Pustaka

Kisah Para Ulama Nusantara: dari Keilmuan, Guyonan, hingga Karamahnya

Kam, 16 Mei 2024 | 15:30 WIB

Kisah Para Ulama Nusantara: dari Keilmuan, Guyonan, hingga Karamahnya

Ilustrasi cover Kitab Haula Masyayikhuna. (Foto: NU Online/Muntaha)

Sebagai santri, sudah selayaknya mencintai para ulama Nusantara. Salah satu cara untuk menumbuhkan rasa cinta tersebut adalah dengan membaca dan mempelajari sejarah perjalanan hidup mereka saat mondok yang bertahun-tahun lamanya.

 

Salah satu kitab menarik untuk dibaca agar dapat dengan mudah mengetahui sejarah dan kisah-kisah para ulama Nusantara adalah kitab karya Kiai Musa Musthafa at-Tamani, judulnya “Ha’ula Masyayikhuna” (Inilah para guru kami).

 

Latar Belakang

Dalam mukadimahnya, Kiai Musa Musthafa mengatakan bahwa alasan beliau menulis kitab ini berawal dari banyaknya para santri-santri asal Nusantara yang mondok di Timur Tengah. Ketika mereka pulang, seringkali menulis kisah-kisah para gurunya di Timur Tengah (seperti Makkah, Madinah, Hadramaut, Kairo, dan sebagainya) dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

 

Melihat geliat literasi tersebut, beliau tergugah untuk membuat sebuah karya yang berisikan kisah-kisah tentang para ulama Nusantara, namun ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Berkebalikan dengan para santri Timur Tengah tersebut.

 

Adapun alasan penamaan kitab ini dengan nama, “Ha’ula Masyayikhuna” adalah karena merekalah para guru yang menjadikan sanad keilmuan kita tersambung.

 

Isi Kitab

Secara garis besar, kitab Ha’ula Masyayikhuna berisi tentang kisah-kisah para ulama Nusantara, baik saat masih menjadi santri, guyonan, akhlak, dan karamah mereka. Jika dipetakan, kitab ini terbagi menjadi empat bab yang di dalamnya terdapat beberapa kisah. 

 

Pada Bab Pertama, kitab ini akan memaparkan kisah yang masih ada kaitannya dengan perjalanan ‘nyantri’ para ulama Nusantara di pesantren. Berikut adalah beberapa kisah yang ada dalam bab pertama ini:

 
  1. Kisah para ulama Nusantara mengatur waktu, 
  2. Kisah para ulama Nusantara menaati perintah guru, 
  3. Kisah para ulama Nusantara yang tetap semangat mencari ilmu meskipun patah hati
  4. Kisah para ulama Nusantara mempunyai semangat belajar yang tinggi
  5. Kisah para ulama Nusantara ikhlas pada perintah guru
  6. Kisah para ulama Nusantara yakin terhadap kebenaran sang guru
  7. Kisah para ulama Nusantara mencari berkah sang guru
  8. Kisah balasan bagi murid yang tidak taat pada guru
 

Kisah santri miskin Naik Haji karena taati Guru

Salah satu kisah yang menarik dalam Ha’ula Masyayikhuna ini adalah tentang balasan bagi murid yang taat dan tidak taat kepada guru.

 

Diceritakan dalam kitab ini (hal. 15), Syaikhuna Kholil atau Mbah Kholil Bangkalan, adalah maha guru para ulama Nusantara yang mempunyai santri dari berbagai macam latar belakang. Suatu hari, Mbah Kholil ingin menguji ketaatan dari dua orang santri yang latar belakang finansial keluarganya berbeda. Santri pertama berasal dari keluarga kurang mampu (miskin), santri kedua dari keluarga serba kecukupan (kaya).

 

Santri yang kurang mampu tersebut mendapat jatah pertama dipanggil oleh Mbah Kholil. Saat sudah di hadapannya, beliau menguji santri miskin ini dengan berkata: 

 

Wahai anakku, aku berkeinginan agar engkau melaksanakan ibadah haji pada tahun ini.” ujar Mbah Kholil.

 

Tanpa berpikir panjang, sang santri miskin ini pun langsung menjawab seraya sendiko dawuh.

 

Baik, saya akan melaksanakannya wahai guruku,” jawabnya.

 

Santri yang miskin ini tetap taat terhadap perintah sang guru meskipun ia sadar, sebenarnya ia tidak mempunyai uang yang cukup untuk menunaikan ibadah haji.

 

Keesokan harinya, Mbah Kholil memanggil santri kedua yang keluarganya kaya. Beliau menyodorkan kepadanya perintah yang sama seperti pada santri yang miskin sebelumnya. 

