Mahasiswa AS Berdiskusi di Pesantren Aswaja Nusantara
NU Online · Senin, 17 Juni 2013 | 04:00 WIB
Sleman, NU Online
Ada yang berbeda di Pesantren Aswaja Nusantara pada Sabtu (15/6) sore. Tampak enam mahasiswa Amerika Serikat (AS) mendatangi pesantren yang terletak di Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta ini.<>
Kedatangan para bule tersebut, sontak menarik perhatian seluruh penghuni pesantren. Kemudian, keenam bule tersebut memasuki perpustakaan pesantren Aswaja Nusantara, guna berdiskusi dengan pengasuh dan pengurus pesantren.
Sekitar 90 �menit, diskusi yang dipimpin langsung oleh pengasuh pesantren, Kiai Mustafied, beserta istri, Mustaghfiroh Rahayu, itu pun berlangsung cukup serius, namun terasa santai dan penuh keakraban.
Keenam mahasiswa AS yang berasal dari program master dan doktoral bidang kajian agama, HAM, dan kajian Islam itu pun itu pun terlihat begitu antusias menanyakan berbagai hal tentang Islam, pesantren, teologi dan tradisi-tradisi yang ada di Indonesia.
Salah satu hal yang menjadi bahan diskusi sore itu adalah tentang teologi pembebasan. Kiai Tafied mengatakan, bahwa jika dalam tradisi Kristen pernah berkembang teologi pembebasan, maka di pesantren juga tumbuh teologi transformatif, yaitu teologi yang menjadi basis nilai kerangka teori dan transformasi sosial.
Teologi ini, lanjut Kiai Tafied, tumbuh dengan embrio pengalaman empirik para Kiai di era kolonialisme ketika bersentuhan dengan penjajahan. Kemudian berkembang seiring dengan tantangan ideologi pembangunan yang tidak berpihak kepada masyarakat, dan sekarang mendapat tantangan baru, yakni era globalisasi.
“Teologi ini memiliki konsepsi yang kuat, bukan hanya dalam bidang keagamaan, namun juga ekonomi, politik dan kebudayaan. Keterlibatan masyarakat pesantren bertumpu pada konstruksi teologi yang mewujud dalam kesadaran ilmiah-akademik,” tambah sosok yang pernah menjadi aktivis PMII Universitas Gadjah Mada tersebut.
Lantas, mereka pun meresponnya dengan antusias, dan membandingkannya dengan kajian mereka. Tak hanya mahasiswa AS yang menanyakan berbagai hal tentang Indonesia, Syafi’i, salah satu pengurus pesantren Aswaja Nusantara pun menanyakan tentang tradisi-tradisi yang ada di AS, dan mereka menjawabnya dengan gamblang.
Sebelumnya, keenam mahasiswa USA yang akan tinggal di Indonesia sekitar dua bulan itu telah mendatangi dua pesantren di Yogyakarta, yakni Al-Munawwir Krapyak dan Mu’allimat.
“Menarik. Kami merasa senang karena mendapat banyak pengetahuan. Pesantren ini – Aswaja Nusantara – memang terasa berbeda dengan dua pesantren sebelumnya yang kami singgahi, karena disini kami bisa berdiskusi banyak hal. Selain itu, pesantren ini tak hanya mengajarkan agama saja, melainkan juga terbuka terhadap hal-hal umum di luar agama,” ungkap Katherine Rand, mahasiswa asal Claremont Lincoln University, California, AS, saat ditanya NU Online mengenai kesannya setelah berkunjung di pesantren, khususnya Pesantren Aswaja Nusantara.
Kiai Tafied mengatakan, diskusi semacam itu dapat menjadi suatu media mengenalkan Aswaja ke ranah internasional. “Selain itu, Aswaja itu juga unik dan dapat menjadi alternatif global,” tambahnya.
Mustaghfiroh Rahayu menambahkan, bahwa dengan adanya kunjungan dari mahasiswa AS tersebut dapat membangun mimpi pada santri.
“Biar santri bisa membangun mimpi, dan berfikir bahwa hal-hal seperti itu bukanlah jauh. Nah, ini merupakan upaya untuk mendekatkan itu. Biar mereka juga tidak shock lagi kalau bertemu bule, dan biar mereka punya pengalaman indah,” tandas sosok yang pernah menjadi aktivis PMII UIN Sunan Kaljaga sore itu.
Redaktur � �: A. Khoirul Anam
Kontributor: Dwi Khoirotun Nisa’
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
2
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
3
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
4
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
5
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
6
Khutbah Jumat: Jadilah Pelopor Terselenggaranya Kebaikan
Terkini
Lihat Semua