Opini

Ulama dan Tantangan  Era Hitec

Sab, 13 Juni 2020 | 06:00 WIB

Ulama dan Tantangan  Era Hitec

Teknologi dan sains mesti dibimbing oleh agama

Oleh KH Imam Syamsuddin 

Zaman kita sekarang disebut dengan era hitec (high-tecnology), atau teknologi tinggi. Kemajuan-kemajuan dalam bidang teknologi di tulang punggung oleh sains modern. Watak sains adalah rasional dan sekular. Ia, disamping ditopang pada pemikiran rasional, juga bebas nilai. Dengan demikian, agama berada di luar dan tidak menjadi ruh sains.

 

Bahkan sejak revolusi industri (1850), sains menyatakan permusuhan terhadap agama. Akibatnya, sains tech kurang memiliki nilai-nilai spiritual. Itu sebabnya maka di masyarakat industri kini disebut sebagai peradaban yang sedang sakit.


Sains tech yang seperti itulah yang kemudian masuk ke Indonesia. Dan ketika pembangunan Indonesia memprioritaskan fisik dan ekonomi, maka corak sekularnya pun tampak nyata. Pemerintah sadar betul akan tampak negatif yang ditimbulkan oleh sekularisme. Karena itu, pembangunan nasional menempatkan keimanan dan ketakwaan sebagai landasan dasar. Untuk itu, teknologi dan sains mesti dibimbing oleh agama.

 

Di sini dibutuhkan interpretasi-interpretasi ajaran Islam dapat menjiwai ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti bahwa agama harus ditempatkan di atas ilmu pengetahuan dan teknologi.


Islamisasi, sains, teknologi, hanya dapat dilakukan oleh ulama yang paham tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan modern berikut filosofinya. Tanpa itu, sulit menjadikan Islam sebagai ruh dari sains tech.


Perhatian para ulama lebih tertuju pada masalah-masalah peribadatan dalam pengertian sempit, dan lebih berorientasi pada kehidupan akhirat. Kenyataan ini juga disadari oleh MUI, dan untuk itu lembaga ini sudah membentuk suatu program yang dikenal dengan istilah PKU (Pendidikan Kader Ulama).


Dalam sebuah hadits disebutkan ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi bukanlah sekadar pemimpin agama, tetapi juga pemimpin sosial dan politik. Karena itu, yang diwarisi oleh para ulama adalah kepemimpinan agama (sekaligus kepemimpinan sosial politik).

 

Pada masanya dulu, para ulama Indonesia telah membuktikan diri mereka sebagai pewaris-pewaris para Nabi, saat mereka berjuang menentang penjajah, terlibat dalam pembentukan konstitusi, dan menjadi rujukan masyarakat tidak saja dalam masalah-masalah keagamaan, tetapi juga dalam bidang pertanian, kesehatan, dan lain sebagainya.


Tantangan yang dihadapi di masa depan jelas akan semakin kompleks. Era high tech dengan seluruh dampak positif dan negatifnya harus diantisipasi. Dalam kehidupan yang sekular, penuh persaingan dan materialistis, agama sangat dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Sejalan dengan itu, maka ulama yang berfungsi sebagai pemimpin dan pelita bagi umat, dituntut untuk dapat mengajarkan dan mengaktualisasikan Islam sesuai dengan tingkat perkembangan sains tech yang demikian cepat.

 

Untuk itu, harus disiapkan ulama-ulama yang tidak saja menguasai ilmu-ilmu keagamaan, tetapi juga memahami berbagai problem sosial yang semakin rumit. Untuk itu, madrasah dan pesantren harus memperoleh perioritas. Sebab, dari situlah kelak dilahirkan cendekiawan yang ulama, dan ulama yang cendekiawan. Wallahu’alam.


Penulis adalah Mustasyar PCNU Kabupaten Sukabumi