 

Mendengar perintah dari Mbah Kholil untuk melaksanakan ibadah haji, sang santri kaya ini merasa keberatan seraya berkata:

 

Wahai guru, perjalanan menuju Tanah Suci sangatlah jauh dan membutuhkan biaya yang cukup besar, sedangkan saya merasa tidak mampu.”

 

Di akhir cerita, meski santri miskin secara lahir tidak mempunyai uang cukup untuk berangkat haji, namun berkah menaati perintah guru (sendiko dawuh), ia akhirnya dapat melaksanakan ibadah haji pada tahun itu bahkan pada tahun-tahun berikutnya. 

 

Sedangkan santri kedua yang kaya tersebut, meski secara lahir mempunyai uang yang cukup untuk berangkat haji, namun akibat tidak menaati perintah guru, akhirnya sampai ia wafat pun tidak bisa menunaikan ibadah haji.

 

Pada Bab Kedua, kitab ini memaparkan kisah-kisah tentang candaan dan guyonan para ulama Nusantara. Para ulama, utamanya ulama Nusantara, seringkali melemparkan jokes untuk mempermudah dalam berdakwah di tengah masyarakat. Dalam bab kedua ini ada sekitar enam cerita yang mengisahkan guyonan para ulama Nusantara.

 

Kisah santri joinan rokok dengan kiainya

Kiai Musa Musthafa dalam kitabnya ini menceritakan kisah seorang santri yang joinan rokok dengan kiainya (hal. 19-20). Dikisahkan, pada suatu malam saat pesantren mati lampu, Kiai Abdul Fattah (sang pengasuh pesantren) sedang duduk santai sendirian di depan teras pesantren sambil menghisap sebatang rokok.

 

Tak disangka, tiba-tiba ada salah satu santrinya yang mendekati beliau seraya berkata:

 

Kang, bagi rokoknya, dong. Satu sedotan saja!” ucap sang santri yang mengira bahwa Kiai Abdul Fattah adalah kawan akrabnya.

 

Tanpa berpikir panjang, Kiai Abdul Fattah pun segera memberikan sisa rokoknya pada santri tersebut. Setelah rokok tersebut diberikan, sang santri pun lekas menghisap rokok tersebut dengan santainya.

 

Namun saat ia mulai menghisap rokok, pancaran bara rokoknya itu sedikit mengeluarkan cahaya. Akhirnya terlihat jelas sosok di hadapannya itu adalah Kiai Abdul Fatah, bukan kawannya. Sang santri lantas lari terbirit-birit dalam keadaan masih mengapit sisa rokok itu di tangannya.

 

Melihat tingkah lucu santrinya yang lari terbirit-birit, Kiai Abdul Fatah tidak marah, namun hanya berkata:

 

Hei santri, kembalikan rokokku!” ujar Kiai Abdul Fatah. 

 

Pada Bab Ketiga, kitab ini memaparkan akhlak para ulama Nusantara. Menurut Kiai Musa, para ulama Nusantara paham bahwa orang-orang awam di Indonesia mengetahui ajaran Islam melalui akhlak dan perilaku para ulama yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits.

 

Berikut adalah beberapa kisah yang ada dalam bab ketiga ini:

 
  1. Kisah wira’i para ulama Nusantara
  2. Kisah kedermawanan para ulama Nusantara
  3. Kisah kesabaran para ulama Nusantara
  4. Kisah tawadhu’ para ulama Nusantara
  5. Kisah sikap kasih sayang para ulama Nusantara
  6. Kisah sikap husnudzan para ulama Nusantara
  7. Kisah ulama Nusantara yang selalu bersedekah
  8. Kisah ulama Nusantara yang selalu bersyukur
  9. Kisah ulama Nusantara yang selalu mengasingkan diri (khumul)
  10. Kisah ulama Nusantara yang selalu dermawan
  11. Kisah ulama Nusantara yang selalu menyebarkan ilmu
  12. Kisah ulama Nusantara yang selalu berdzikir
  13. Kisah ulama Nusantara yang selalu mengagungkan guru
  14. Kisah ulama Nusantara yang selalu membuat senang hati seseorang
  15. Kisah ulama Nusantara yang selalu memuliakan tamu
 

Pada Bab Keempat atau terakhir, kitab ini memaparkan kisah-kisah tentang karamah para ulama Nusantara. Bab ini berisikan sekitar delapan cerita.

 

Kitab ini sangatlah layak dibaca bagi para pencari ilmu, khususnya santri yang mondok di pesantren-pesantren Nusantara, agar kecintaan dan kekaguman kita terhadap para ulama Nusantara semakin bertambah. Wallahu a‘lam.

 

Identitas Kitab

Judul: Ha’ula Masyayikhuna
Penulis: Kiai Musa Musthofa At-Tamani
Penerbit: Maktabah Ad-Dihan
Tempat: Kediri
Tebal: 40 halaman
Terbit: 1 Februari 2021

 

M. Ryan Romadhon, Alumnus Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo.