Opini

Teror Bom di Paris: Catatan Singkat

NU Online  ·  Sabtu, 14 November 2015 | 08:55 WIB

Oleh Khamami Zada
--Suasana mencekam di Prancis setelah aksi penembakan, penyenderaan, dan pengeboman di Paris. Setidaknya ada sejumlah titik kejadian. Aksi ledakan bom terjadi di dekat Stade de France, restoran dekat Stade de France. Aksi penembakan terjadi di restoran dan bar Le Carillon, restoran Petit Cambodge, restoran La Belle Quipe, pusat perbelanjaan Les Halles.<>

Aksi penembakan dan penyanderaan terjadi di gedung teater Bataclan dalam konser group band Amerika Serikat, Eagles of Death. Dilaporkan lebih dari 150 orang tewas atas kejadian itu. Pemerintah Prancis langsung menutup perbatasan dan memerintahkan warga untuk tidak keluar rumah serta menyatakan Negara dalam keadaan darurat.

Disinyalir serangan terorisme di Paris ini dikaitkan dengan terbunuhnya Jihadi Jhon di Suriah oleh pasukan Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Tak heran jika aksi terorisme di Paris dikaitkan dengan aksi balas dendam Islamic State of Iraq and Shuriah (ISIS).

Analisis ini dapat dipahami karena menurut saksi mata yang berada dalam gedung teater Bataclan, pelaku serangan meneriakan kalimat “ini untuk Shuriah”, sebuah kata yang menegaskan aksi balas dendam atas perang di Suriah atau secara lebih spesifik, pembalasan atas penyerangan Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris terhadap para jihadis Suriah.

Peristiwa serangan terorisme di Paris, disebut salah satu media di Prancis sebagai perang (Le Figaro, 14/11/2015). Tentunya dapat dipahami sebagai perang global melawan terorisme karena bagaimana pun juga terorisme merupakan kejahatan internasional atas nama agama. Terorisme telah menembus batas-batas negara yang cukup jauh dengan kebangsaan yang berbeda pula.

Tak berlebihan jika terorisme diibaratkan dengan serangan dalam perang yang terjadi secara tiba-tiba tanpa disadari oleh korban dan mungkin oleh otoritas negara, karena mereka berhasil menerobos system keamanan Negara tersebut. Serangan terorisme di Paris ini menunjukkan bahwa Pemerintah Prancis tidak siap dengan sistem keamanan yang mampu mencegah aksi terorisme.

Yang tidak dapat dinafikan pula, banyaknya warga Negara Eropa yang telah menjadi jihadis ISIS di mana posisi ini berbeda dengan al-Qaida. ISIS mampu merekrut semua orang dengan kewarganegaraan yang beragam, bukan hanya orang Arab atau Asia, tapi juga orang Eropa. Inilah yang membuat Pemerintah di negara-negara Eropa mulai merasa sangat prihatin. Jihadis telah masuk kedalam jantung Negara mereka. Itu sebabnya, aksi terorisme diprediksi akan menjadi ancaman di Eropa dengan target Paris, London, dan Barcelona.

Bagi bangsa Indonesia, serangan terorisme ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua agar dapat membedakan mana yang merupakan ajaran agama yang menuntut kita dalam pergaulan hidup yang damai dan mana yang menuntun kita kearah radikalisme, dan bahkan terorisme. Umat beragama mestinya menyadari betapa toleransi dan perdamaian merupakan ajaran agung tiap agama, sehingga kita terus mengumandangkan kedamaian.

Begitu pula pemerintah Indonesia semakin meningkatkan sistem keamanan yang mampu mencegah aksi terorisme (terrorisme early warning and respond system) agar setiap ada potensi terorisme dapat langsung dicegah. Dengan demikian, hidup damai di Indonesia akan semakin nyata dalam perbedaan.

Khamami Zada, Wakil Ketua PP Lakpesdam NU dan Dosen Pascasarjana STAINU Jakarta, sedang kuliah di Prancis lewat program Beasiswa Diktis Kemenag RI.

Foto Antara: 
Anggota pemadam kebakaran memberikan pertolongan kepada warga yang terluka dekat gedung konser Bataclan setelah penembakan di Paris, Prancis, Jumat (13/11).