Parlemen

Legislator PKB: Pengawasan Implementasi Dana Otsus Papua Bakal Lebih Ketat

Jum, 16 Juli 2021 | 07:23 WIB

Legislator PKB: Pengawasan Implementasi Dana Otsus Papua Bakal Lebih Ketat

Anggota Pansus Otsus Papua dari Fraksi PKB Muhammad Fauzan Nurhuda Yusro (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Peningkatan dana otonomi khusus (Otsus) Papua diharapkan benar-benar memberikan kesejahteraan nyata bagi rakya Papua. Oleh karena itu implementasi dana Otsus bakal diawasi dengan ketat. 

 

“Substansi perubahan UU Otsus lebih pada penguatan implementasi dana Otsus. Dengan demikian peningkatan dana Otsus yang akan diberikan ke pemerintah provinsi di Papua selama 20 tahun ke depan benar-benar memberikan kesejahteraan nyata bagi saudara-saudara kita di Papua,” ujar Anggota Pansus Otsus Papua dari Fraksi PKB Muhammad Fauzan Nurhuda Yusro, Jum’at (16/7).

 

Dia menjelaskan penguatan pengawasan implementasi dana Otsus Papua tercermin dalam Pasal 34 ayat 14. Nantinya pengawasan terhadap pengelolaan penerimaan dana Otsus akan dilakukan secara koordinatif oleh sejumlah kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, pemerintah daerah, DPR, DPD, Badan Pemeriksa Keuangan, dan perguruan tinggi negeri. “Mekanisme lebih rinci mengenai penguatan pengawasan, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), dan penyusunannya juga dikonsultasikan ke DPR melalui komisi yang membidangi,” ujarnya.

 

Nurhuda mengungkapkan penguatan pengawasan ini didasarkan atas evaluasi pengelolaan dana Otsus Papua selama 20 tahun terakhir. Dari evaluasi tersebut diketahui jika tata kelola penerimaan anggaran otsus menimbulkan banyak masalah, antara lain kurang transparan, kurang akuntabel dan tidak tepat sasaran. "Sehingga dana otsus tidak dinikmati oleh keseluruhan masyarakat Papua," tegasnya 

 

Dia menegaskan, DPR dan pemeritah menginginkan Papua lebih maju untuk mengejar ketertinggalan. Oleh karena itu selain meningkatkan alokasi dana Otsus, dalam revisi UU Otsus Papua usulan pemekaran di bumi Cendrawasih akan dipermudah. Menurutnya berdasarkan pengalaman pemekaran Provinsi Papua Barat diketahui ada gerak pembangunan yang lebih laju di wilayah tersebut dibandingkan saat belum dimekarkan. "Sehingga terkait dengan pasal pemekaran, DPR menilai dari pengalaman yang ada, bahwa pemekaran justru membuat daerah lebih bisa maju dalam membangun daerahnya sendiri. Lihat Papua Barat sekarang maju kan," terangnya.

 

Menurut legislator Dapil Jateng X ini, dalam rangka mengangkat harkat dan martabat serta menjamin aspirasi dan afirmasi terhadap masyarakat adat Papua, UU ini mengatur kembali kebijakan afirmatif dalam kelembagaan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP)."Sebagaimana diatur dalam Pasal 6, ada penambahan norma untuk mempertegas anggota DPRP berasal dari anggota yang dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan diangkat dari unsur Orang Asli Papua (OAP)," terangnya. 

 

DPRP yang diangkat tersebut, tidak boleh berasal dari partai politik dan di dalamnya harus mengakomodasi 30% unsur perempuan. Anggota DPRP yang diangkat berjumlah sebanyak ¼ atau satu per empat kali dari jumlah anggota DPRP yang dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Masa jabatanya adalah lima tahun dan berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRP yang dipilih,” kata Nurhuda. 

 

Lalu, mengenai teknis ketentuan lebih lanjut mengenai anggota DPRP yang diangkat, kata Nurhuda akan diatur dalam PP. Afirmasi terhadap keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat tersebut, tidak hanya berlaku bagi DPRP, namun berlaku pula pada tingkatan kabupaten/kota atau DPRK. Pengaturannya, sama dengan pengaturan DPRP. Hanya, dalam penormaan di RUU ini, perlu diatur dalam Pasal tersendiri."Oleh karena itu, Fraksi PKB sepakat dengan penambahan dengan menyisipkan Pasal 6A untuk mengatur DPRK tersebut," tutupnya.