Ramadhan

Kultum Ramadhan: Pahala Menjaga Konsistensi Shalat Tarawih

Ahad, 10 April 2022 | 19:45 WIB

Kultum Ramadhan: Pahala Menjaga Konsistensi Shalat Tarawih

Kultum Ramadhan: Pahala Menjaga Konsistensi Shalat Tarawih

Kedatangan bulan suci Ramadhan menjadi suntikan iman bagi umat Muslim. Tidak heran jika kehadiran bulan mulia ini disambut dengan luar biasa di tempat-tempat ibadah (mushala dan masjid). Mulai dari memperbarui warna cat, memaksimalkan penerangan cahaya ruangan, menata ulang ruangan agar lebih banyak memuat jamaah, dan sejumlah upaya untuk menciptakan kenyamanan ibadah lainnya.

 

Salah satu ibadah sunnah yang mendapat sambutan antusias bagi umat Muslim adalah shalat tarawih. Kita bisa menyaksikan volume jamaah di masjid dan mushala yang lebih penuh dibanding bulan-bulan biasanya. Mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, tua, muda, bahkan ada pula yang membawa anak kecil karena di rumah tidak ada yang menjaga. Boleh dikatakan, puasa Ramadhan tanpa tarawih bagaikan masakan tanpa garam.

 

Keutamaan Shalat Tarawih

Keutamaan bagi orang yang melaksanakan shalat tarawih sendiri sangat besar, yaitu mendapat pengampunan dosa. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda,

 

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

 

Artinya, “Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau” (HR al-Bukhari, Muslim, dan lainnya).

 

Para ulama sepakat bahwa kata qâma ramadhâna berarti shalat tarawih. Secara tegas hadits ini memotivasi umat Muslim agar melaksanakan shalat yang boleh dikatakan sebagai ibadah eksklusif di bulan Ramadhan. Bahkan pahala yang dijanjikan adalah ampunan dosa-dosa, dengan catatan harus yakin akan keutamaannya dan dijalani dengan penuh keikhlasan. (as-Syirbini, Mughnil Muhtaj, tt; juz 1, h. 459)

 

Artinya, shalat tarawih yang hanya terdapat di bulan Ramadhan ini akan menjadi penyuci bagi umat Muslim dari dosa-dosa yang pernah diperbuat. Terkait apakah semua dosa, kecil dan besar, ulama berbeda pendapat. Imam Haramain mengatakan bahwa dosa yang bisa dihapus karena shalat tarawih adalah dosa kecil, sebab dosa besar hanya bisa dilebur dengan jalan taubat.

 

Berbeda dengan Imam Ibnul Mundzir yang memaparkan bahwa dosa yang dihapus adalah seluruhnya, baik kecil maupun besar. Sebab, untuk menyebut kata dosa pada redaksi hadits di atas adalah menggunakan lafal “ma” yang dalam diskursus gramatika bahasa Arab (ilmu nahwu) memiliki arti umum. (al-Ramli, Nihayatul Muhtaj, tt: juz 3, hal. 206).

 

Menjaga Konsistensi Shalat Tarawih

Namun demikian, keimanan manusia adakalanya naik dan terkadang juga turun. Naik turunnya iman sendiri bisa dideteksi melalui semangat ibadah yang dilakukan seseorang. Semakin dia giat beribadah, biasanya semakin naik pula dosis keimanannya. Namun sebaliknya, jika ibadahnya mulai redup, bertanda dosis imannya mengalami penurunan.

 

Demikian pula dalam realitas pelaksanaan shalat tarawih yang terjadi di masyarakat. Pekan pertama sampai pertengahan Ramadhan mungkin volume jamaah masih ramai, tapi begitu memasuki separuh bulan terakhir apalagi mendekati hari raya idul fitri, jumlah jamaah perlahan melandai. Yang tadinya harus dipasang alas terpal di depan mushala untuk menampung jamaah yang membludak, kini bagian dalam mushala saja kadang tidak penuh.

 

Alasannya pun beragam, mulai dari kesibukan pribadi sampai yang sudah bisa ditebak seperti sedang mempersiapkan kedatangan hari raya Idul Fitri di rumah: membuat aneka macam kue lebaran lah, menghias rumah lah, dan segala macam ragam lainnya.

 

Padahal jika kita memahami betul betapa besar pahala yang diperoleh umat Muslim dalam menjaga konsistensi shalat tarawih, tentu seharusnya semakin mendekati lebaran, semakin semangat pula tarawihnya, dan juga ibadah-ibadah lainnya. Dalam salah satu potongan haditsnya, Rasulullah saw bersabda,

 

إنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

 

Artinya, “Sesungguhnya seorang laki-laki yang melaksanakan shalat bersama Imam (berjamaah) sampai selesai, maka baginya dihitung pahala beribadah satu malam penuh.” (HR Abu Dawud)

 

Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang melaksanakan shalat berjamaah dan tidak bubar sampai imam selesai (ikut membaca dzikir dan berdoa), maka ia akan memperoleh pahala senilai beribadah selama satu malam penuh, terhitung ibadah wajib dan sunnah. Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya mendata hadits di atas dalam bab keutamaan melaksanakan shalat pada bulan Ramadhan. (Abu Thayyib Abadi, ‘Aunul Ma’bûd, 2017; juz 2, h. 168)

 

Artinya, jika konteks hadits ini diberlakukan dalam shalat tarawih, maka barang siapa yang melaksanakan shalat tarawih sampai selesai berikut witir serta dzikir dan doa bersama imam, ia akan memperoleh pahala setara menghidupkan satu malam penuh dengan ibadah. Belum lagi malam Ramadhan, pasti pahalanya lebih besar lagi dibanding malam-malam lainnya.

 

Lebih jauh, para ulama menjelaskan bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan merupakan alam-malam paling potensial bagi datangnya Lailatul Qadar, momen yang paling diimpikan oleh umat Nabi Muhammad saw. Artinya, jika kita konsisten menjaga shalat tarawih sampai satu bulan penuh selama Ramadhan, akan banyak sekali pahala yang diperoleh termasuk meraih malam yang lebih utama dari seribu bulan ini.

 

Pertama, diampuni dosa-dosanya sebagaimana disinggung dalam hadits di atas. Kedua, mendapat pahala senilai menghidupkan satu malam penuh dengan beribadah selama satu bulan Ramadhan. Ketiga, berkesempatan meraih malam Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir.

 

Semoga Ramadhan tahun ini kita selalu diberi kekuatan iman dan imun untuk menjalankan puasa satu bulan penuh dan segala amalan-amalan sunnah di dalamnya termasuk shalat tarawih. Shalat tarawih memang sunnah, tapi ia hanya ada satu bulan dalam kurun waktu satu tahun. Wallahu a’lam bishshawab.

 

Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online; alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta


Baca materi kuliah Ramadhan lainnya di Kumpulan Kultum Ramadhan Terfavorit