Nasukha*
Syahdan, pada dekade 1950-an, beberapa pelajar NU di Yogyakarta, Solo dan Semarang merasa gelisah dengan tidak adanya organisasi pelajar yang membawahi generasi muda Nahdlatul Ulama. Padahal potensi generasi muda NU baik santri, pelajar ataupun mahasiswa tidaklah dapat dibiarkan begitu saja.<> Potensi yang sedemikian besar itu terpaksa tercerai berai dan tidak terorganisar karena tidak adanya suatu wadah yang mampu menjadi ajang aspirasi dan komunikasi antar pelajar NU saat itu. Sehingga, sekalipun memiliki basis masa yang tidak sedikit posisi pelajar NU tidak memiliki ruang aspirasi yang memadai dan bahkan dipandang sebelah mata dalam kontestasi gerakan pelajar saat itu. Atas dasar itulah beberapa pelajar tersebut tepat pada tanggal 24 February 1954 mendeklarasikan, Ikatan Pelajar Nadlatul Ulama (IPNU).
Sejarah perjalanan IPNU, dalam lintasan waktu mengalami spektrum kejadian yang dinamis. Sekurang-kurangnya ada 3 fungsi penting dalam membaca kiprah IPNU dalam lintas sejarah tersebut. Pertama, IPNU hadir terdepan dalam proses kaderisasi dan regenerasi pelajar NU. Kedua, IPNU menjadi wadah aspirasi utama bagi pengembangan potensi pelajar NU. Terakhir, IPNU menjadi pemegang mandat paling sah dalam membawa nama NU dalam setiap kontestasi dan dinamika gerakan pelajar di Indonesia. Sejarah telah berlalu dan terus berjalan, pertanyaan yang pantas diajukan, Apakah ketiga fungsi tersebut mampu dijalankan oleh IPNU secara maksimal apalagi di tengah iklim zaman yang semakin tidak mudah?
Dari sekian problem utama dalam dinamika gerakan IPNU, menurut penulis fungsi pengkaderan merupakan hal yang paling urgen untuk terus diperbincangkan dan dicarikan formulasinya. Bagaimanapun, NU masa depan ditentukan oleh kaderisasi pada saat ini. Dengan bahasa metaforis, Prof. Mahfud Mas’ud, Mantan Ketua PWNU DIY pernah mengatakan bahwa NU masa depan akan menjadi gabuk apabila NU tidak mampu melakukan kaderisasi secara maksimal. Artinya dari luar tampak banyak padahal tidak ada isinya. Hal demikian tidak akan terjadi apabila NU mampu melaksanakan pengkaderan secara sistematis salah satunya melalui IPNU.
Pengkaderan IPNU dan Tantangan Zaman
Kini, pembacaan atas realitas harus menjadi basis utama saat membicarakan formulasi pengkaderan yang dilakukan IPNU. Tantangan pelajar NU saat pertama kali IPNU didirikan tentunya berbeda dengan fakta yang harus dihadapi pelajar NU saat ini. Untuk itu, formulasi pengkaderan haruslah memperhatikan aspek realitas dan tantangan yang dihadapi pada saat ini. Sehingga, asumsi pengkaderan menjadi kontekstual dan akhirnya dapat menghasilkan output kader yang peka dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
Citra pengkaderan formal dalam organisasi apapun pada umumnya bersifat doktrinal dan formalistik. Hal ini memang penting diutamakan, karena pengkaderan formal ibarat “kawah candradimuka” yang membentuk karakter ideologis pada setiap kader. Akan tetapi perlu ditekankan juga, bahwa konsep pengkaderan sudah selayaknya memasukan isu aktual dan realitas kontekstual dalam formulasinya. Agar kader yang dihasilkan selain mampu menjadi kader yang setia juga memiliki kemampuan dalam meyikapi realiatas sosial yang dihadapi dan memiliki kesadaran serta kohesi sosial yang dapat diandalkan. Hal ini menjadi penting, mengingat kader IPNU diharapkan tidak hanya menjadi kader dan pemimpin di NU semata, akan tetapi mampu menjadi pionir perubahan di tengah-tengah masyarakat.
