Pustaka

2 Rekomendasi Novel untuk Dibaca saat Libur Akhir Tahun 

Sel, 26 Desember 2023 | 20:00 WIB

2 Rekomendasi Novel untuk Dibaca saat Libur Akhir Tahun 

Ronggeng Dukuh Paruk dan Rara Mendut adalah dua rekomendasi novel yang direkomendasikan untuk dibaca saat libur akhir tahun. (Ilustrasi kolase: NU Online/Aru)

Jakarta, NU Online

Libur akhir tahun sudah tiba. Di liburan akhir tahun yang dipenuhi dengan kehangatan dan refleksi ini, tak ada yang lebih menyejukkan daripada meresapi keindahan cerita di dalam halaman-halaman novel. 


Dari dunia fantasi yang mempesona hingga perjalanan emosional yang mendalam, ada beberapa kisah yang layak untuk dijelajahi sambil ditemani secangkir minuman hangat. Berikut dua rekomendasi novel untuk dibaca dan dapat menemanimu dalam momen berharga di penghujung tahun ini.


1. Ronggeng Dukuh Paruk (1982)

Ronggeng Dukuh Paruk merupakan salah satu novel karya Ahmad Tohari. Novel pertama dari Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, Jantera Bianglala) ini sudah diadaptasi menjadi ke dalam dua film, yakni Darah dan Mahkota Ronggeng (1983) dan Sang Penari (2011).


Novel Ronggeng Dukuh Paruk memaparkan kehidupan dan adat masyarakat terbelakang di Dukuh Paruk, desa terpencil di Jawa yang miskin secara ekonomi, budaya, dan pendidikan. Dalam novel ini, tergambar kemelaratan desa yang terpelihara karena kebodohan dan kemalasan penduduknya. Fokus novel ini adalah kisah asal-usul penduduk daerah itu, terutama yang tergantung pada kehidupan ronggeng.


Meskipun nenek moyang mereka, Ki Secamenggala, semula dianggap sebagai musuh, tetapi kuburannya justru menjadi pusat kehidupan kebatinan mereka. Perilaku penduduk tercermin dari gumpalan abu kemenyan di kuburan Ki Secamenggala dan kegiatan meronggeng yang menghidupkan desa. 


Adat menjadi sangat penting, terutama dalam proses pemilihan ronggeng, seperti yang dialami tokoh Srintil. Bagi mereka, seorang ronggeng adalah segala-galanya, meskipun di luar Dukuh Paruk citra seorang ronggeng dianggap rendah.


Novel ini menyoroti bahwa ketidakinginan untuk berkembang dan terikat pada kepercayaan tradisional dapat membuat masyarakat tetap dalam kemiskinan dan ketidakmajuan. Konflik antara nilai-nilai tradisional dan nilai-nilai yang lebih progresif tampak dalam perjuangan tokoh-tokoh seperti Rasus, yang menolak adat dengan merendahkan perempuan. Bahkan, Rasus tetap merendahkan Srintil yang mencintainya. 


2. Rara Mendut (1983)

Novel Rara Mendut merupakan novel pertama dari Trilogi Rara Mendut (Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri), ditulis oleh YB Mangunwijaya (Romo Mangun). Novel ini merupakan cerita bersambung yang ditulis Romo Mangun di Harian Kompas dalam kurun waktu 1982-1987.


Novel ini mengisahkan perseteruan tragis antara Rara Mendut dan Tumenggung Wiroguno pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo di Mataram. Fokusnya adalah konflik antara Rara Mendut dan Tumenggung Wiroguno, yang bermula dari penolakan Rara Mendut menjadi selirnya. Nasib tragis menimpa Rara Mendut dan kekasihnya, Pronocitro, akibat keinginan Tumenggung Wiroguno.


Perjuangan Rara Mendut terhadap perlakuan tidak adil Tumenggung Wiroguno mencerminkan motivasi utama novel ini yakni kegagahan, kehormatan, dan kebebasan. Meskipun mengalami penderitaan, Rara Mendut mempertahankan kekokohan dan ketegarannya. 


Motif dominan dalam novel Rara Mendut karya Romo Mangun ini adalah kegagahan, kehormatan, dan kebebasan, yang saling terkait dalam perjalanan heroik seorang wanita menuju kebebasan yang sesungguhnya.