Pustaka

Mengenal Sabilul Jannah, Kitab Fiqih Ibadah Praktis Karya KH Ghazali Ahmadi

Kam, 23 September 2021 | 02:00 WIB

Mengenal Sabilul Jannah, Kitab Fiqih Ibadah Praktis Karya KH Ghazali Ahmadi

Sampul kitab Sabilul Jannah karya KH Ghazali Ahmadi.

Di pesantren, fiqih selain termasuk salah satu kitab paling populer di kalangan para santri, juga menjadi bacaan wajib. Di tingkat Ma’had Aly, fiqih seakan telah menjadi 'makanan sehari-hari' santri. Ajaran fiqih  dapat mengantarkan seorang hamba menuju Tuhan dengan beribadah kepada-Nya. Karenanya, belajar fiqih merupakan suatu keniscayaan (wajib) bagi seluruh umat Islam.

 

Saking urgennya, tidak sedikit para ulama menelurkan karya-karya di bidang fiqih, tak terkecuali ulama-ulama Nusantara. Salah satunya Allah Yarham Sang Maha Guru KH Ghazali Ahmadi, salah satu santri kinasih KHR As’ad Syamsul Arifin, merupakan pengasuh di sebuah Pondok Pesantren kenamaan di Kepulauan Sumenep, yaitu Pondok Pesantren Zainul Huda, Duko Laok, Arjasa Sumenep.

 

Mungkin publik tidak banyak yang mengetahui siapa sosok KH Ghazali Ahmadi. Kiai Ghazali merupakan salah seorang ulama Nusantara yang dikenal sebagai ulama produktif dengan beberapa karya kitab. Ada  sekitar 10 karangan yang terlahir dari jari-jemarinya. Salah satu karya yang sangat monumental dan masih eksis dikaji sampai saat ini ialah Kitab Sabilul Jannah.

 

Kitab Sabilul Jannah merupakan kitab fiqih praktis. Menariknya, kitab ini tidak seperti kebanyakan kitab fiqih pada umumnya yang dikenal dengan tingkat kerumitan dan kesulitannya, khususnya bagi para pemula. Kitab Sabilul Jannah ditulis berbahasa Madura dengan huruf Arab Pegon, dengan tujuan untuk mempermudah bagi pemula yang hendak belajar ilmu agama (ihwal Furudhul Ainiyah).


Di bagian awal kitab Sabilul Jannah, Kiai Ghazali menulis 12 kitab yang menjadi rujukannya, mulai dari Ihya Ulumuddin, I’anah al-Thalibin, Kifayatul Akhyar, Durratun Nasihin, dan lain sebagainya. Sayangnya, Kitab Sabilul Jannah ini tidak memuat keterangan tahun kapan ditulis. Hal yang pasti, kitab ini ditulis pada waktu Kiai Ghazali masih menjadi santri di Pondok Pesantren Sukorejo, Situbondo. Sebab, kitab ini dijilid bersamaan dengan karya KHR As’ad Syamsul Arifin, yaitu Isro’ Mi’raj.


Kiai Ghazali dalam Kitab Sabilul Jannah ini mengulas secara lugas ihwal pembahasan fiqih ibadah. Komposisi kitab ini terdiri dari 39 halaman dengan terbagi menjadi tujuh sub-pembahasan.


Pertama, Kitab Sabilul Jannah menjelaskan tentang niat mandi, baik yang wajib (seperti; mandi junub, haid, nifas dan wiladah) maupun sunah (yaitu; mandi Jumat, Hari Raya Idul Adha-Fitri, ketika matahari sakit-bulan sakit, mohon hujan dan mandi setelah memandikan mayat).

 

Kedua, menjelaskan tentang fardu-fardunya wudhu. Dijelaskan terdapat enam rukun fardu wudhu: niat, membasuh wajah, membasuh dua tangan sampai kedua siku, mengusap sebagian kepala/rambut, membasuh dua kaki hingga kedua mata kaki dan terakhir adalah berurutan. Kemudian, penulis juga menjelaskan tata cara niat wudhu, disertai dengan doa setelah berwudhu.

