Parlemen

FPKB Dorong Pemerintah Wujudkan Pesantren Agrikultur

Sel, 9 Februari 2021 | 07:45 WIB

FPKB Dorong Pemerintah Wujudkan Pesantren Agrikultur

Anggota Komisi IV DPR RI dari FPKB, Irmawan. (Foto: TV Parlemen)

Jakarta, NU Online

Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mendorong pemerintah agar dapat mewujudkan pesantren agrikultur. Hal ini sebagai bentuk dari refocusing APBN dalam menyelesaikan dampak Covid-19 pada sektor pertanian yang perlu menyentuh basis komunitas, pertanian keluarga, hingga pondok pesantren.


“Meminta kepada Kementerian Pertanian untuk mengalokasikan program yang ada di Kementerian Pertanian dapat disalurkan ke pondok-pondok Pesantren,” kata Irmawan, Juru Bicara Komisi IV FPKB melalui siaran pers pada Senin (8/2).


Sebagai contoh, Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) di Badan Ketahanan Pangan, dapat mengalokasikan ternak ayam, bebek, kambing, dan lain-lain. “Itu semua dapat dikelola dengan baik di pesantren-pesantren agikultur baik yang ada di Jawa maupun di luar Jawa,” lanjutnya.


Program bantuan untuk pesantren secara programatik diyakini sangat membantu meningkatkan cadangan pangan yang sering mengalami kelangkaan dan fluktuasi harga di pesantren-pesantren dan masyarakat sekitarnya, dapat berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional, hingga dapat menyerap angkatan kerja baru dan mendorong petani-petani muda masa depan.


Pondok Pesantren Al-Kirom, misalnya, sebuah pesantren kecil yang ada di pelosok Pandeglang, Banten, tepatnya di Desa Perigi, Kecamatan Saketi.

 

Berkat bercocok tanam berbagai jenis hortikultura, Pesantren Al-Kirom tak perlu menarik biaya bagi para santri yang ingin menimba ilmu agama di sana. Dengan jumlah anak didik yang hanya 50 orang santri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Kirom KH Salman Aljabali, menitikberatkan pada kualitas, bukan kuantitasnya.


Pesantren yang didirikan pada 2009, baru menggagas pertanian 2015 berhasil mengelola lahan seluas 1.300 meter, dan terus berkembang mencapai 4,5 hektar. Produk-produk pertanian yang dihasilkan tidak hanya dijual di warung atau pasar-pasar tradisional kecil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar, tetapi produk pertanian mereka sudah bisa menembus pasar induk, bukan hanya di Pandeglang, ada juga di Serang, Tangerang, bahkan Jakarta.


“Kami melihat dari masing-masing Dirjen dalam kementerian pertanian banyak mengalokasikan bantuan bibit, maka kami berharap kepada kementerian program ini agar dapat direalisasikan secepatnya dan dapat disesuaikan dengan kondisi musim tanam,” ujarnya.


Sementara itu, Ditjen Prasarana dan Program Pertanian juga memiliki kegiatan fisik, yaitu pembangunan jaringan irigasi tersier, embung dan pembangunan jalan usaha tani. FPKB meminta agar kegiatan ini volumenya bisa ditingkatkan mengingat banyak daerah-daerah terpencil yang masih sangat membutuhkan hal tersebut. Sebab, kurangnya pembangunan infrastruktur yang memadai menjadi faktor di daerah sering terjadi gagal panen.


Refocusing diharapkan dapat mendorong permudahan akses petani terhadap alat-alat produksi supaya petani tidak bergantung kepada bantuan pemerintah, insentif, relaksasi, program KUR pertanian harus diperkuat dan lebih kompetitif. Dan berikan suku bunga yang rendah,” katanya.


Penguatan pertanian di pesantren ini penting mengingat Organisasi pangan dunia (FAO) menyebutkan bahwa petani dan pertanian kecil yang dikelola keluarga petani (family farming) yang dapat memberi makan masyarakat dunia, bukan korporasi pertanian. 


Oleh karena itu, pertanian basis komunitas harus bisa tetap melakukan kegiatan produksinya dengan baik. Ketersediaan benih dan pupuk terutama untuk komoditas strategis seperti padi jagung kedelai, bawang dan cabe dapat tersedia melalui produksi dalam negeri.


Hal tersebut penting karena di masa pandemi Covid-19 banyak negara produsen pangan menahan produknya untuk kebutuhan dalam negeri. “Kasus China memborong kedelai Amerika untuk kebutuhannya merupakan signal terjadinya rebutan pangan di pasar dunia,” pungkasnya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad