, apalagi jika benar-benar melakukan kesalahan. 
 
Sejumlah komunikasi politik yang digalang jelang pelantikan tampaknya telah menghasilkan sejumlah kesepakatan. Dengan demikian, dukungan politik di parlemen pada pemerintahan Jokowi periode kedua ini tampaknya lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya.  Tetapi tidak mudah pula untuk menjaga keseimbangan dengan sedemikian banyak kepentingan yang terlibat karena satu sama lain saling bersaing atau bertentangan. Tak mudah untuk mengelola semua hal tersebut. 
 
Posisi KH Ma’ruf Amin yang berlatar belakang NU secara otomatis akan menghasilkan dukungan kuat dari warga NU. Nahdlatul Ulama bukan merupakan partai politik, tetapi memiliki kekuatan politik yang lebih besar dibandingkan dengan sejumlah partai politik mengingat dukungan massanya yang besar dan militan. Ini sekaligus tugas berat untuk memperhatikan warga NU yang dalam beberapa aspek perlu mendapatkan perhatian seperti sektor pertanian, di mana sebagian besar warga NU berkiprah. Memperhatikan NU berarti memperhatikan rakyat Indonesia karena mayoritas Islam Indonesia berkultur NU. 
 
Namun, berdasarkan pengalaman sebelumnya, pemerintahan kedua mengandung sejumlah tantangan. Salah satunya adalah persoalan soliditas. Masing-masing partai politik yang terlibat dalam pemerintahan akan berusaha memanfaatkan posisinya untuk mempersiapkan diri dalam pemilu 2024 mendatang. Dengan demikian, visi yang dicanangkan presiden tidak sepenuhnya dijalankan karena masing-masing agenda sendiri yang belum tentu selaras dengan agenda presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan. 
 
Mungkin juga muncul kebijakan-kebijakan yang tidak populer seperti penaikan harga sejumlah barang atau jasa yang sebelumnya mendapat subsidi dari pemerintah. Hal ini mengingat pemerintah merasa tidak perlu lagi mendapat dukungan untuk pemilihan periode berikutnya. Kenaikan sejumlah barang bukanlah sesuatu yang diharamkan, tetapi harus dalam proporsi yang tepat karena adanya inflasi yang terjadi setiap tahunnya. Iuran BPJS sudah diputuskan naik, ada beberapa item lain yang mungkin juga akan naik dalam beberapa tahun ke depan seperti elpiji bersubsidi 3 kg, listrik, BBM, dan lainnya. 
 
Beberapa persoalan yang merupakan residu dari pilpres 2019 masih terasa. Kontestasi yang menggunakan sentimen agama membuat kelompok-kelompok tertentu mendapat ruang untuk berekspresi saat pertarungan pilpres lalu karena adanya kesamaan kepentingan memenangkan salah satu kandidat. Sekalipun perkongsiannya sudah pecah, kelompok tersebut tampaknya tidak rela atas terpilihnya pemerintahan saat ini. Dengan demikian salah satu tugas pemerintah adalah bagaimana merangkul seluruh anak bangsa.  
 
Isu Papua naik dalam beberapa waktu terakhir dengan terjadinya sejumlah kerusuhan yang menyebabkan korban nyawa dan harta di berbagai lokasi. Ini merupakan isu lama yang belum terselesaikan dengan baik. Presiden Jokowi dalam pemerintahan periode pertama telah berulang kali pergi ke sana. Pembangunan sejumlah infrastruktur telah dilakukan. Harga BBM juga telah disamakan. Tetapi masalah Papua seperti api dalam sekam yang kapan saja bisa menyala ketika momentumnya tepat. 
 
Korupsi masih menjadi masalah laten. Dan ini memerlukan waktu panjang untuk menyelesaikannya mengingat kompleksitas yang dihadapinya. Ujian pertama yang dihadapi pemerintah kali ini adalah menyelesaikan kontroversi revisi UU KPK yang sempat berujung pada demo besar-besaran yang dilakukan oleh para mahasiswa di berbagai kota. Penurunan korupsi salah satunya bisa dilihat dari indeks persepsi korupsi yang setiap tahun dilansir oleh Transparansi Internasional. Berbagai perbaikan harus terus dilakukan agar tingkat korupsi di Indonesia menurun. 
 
Ancaman resesi yang melanda dunia patut mendapat perhatian serius. Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang terjadi pada 1998. Efek krisis ekonomi ini menular kepada kehidupan sosial dan politik dengan terjadinya kerusuhan di sejumlah tempat. Jutaan orang yang rentan miskin kembali jatuh pada kategori miskin. Indonesia telah belajar banyak dari pengalaman pahit ini. Jangan sampai hal tersebut berulang kembali. 
 
Persoalan lain terkait dengan ekonomi adalah melebarnya jurang ketimpangan antara kelompok kaya dan miskin di mana sekelompok elite dari etnis minoritas dan pemeluk agama minoritas menguasai sebagian besar aset nasional. Ini adalah sebuah ketidakadilan. Hal ini merupakan sebuah kerawanan yang setiap saat dapat meletup menjadi masalah besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
 
Terkait dengan masalah keagamaan, ancaman radikalisme masih menghantui. Bahkan kelompok ini telah menyusup ke seluruh sektor, termasuk dalam bidang keamanan di mana diindikasi sekitar 3 persen. Ini tentu indikasi yang berbahaya jika terus dibiarkan. Dalam bidang lainnya, jumlahnya tentu lebih banyak lagi.
 
Tak mudah menyelesaikan berbagai persoalan tersebut. Saatnya kita kawal dan dukung pemerintah agar mampu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Untuk kontestasi politik, silakan tunggu lima tahun yang akan datang yang mekanismenya telah diatur. Saatnya kita bersama memajukan  Indonesia. (Achmad Mukafi Niam)