 

Ketiga, membahas masalah tayamum yang disertai dengan ketentuan-ketentuan (syarat) bolehnya seseorang melakukan tayamum. Di antaranya ketiadaan air untuk digunakan berwudhu setelah ia mencarinya, atau terdapat air tetapi dijual dengan harga di luar kebiasaan/sangat mahal dan adanya penghalang untuk melaksanakan wudhu; sakit dan terdapat luka yang sangat membahayakan pada anggota badan.


Keempat, membahas perkara-perkara yang disunahkan untuk dilakukan sebelum shalat; azan, iqamah, doa setelah azan, tata cara menjawab azan dan zikir sebelum shalat. Kiai Ghazali memberi sedikit penjelas, yaitu "Barangsiapa yang azan kemudian ia membaca doa azan, maka Allah akan memasukkan dia ke dalam surga tanpa dihisab amal perbuatannya." (Beliau mengutip keterangan ini dari Kitab I’anah al-Thalibin, Juz I, hal, 243)

 

Kelima, Kiai Ghazali menjelaskan tata cara shalat secara lugas dan terperinci. Pembahasan ini terbagi menjadi beberapa macam. Macam pertama, membahas ihwal niat shalat lima waktu, mulai dari niat shalat zuhur hingga shalat subuh disertai dengan tata cara niat bagi seorang makmum dan imam shalat.

 

Macam kedua, praktik melaksanakan shalat beserta bacaan-bacaan (zikir) yang dianjurkan setelah shalat. Macam ketiga, ia juga menjelaskan ihwal shalat yang sunah dilakukan, baik sebelum shalat lima waktu maupun setelahnya, seperti Shalat dua rakaat sebelum shalat zuhur, ashar dan subuh; dan dua rakat setelah shalat maghrib dan isya.

 

Macam keempat, praktik dan ketentuan-ketentuan melaksanakan shalat Jumat beserta amalan-amalan yang dianjurkan untuk dibaca. Misalnya, barang siapa yang membaca Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan Annaas masing-masing sebanyak tujuh kali ketika imam selesai membaca salam shalat Jumat, dan sebelum melipat kakinya, maka Allah akan mengampuni dosanya yang lalu dan sekarang, serta akan diberi pahala sebanyak orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

 

Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwa; barang siapa yang konsisten (istiqamah) membaca zikir الهى لست للفردوس اهلا الخ  maka, seseorang itu tidak akan meninggal melainkan membawa iman dan Islam dalam dirinya.

 

Keenam, beliau menjelaskan tentang masalah puasa, mulai dari niat puasa baik puasa wajib maupun sunah dan doa hendak berbuka puasa hingga bacaan Nida shalat tarawih dan witir dan doa setelah shalat tarawih dan witir pula. Tidak sekadar itu, Kiai Ghazali juga menyuguhkan tentang kapan waktu turunnya malam Lailatul Qadhar.

 

Menurutnya, seseorang dapat mengetahui Lailatul Qadhar melalui hari pada tanggal satu kali pertama bulan Ramadhan. Misalnya, apabila tanggal satu bertepatan dengan hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadhar jatuh pada tanggal 29. Jika hari Senin, maka tanggal 21, namun jika bertepatan dengan hari Selasa dan Jumat, maka jatuh pada tanggal 27, jika Kamis, maka pada tanggal 25, dan apabila pada hari Sabtu, maka jatuh pada tanggal 23.

 

Ketujuh, menjelaskan praktik dan syarat menyembelih hewan, baik Qurban dan Aqiqah. Di antaranya; menghadap kiblat, membaca Basmalah dan lain-lain. Namun, apabila yang hendak disembelih adalah hewan Qurban, maka disunahkan membaca doa:

انى وجَّهت وجهى للذى فطرالسموت والارض حنيفا وما انا من المشركين. اللهم صل على سيدنا محمد وال سيدنا محمد. اللهم هذا منك واليك فتقبل منى. الله اكبر الله اكبر لااله الا الله والله اكبر الله اكبر ولله الحمد بسم الله الله اكبر.

 

Demikianlah, sebagian pembahasan yang terdapat dalam kitab Sabilul Jannah karya almarhum KH Ghazali Ahmadi, yang dapat diulas pada tulisan pendek ini. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam

 

Saidun Fiddaraini, Alumnus Pesantren Nurul Jadid, Paiton, kini mengajar di Pesantren Zainul Huda, Arjasa, Sumenep.