Parlemen

Waket Komisi IX DPR Dorong Pemerintah Bantu Pesantren Atasi Covid-19

Sel, 13 Oktober 2020 | 04:45 WIB

Waket Komisi IX DPR Dorong Pemerintah Bantu Pesantren Atasi Covid-19

Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Nihayatul Wafiroh. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Nihayatul Wafiroh menegaskan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) dan juga pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) harus turun langsung membantu dan mendampingi pesantren untuk mengatasi Covid-19.


“Saya minta Kemenag, PBNU, dan RMI untuk turun langsung ke pesantren yang mendapat cobaan Covid, tidak hanya mendapat laporan saja,” katanya saat menjadi pembicara pada Muktamar Pemkiran Santri Seri 1 dengan tema “Pandemi dan Dunia Pesantren” yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama pada Rabu (7/10).


Ia menjelaskan bahwa pendampingan memberikan kekuatan lebih kepada pesantren untuk mengatasi bencana Covid-19. “Karena pendampingan itu benar-benar menguatkan diri pesantren yang saat ini terkena bencana problem Covid. Jangan hanya via phone! Datang! Cek di lapangan! Butuhnya apa dan apa yang bisa dibantu? Jadi itu,” tegasnya.


Menurutnya, posisi Kemenag harusnya menjadi leading sector dalam penanganan Covid-19 di pesantren, bukan Kementerian Kesehatan. Sebab, Kemenaglah yang mengetahui soal pesantren dengan segala macam tradisi dan kebudayaan di dalamnya. 


“Kementerian Agama yang harus menurunkan timnya sendiri ke tempat itu. Jangan by phone!. Kita sudah capek melayani telepon dari wali santri. Kita juga sudah capek mengurusi santri ini makan apa hari ini, obatnya sudah dikasihkan atau belum dan sebagainya,” terang Juru Bicara Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Banyuwangi, Jawa Timur itu.


Jadi, lanjutnya, jangan sampai pesantren sudah tertimpa tangga, dipersalahkan juga karena tidak ada instansi yang membantu.


Siapkan Tim Ahli Bicara Kesehatan yang Santri


Ninik, sapaan akrabnya, juga menyampaikan bahwa Kemenag harus menyiapkan tim ahli bicara terkait kesehatan, yang mengetahui betul tentang pesantren, jangan sampai tidak memahami pesantren. Ia mengaku pernah tampil di stasiun televisi dan dipojokkan, menanyakan soal alasan pembukaan, soal satu kamar yang berisi lebih dari 10 orang, hingga mandinya tidak sendiri-sendiri, tidurnya di lantai dan sebagainya.


Menurutnya, pihak stasiun televisi juga memanggil ahli kesehatan yang tidak memahami pesantren karena kurangnya pemberitaan dan pengenalan mengenai orang yang demikian sehingga hal ini perlu ditindaklanjuti guna menjaga posisi pesantren. “Ini loh orang ahli kesehatan yang juga mengerti pesantren sehingga posisi pesantren tidak dijatuhkan,” ujarnya.


Di samping itu, banyak pesantren yang tidak memiliki fasilitas kesehatan yang cukup. Menurutnya, Kemenag dengan dana yang ada sekarang bisa melakukan itu. Pesantren asuhannya saja tidak memiliki ambulans. Apalagi pesantren-pesantren yang tempatnya lebih jauh dan jaringannya lebih sedikit.


Jembatani Komunikasi Pesantren dengan Instansi


Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) itu juga menyampaikan, Kemenag harus menjembatani komunikasi pesantren dengan instansi lain. Dalam arti, biarkan pesantren fokus mengurusi komunikasi dengan santri dan para wali santrinya, Kemenag harus komunikasi dengan Kementerian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan sebagainya


Ketika pesantren tidak memiliki cukup jaringan, harusnya di situ Kemenag mengambil perannya. Orang Kementerian Kesehatan saja, katanya, bisa bertahan tiga minggu di pesantren yang terkena Covid-19. “Di Blokagung itu dari dinas kesehatan di TKP itu tiga minggu full standby di sana,” ujarnya.


Santri Tangguh dan Panduan


Ninik juga menegaskan Kemenag harus membentuk santri tangguh. Ini, lanjutnya, bukan hanya sekadar retorika belaka, tetapi harus benar-benar ada. Pesantren Blokagung, misalnya, memang sudah bersih dari Covid-19. Akan tetapi, di setiap asrama harus ada orang dua orang mengecek suhu tubuh seluruh santri harus. Santri tersebut juga mengecek kalau ada yang batuk segera dipindahkan ke ruang isolasi untuk karantina dan diobati.


“Jadi itu harus ada fungsi santri tangguh di setiap asrama. Kalau tempat saya seperti itu,” ujarnya.


Para santri terpilih harus dididik dan dilatih betul-betul mengenai pengecekan suhu tubuh, antisipasi dan langkah pertama ketika ada santri yang memiliki gejala seperti apa, dan sebagainya.


Hal yang terpenting, menurutnya, adalah membuat panduan mengenai cara mengidentifikasi gejala-gejala Covid seperti apa, seperti panas, anosmia dan sebagainya. Tidak hanya itu, panduan tersebut juga harus memberikan penjelasan mengenai tempat terbaik untuk santri dan wali bertemu, posisi tidur, dan sebagainya.


Dukungan Akses Kesehatan


Penguatan akses kesehatan bagi pesantren juga perlu mendapat dukungan kuat dari berbagai pihak. Di Komisi IX, katanya, tengah didiskusikan dengan Kementerian Kesehatan untuk membuka lagi program untuk pesantren, yaitu Pusat Kesehatan Pondok Pesantren.


“Kita meminta dukungan dari Kementrian Agama dan PBNU untuk bagaimana ini bisa dikabulkan. Dalam artian, kita bisa mendapatkan penguatan untuk bisa mengakses kesehatan bagi pesantren,” katanya.


Misalnya, seluruh santri mendapatkan BPJS kesehatan dan pembuatan klinik pesantren. Jadi kegiatan BPJS Kesehatan bukan hanya sosialisasi, tetapi langsung clear bagaimana BPJS itu bisa berperan untuk santri dan klinik-klinik yang ada itu bisa menjadi klinik akses pertama sehingga santri tidak perlu keluar pesantren, cukup di Puskesmas pertama itu.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad