Risalah Redaksi

Bagaimana Mengelola para Kader Nahdlatul Ulama?

Ahad, 27 Juni 2021 | 12:00 WIB

Bagaimana Mengelola para Kader Nahdlatul Ulama?

Tantangannya sekarang bukan mencari kader, tetapi bagaimana mengelola para kader NU agar mampu memberikan kontribusi kepada NU secara efektif dan efisien.

Pagi-pagi jam delapan lebih, grup WA NU Online dikejutkan dengan kabar duka meninggalnya wakil pemimpin redaksi Ahmad Khoirul Anam yang selama ini terlihat dalam kondisi sehat. Dia telah berkiprah membangun NU Online sejak awal sampai dengan saat yang sebentar lagi akan menginjak usia 18 tahun. Kontribusinya sangat besar dalam pengembangan media resmi PBNU ini sehingga menjadi media kepercayaan warga NU. 


Nahdlatul Ulama dibangun, digerakkan, dan dijaga oleh para kader-kader militan yang dari zaman ke zaman saling bergantian mengisi dan memainkan peran penting ini. Membangun bata demi bata sampai akhirnya menjadi bangunan tinggi seperti sekarang ini. Salah satu joke terkenal Gus Dur adalah tentang beberapa kategori orang NU. Mereka yang berdiskusi dan membahas NU pada jam kerja normal, dianggap sebagai orang yang cinta kepada NU. Tetapi kalau tengah malam masih memikirkan NU, berarti “gila NU”. 


Proses kaderisasi di NU berjalan secara alamiah. Para aktivis NU umumnya berlatar belakang keluarga aktivis NU. Orang tua, paman, ibu, atau kerabat dekat lainnya menjadi pengurus NU. Dalam obrolan keseharian, pembahasan terkait persoalan-persoalan NU menjadi bagian yang secara tidak langsung membentuk kesadaran kepada generasi muda untuk memahami perjuangan NU dengan segala dinamikanya. Hal ini yang kemudian mendorong anak-anak muda untuk meneruskan perjuangan di NU.


Kesadaran ini kemudian tersalurkan dalam organisasi formal yang menjadi bagian NU seperti IPNU dan IPPNU di tingkat pelajar dan remaja, lalu PMII di tingkat mahasiswa, Ansor, Fatayat, dan lainnya. Wadah ini yang kemudian membentuk watak dan menggerakkan secara lebih formal kiprah para aktivis NU dan pilihan-pilihan bidang yang ingin mereka tekuni sesuai dengan minat dan keahliannya.


Pada setiap organisasi badan otonom NU terdapat penjenjangan pengaderan yang nanti menjadi syarat kepengurusan level tertentu. IPNU dan IPPNU memiliki tiga jenjang pengaderan formal yang meliputi Masa Kesetiaan Anggota (makesta), Latihan Kader Muda (lakmud), dan Latihan Kader Utama (lakut). Badan otonom lain memiliki mekanisme berbeda dalam pengaderannya. Mengingat beragamnya sumber rekrutmen pengurus NU di berbagai tingkatan, kini dibuat Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) atau Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU) untuk menyamakan pandangan terkait visi dan nilai NU. 


Tantangan yang dihadapi saat ini bukanlah mencari kader, tetapi bagaimana mengelola para kader NU agar mampu memberikan kontribusi kepada NU secara efektif dan efisien. Pada satu sisi, banyak orang ingin berkontribusi kepada NU sesuai dengan keahlian yang mereka miliki, tetapi sebagian kurang tahu jalurnya. Di sisi lain, NU membutuhkan orang-orang dengan keahlian spesifik tetapi bingung mencari orang yang pas.


Persoalan seperti ini pernah dialami oleh NU Online dalam menjalankan dakwah digital. Ada satu masa ketika NU Online kesulitan mencari tenaga jurnalis, penulis keislaman, desainer grafis, tenaga TI dan lainnya sampai akhirnya dapat memanfaatkan media sosial untuk mempertemukan diri dengan para kader NU yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan lembaga ini. 


Hal lain adalah alokasi waktu untuk membantu NU bagi tiap orang berbeda-beda. Ada kelompok yang memang masuk kategori “gila NU” yang seluruh hidupnya untuk NU. Mereka biasanya para ketua atau aktivis militan yang setiap saat bersentuhan dengan berbagai persoalan organisasi. Namun, ada pula orang-orang yang hanya bisa berkontribusi beberapa jam dalam seminggu atau bahkan hanya pada momen-momen tertentu saja. Jumlah kelompok ini sangat banyak, namun jika dikelola dengan baik, kontribusinya akan menjadi sangat luar biasa dalam kerja-kerja NU. 


Untuk itu, diperlukan orang-orang yang melayani dan mengelola kelompok besar ini supaya kontribusi yang diberikan efektif dan efisien dengan hasil yang maksimal. Jika respons yang diberikan lambat, layanannya kurang ramah, pekerjaannya tumpang tindih, maka para relawan ini akan enggan berkontribusi lagi. Supaya dapat melayani dengan baik, maka kebutuhan untuk menjalankan pekerjaan dan keperluan pribadi dan keluarganya harus dipenuhi dengan baik. 


Potensi relawan-relawan baru kini semakin besar dengan kemajuan teknologi yang mampu menghubungkan orang dari berbagai tempat. Pekerjaan-pekerjaan tertentu tidak harus dilakukan dari kantor, tetapi bisa dari mana saja. Enaknya, juga bisa dilakukan kapan saja, selagi senggang mengingat tidak ada batas jam kantor. Yang penting dikoordinasikan dengan baik.


Visi besar sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri Nahdlatul Ulama memerlukan kerja besar yang harus dilakukan oleh banyak orang dan memerlukan durasi waktu yang panjang. Para aktivis NU dari zaman ke zaman telah memberikan kontribusinya, dan sebagian bahkan telah kembali kepada haribaan Allah, sebagaimana sahabat Ahmad Khoirul Anam. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana menyiapkan kader-kader baru untuk meneruskan dan merawat capaian sebelumnya. Tanpa kontinuitas, maka kerja besar tersebut akan rusak pada akhirnya. 


Selama masih ada kader yang akan menggerakkan NU maka organisasi ini akan terus dapat menjalankan perannya kepada umat dan bangsa. Orang tertarik memberikan kontribusinya kepada NU karena visinya yang baik yang menggerakkan orang-orang untuk terus membantu mencapai hal tersebut. Dengan tata kelola yang baik, maka hasilnya akan menjadi maksimal. (Achmad Mukafi Niam)