Opini

Perempuan dalam Islam

Jum, 9 Maret 2018 | 16:59 WIB

Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) jatuh pada Kamis (8/3) kemarin. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meresmikan Hari Perempuan Internasional sebagai perayaan tahunan pada tahun 1977. Ada banyak peristiwa yang melibatkan perempuan dan terjadi pada tanggal 8 Maret. Ini lah yang menjadi alasan mengapa Hari Perempuan Internasional ditetapkan pada tanggal 8 Maret. 

Diantaranya adalah peristiwa demonstrasi yang dilakukan buruh pabrik tekstil perempuan di New York pada 8 Maret 1857. Mereka melakukan demonstrasi dengan tujuan untuk melawan segala bentuk kesewenang-wenangan dan menuntut gaji buruh perempuan yang sangat rendah.   

Untuk pertama kalinya, peringatan Hari Perempuan Internasional dilaksanakan pada 28 Februari 1909 di New York. Ini menjadi penanda atas demonstrasi yang dilakukan kaum hawa satu tahun sebelumnya di New York, 8 Maret 1908. Demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh perempuan ini menuntut hak pendapatan dan hak berpolitik. 

Di Rusia, para buruh perempuan juga melakukan demonstrasi pada 8 Maret 1917 di Petrogard. Tidak tanggung-tanggung, demonstrasi ini memiliki efek yang begitu signifikan karena mampu memicu terjadinya revolusi di Rusia. 

Tidak lain tidak bukan, penetapan Hari Perempuan Internasional oleh PBB adalah upaya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, meningkatkan martabat perempuan, dan mewujudkan perdamaian dunia.  

Lalu bagaimana Islam memandang perempuan? Atau bagaimana seorang perempuan seharusnya diperlakukan dalam Islam? Apakah benar syariat Islam menindas dan memarginalkan peran perempuan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang? 

Islam sangat memuliakan seorang perempuan. Hal itu bisa dilihat dari beberapa ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad saw. yang menerangkan bahwa peran dan kedudukan seorang perempuan dalam Islam begitu tinggi. Berikut adalah beberapa fakta tentang kedudukan perempuan dalam Islam.

Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki

Jauh sebelum para aktivis perempuan Barat menggelar berbagai macam demonstrasi untuk memperjuangkan hak-haknya, Islam sudah menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan itu memiliki hak yang sama. Hal ini sesuai dengan Surat al-Baqarah ayat 228 dan Surat an-Nahl ayat 97, dimana laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan mendapat imbalan yang sama pula. 

Sementara itu, Surat at-Taubah ayat 71 menjadi dasar bahwa perempuan itu memiliki hak politik yang sama dengan laki-laki. Ayat ini menjadi sinyalemen bagi laki-laki dan perempuan untuk melakukan kerja sama dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk memberikan kritik dan saran kepada penguasa (amar ma’ruf nahi munkar). 

Pun, Islam adalah agama pertama yang memberi hak perempuan untuk memiliki dan mewarisi kekayaan atau harta benda. 

Mewajibkan perempuan untuk berpendidikan

Dalam hal ini mungkin ada yang menyangkal, karena mereka melihat apa yang terjadi di beberapa negara Islam misalnya Pakistan, dimana kelompok yang mengatasnamakan Islam, Taliban, melarang perempuan untuk sekolah. Ini dijadikan dalih bahwa Islam menghalang-halangi perempuan untuk mendapatkan pendidikan.  

Jika kita menengok beberapa hadist Nabi Muhammad, maka kita akan menyadari bahwa apa yang dilakukan Taliban itu sangat melenceng dengan semangat Islam dalam urusan pendidikan bagi perempuan. Bukankan Nabi Muhammad saw. pernah bersabda bahwa Mencari ilmu pengetahuan adalah wajib (fardlu ‘ain) bagi seorang Muslim dan Muslimah?

Hadist ini menekankan bahwa pendidikan itu bukan hanya hak, namun juga sebuah kewajiban dan tanggung jawab bagi setiap seorang Muslim dan Muslimah.   

Bahkan, di dalam sejarahnya ada beberapa perempuan yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam. Tidak sedikit dari mereka juga menjadi rujukan dan guru ulama laki-laki. Diantaranya adalah Aisyah ra., Sayyidah Sakinah putri Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, Al-Khansa', Rabi'ah Al-Adawiyah, dan lainnya. 

Menurut Imam Abu Hayyan, ada tiga orang perempuan yang menjadi guru-guru para imam mazhab yaitu Mu'nisat Al-Ayyubiyah, Syamiyat Al-Taimiyah, dan Zainab putri sejarawan Abdul-Latif Al-Baghdadi. Termasuk Syaikhah Syuhrah  yang menjadi salah seorang dari guru Imam Syafi’i. 

Memberikan penghormatan yang tinggi kepada perempuan

Islam juga mengajarkan umatnya untuk memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya bagi seorang perempuan, terutama ibu. Hal ini didasarkan pada beberapa hadist Nabi Muhammad seperti hadist surga itu berada di bawah telapak kaki ibu dan hadist tentang menghormati sang ibu. 

Islam juga melarang umatnya untuk melakukan penindasan dan perlakuan buruk kepada perempuan (QS. 4:19). Dengan demikian, segala bentuk pelecehan terhadap perempuan adalah sesuatu yang tidak bisa dibenarkan dalam Islam. 

Pada dasarnya Islam sangat memuliakan perempuan, tapi karena ada segelintir umat Islam yang ‘menindas’ dan ‘mengekang’ kaum hawa maka citra Islam sebagai agama yang ramah perempuan menjadi ‘kabur.’ (A Muchlishon Rochmat)