Dari beberapa isu yang sedang terjadi saat ini, ada beberapa hal yang layak dijadikan pertimbangan dalam formulasi pengkaderan IPNU diantaranya : isu radikalisme pelajar, narkoba, tawauran dan degradasi moral pelajar. Terkait isu pertama, penulis ingin menekankan bahwa anggapan NU sebagai organisasi Islam moderat merupakan hal yang lumrah dan sudah menjadi rahasia umum. Akan tetapi, yang layak dikedepankan adalah bagaimana citra islam moderat itu mampu menjadi spirit dan penjaga terdepan dalam mencegah radikalisme. Dalam hal ini, NU seharusnya merubah posisinya sebagai maf”ul yang selalu dicitrakan sebagai organisasi Islam Moderat menjadi fa’il yang selalu melakukan langkah-langkah kongkret dalam upaya mencegah radikalisme agama tersebut.
Dalam konteks ini, dalam upaya mencegah ideologi radikal, IPNU sebagai salah satu motor kaderisasi pelajar di Indonesia seharusnya melakukan usaha-usaha maksimal dalam memperkuat pemahaman Islam moderat. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan penguatan ideologi aswaja yang berbasis Islam moderat. Pemahaman terhadap Islam aswaja yang moderat dan menunjukan kedamaian islam harus benar-benar dimiliki pada setiap kader. Untuk itu, formulasi pengkaderan sudah selayaknya memberikan fungsi nyata bagi upaya tersebut. Hal ini antara lain dapat diwujudkan dengan pembaharuan dalam konsep dan materi keaswajaan. Jika materi aswaja selama ini bertumpu pada doktrin-doktrin teologis, dalil-dalil amaliyyah-amaliyyah ke-Aswaja-an serta tuntuna praksisnya, maka menjadi sebuah kebutuhan dalam konsep materi keaswajaan selanjutnya mulai ditekankan terhadap pemahaman Islam yang moderat dan pembawa kedamaian serta anti kekerasan.
Dengan demikian, kader IPNU, selain akan memiliki wawasan Islam Aswaja yang memadai, juga memiliki kesadaran bahwa Islam adalah agama yang membawa kedamaian dan tidak mengajarkan kekerasan. Hal ini menjadi penting karena bagaimanapun Kader IPNU tidak hanya akan menjadi pemimpin dalam komunitas NU atapun komunitas muslim semata akan tetapi tidak menutup kemungkinan-sebagaimana yang sudah terjadi - kader-kader IPNU akan menjadi pemimpin, tokoh nasional bahkan internasional.
Isu lain yang harus dipertimbangkan adalah persoalan narkoba. Dewasa ini, narkoba sudah menjadi musuh bersama karena telah menggerogoti jutaan manusia Indonesia termasuk juga pelajarnya. Dalam hal ini, IPNU dalam setiap pengkaderannya sebaiknya selalu memberikan wawasan yang memadai tentang narkoba dan berbagai hal yang terkait denganya. Selain berfungsi sebagai pencegah, hal ini juga dapat dijadikan modal bagi kader IPNU untuk menjadi motor dalam melakukan upaya-upaya perubahan dan ikut berpartisipasi dalam usaha mencegah maraknya penggunaan narkoba tersebut.
Akhirnya, IPNU bukanlah sekedar badan otonom NU semata. Akan tetapi IPNU merupakan salah satu indikator keberadaan NU masa depan. Formulasi pengkaderan di IPNU harus terus-menerus diperbaiki, disempurnakan dan dilaksanakan secara kontinu, terarah dan mengedepankan paradigma kontekstual. Agar kader IPNU mampu tetap bertahan melewati tantangan zaman yang semakin kompleks. Wallohua’lam.
*Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Kota Yogyakarta
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua